Korban Asusila Eks Kapolres Ngada Alami Trauma, Ketakutan Lihat Pakaian Cokelat
JAKARTA, investortrust.id - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Nusa Tenggara Timur (LPA NTT), Veronika Ata mengungkapkan kondisi terkini tiga anak di bawah umur yang menjadi korban asusila yang dilakukan mantan Kapolres Ngada NTT, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Veronika mengatakan ketiga korban mengalami trauma mendalam.
"Kondisi korban saat ini berangsur pulih. Namun demikian sejak awal sebenarnya korban itu sangat trauma, mereka ketakutan," kata Veronika di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Baca Juga
DPR Cecar Polda NTT soal Hilangnya Pasal Narkoba di Kasus Cabul Mantan Kapolres Ngada
Veronika mengatakan korban kini merasa sering ketakutan. Salah satu korban yang berusia 6 tahun bahkan ketakutan ketika melihat seseorang yang mengenakan pakaian cokelat atau seragam polisi.
"Ketika melihat oknum yang berpakaian berwarna coklat, ketakutan," ungkapnya.
Korban tersebut saat ini tinggal bersama dengan keluarganya. Ketakutan melihat seseorang mengenakan seragam cokelat karena korban mengalami trauma yang sangat berat.
Tak hanya korban berusia 6 tahun, trauma juga dialami dua korban lainnya berusia 13 dan 16 tahun. Kedua korban sering kali menangis, lari ketakutan, hingga tidak mau makan. Veronika menyebut kondisi kedua korban bahkan diperparah dengan penyakit menular seksual (PMS) yang sudah dikonfirmasi oleh petugas kesehatan.
"Sudah terkonfirmasi terkena PMS, penyakit menular seksual. Karena itu dia butuh untuk pemulihan secara kesehatan dan juga saya kira memang secara psikologis," ungkap Veronika yang juga kuasa hukum korban.
Baca Juga
Keluarga Korban Harap Eks Kapolres Ngada Divonis Hukuman Mati
Kondisi tersebut membuat korban enggan melanjutkan sekolah. Selain karena tidak ada biaya, korban sering menangis karena tidak memperoleh kesempatan bersekolah seperti biasanya.
"Ada salah satu anak tidak mau sekolah lagi itu karena memang merasa malu. Dan juga yang satunya lagi itu juga terkait dengan biaya karena orang tuanya pisah, ketiadaan ekonomi. Dan juga dia merasa bahwa tidak penting lagi untuk bersekolah. Tentu ini merupakan sebuah dampak psikologis ya bahwa dia merasa putus asa dan tidak mau sekolah," tuturnya. (C-14)

