Angka Kemiskinan RI Melejit Gara-gara Bank Dunia, Ini Kata Ekonom
JAKARTA, investortrust.id - Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menjelaskan, revisi garis kemiskinan yang dilakukan Bank Dunia membuat angka kemiskinan di Indonesia terlihat melejit alias bombastis.
“Namun, akan makin masuk saat PDB (produk domestik bruto) per kapita semakin tinggi,” kata Wijayanto, kepada investortrust.id, Selasa (10/6/2025).
Wijayanto menilai, garis kemiskinan yang dibuat Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini memang terlalu rendah. Garis kemiskinan sebesar Rp 595.000 per orang per bulan kurang masuk akal. “Sehingga perlu penyesuaian dengan angka yang secara gradual dinaikkan mendekati angka Bank Dunia,” jelas dia.
Baca Juga
Jubir PCO Belum Menerima Sikap Presiden soal Revisi Garis Kemiskinan Bank Dunia
Tanpa penyesuaian, kata Wijayanto, data yang dihasilkan BPS tidak relevan. Selain itu, kebijakan pengurangan kemiskinan akan salah arah dan terlalu fokus dengan pendekatan bantuan sosial (bansos) yang murah, tetapi efektif mendongkrak jutaan rakyat menjadi di atas garis kemiskinan.
“Dengan garis kemiskinan yang benar, bansos tidak lagi memadai. Perlu program sustainable yang meng-empowerement ekonomi dan produktivitas rakyat,” kata dia.
Sebelumnya, anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Arief Anshory Yusuf memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah untuk mengubah garis kemiskinan.
“Pertama, kekhawatiran politisasi terhadap lonjakan angka kemiskinan,” kata Arief kepada investortrust.id, Selasa (10/6/2025).
Selain masalah politisasi, hambatan lain revisi garis kemiskinan Indonesia juga berhubungan dengan anggapan akan naiknya anggaran perlindungan sosial. Meski begitu, menurut Arief, dua hal tersebut dapat diatasi dengan edukasi publik yang baik. “Pemisahan antara indikator statistik dan basis sasaran program sosial,” ujar dia.
Pada April 2025, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, garis kemiskinan yang dibuat Bank Dunia tak bisa langsung diterapkan masing-masing negara. Hal ini karena setiap negara harus bisa memiliki garis kemiskinan tersendiri. “Yang diukur sesuai keunikan maupun karakteristik dari negara tersebut,” kata Amalia, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Baca Juga
Bank Dunia Naikkan Garis Kemiskinan Global, Orang Miskin RI Tambah Jadi 194 Juta Jiwa?
Amalia menjelaskan, garis kemiskinan yang dimiliki dan digunakan Indonesia dihitung berdasarkan angka kemiskinan dari masing-masing provinsi yang berbeda-beda.
“Sehingga, waktu kita menghitung angka kemiskinan, basisnya bukan national poverty line, tetapi angka kemiskinan di masing-masing provinsi yang kemudian kita agregasi jadi angka nasional,” ujar dia.
Dengan perhitungan seperti itu, akan terlihat standar hidup di Provinsi Jakarta tidak akan sama dengan standar hidup di Papua Selatan.

