Pendapatan Melonjak Hampir Rp 300 Triliun, APBN Berbalik Surplus Rp 4,3 Triliun
JAKARTA, investortrust.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan perkembangan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga April 2025. Pendapatan negara melonjak hampir Rp 300 triliun dibanding hingga Maret, menjadi Rp 810,5 triliun hingga April tahun ini.
Hal ini membalikkan realisasi APBN menjadi surplus Rp 4,3 triliun hingga April 2025. Surplus anggaran ini sekitar 0,02% dari Produk Domestik Bruto (PDB) RI. Sementara itu sebelumnya, realisasi APBN mengalami defisit sejak Januari hingga Maret 2025.
"Pendapatan negara telah mencapai Rp 810,5 triliun, sekitar 27% dari target APBN. Sedangkan belanja negara terealisasi sebesar Rp 806,2 triliun atau 22,3% dari target APBN," kata Menkeu Sri dalam Konpres APBN Kita di Aula Djuanda (Mezzanine), Lantai M, Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan, Jumat (23/05/2025) siang.
Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN 2025, defisit APBN didesain sebesar Rp 616,3 triliun atau 2,53% terhadap PDB.
Baca Juga
Target APBN 2025
Kementerian Keuangan mencatat, pendapatan negara dalam APBN 2025 ditargetkan sebesar Rp 3.005,1 triliun. Ini terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 513,6 triliun.
Sedangkan belanja negara direncanakan sebesar Rp 3.621, triliun. Ini dengan rincian belanja pemerintah pusat sebesar Rp 2.701,4 triliun, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 919,9 triliun.
Defisit anggaran dalam APBN 2025 ditetapkan sebesar Rp 616,2 triliun, atau sekitar 2,5% dari PDB. Sedangkan pembiayaan anggaran direncanakan sebesar Rp 616,2 triliun, yang akan dipenuhi melalui sumber-sumber pembiayaan yang sah sesuai peraturan perundang-undangan.
Ditopang Lonjakan Perpajakan
Berdasarkan paparan Sri Mulyani, pendapatan negara yang mencapai Rp 810,5 triliun per 30 April 2025 atau 27% terhadap target APBN itu ditopang penerimaan perpajakan yang mencapai Rp 657 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 153,3 triliun atau 29,8% dari target APBN 2025.
Penerimaan pajak mencapai Rp 557,1 triliun atau 25,4% dari target penerimaan pajak tahun ini. Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp 100 triliun atau 33,1% dari target APBN 2025.
“Di sini terlihat, bahwa sudah terjadi akselerasi dari pendapatan negara terutama untuk pajak dan bea cukai. Ini mengikuti ritme yang cukup baik,” ujar dia.
Realisasi Belanja Naik
Dari sisi belanja, pemerintah sudah menggelontorkan Rp 806,2 triliun atau 22,3% dari target APBN 2025. Ini terdiri dari belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp 546,8 triliun atau 20,2% dari target APBN 2025 dan Transfer ke Daerah (TKD) yang mencapai Rp 259,4 triliun atau 28,2% dari target APBN.
Belanja pemerintah pusat itu terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp 253,6 triliun dan belanja non-K/L sebesar Rp 293,1 triliun. “Kalau kita lihat, realisasi belanja terutama pemerintah pusat masih berkisar di 20%,” ujar dia.
Melihat perkembangan yang ada, Sri Mulyani menyebut, terjadinya percepatan realisasi pendapatan negara sehingga terjadi surplus pada periode hingga akhir April 2025. Sementara tiga bulan berturut-turut sebelumnya selalu defisit.
“Pada Januari hingga Maret 2025, kita mengalami defisit. Ini karena penerimaan pajak kita mengalami beberapa shock, seperti terkait restitusi dan adjustment terhadap penghitungan tarif efektif rata-rata,” ujar dia.
Per April 2025, Sri menyebut juga mencatatkan surplus keseimbangan primer. Berdasarkan data terakhir, keseimbangan primer tercatat Rp 173,9 triliun.
3 Ditjen Baru Dibentuk
Sementara itu, Antara melaporkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melantik tiga pejabat eselon I untuk menempati posisi di tiga direktorat jenderal (ditjen) atau badan yang baru dibentuk. Pejabat pimpinannya adalah Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu, Dirjen Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Masyita Crystallin, serta Kepala Badan Teknologi, Informasi dan Intelijen Keuangan Suryo Utomo.
“Pada hari ini, Jumat, bulan Mei 2025, saya dengan resmi melantik saudara-saudara dalam jabatan yang baru di lingkungan Kementerian Keuangan,” kata Sri Mulyani dalam sambutan saat Pelantikan Pejabat Eselon I di Gedung Djuanda I, Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat.
Febrio sebelumnya menjabat sebagai kepala Badan Kebijakan Fiskal, sedangkan Masyita merupakan staf khusus menteri keuangan. Sementara, Suryo Utomo sebelumnya menjabat sebagai dirjen Pajak dan kini dipercaya memimpin badan baru yang berfokus pada transformasi digital dan intelijen keuangan.
Penambahan direktorat ini merupakan bagian dari langkah penguatan peran Kemenkeu dalam ekosistem tata kelola keuangan negara. Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani melantik total 22 pejabat eselon I Kementerian Keuangan.
Dirjen Pajak Baru Dituntut Perbaiki Coretax
Sri Mulyani juga menyebut, penerimaan negara yang ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN Tahun Anggaran 2025 akan menghadapi tantangan situasi ekonomi dan sosial serta dinamika global. Untuk itu, dia menyebut peran pejabat eselon I di Kementerian Keuangan tidak hanya mencapai target setoran.
“APBN adalah instrumen yang memiliki kepentingan luar biasa. APBN ini untuk menjamin kebutuhan negara agar bisa dibiayai secara sustain, namun tidak melemahkan ekonomi,” kata Sri Mulyani.
Baca JugaRUU Potong Pajak dan Belanja AS Naik Lolos, Rupiah Makin Perkasa
Sri Mulyani menjelaskan rumpun penerimaan negara yang digawangi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memiliki peran penting. Dua ditjen tersebut kini diawaki pimpinan baru, masing-masing Dirjen Pajak Bimo Wijayanto dan Dirjen BC Djaka Budi Utama, yang telah mendapat arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
“Penerimaan negara adalah andalan, tapi penerimaan negara juga jadi salah satu tantangan utama. Pengelola tugas penerimaan negara harus mampu menjawab target kenaikan tax ratio. Tak hanya itu, untuk Bimo yang menjabat dirjen Pajak, perbaikan sistem Coretax menjadi tantangan lainnya. Perbaikan sistem Coretax diyakini terus memberikan layanan yang lebih mudah ke publik,” ujar dia.
Selain sistem pajak digital yang baru Coretax, Sri Mulyani berharap perbaikan dilakukan terhadap Ceisa, sistem kepabeanan dan cukai yang mengintegrasikan proses administrasi, pengawasan, dan lainnya. Menurut Mantan Managing Director World Bank ini, Ceisa memberikan kemudahan, namun juga kerap dikeluhkan. Itulah sebabnya harus terus diperbaiki
Selain perbaikan sistem, Sri Mulyani berharap Bimo dan Djaka dapat terus menjaga citra DJP dan DJBC. Sebab, dua instansi ini dihadapkan pada kompleksitas masalah, seperti sebagian masyarakat belum paham mengenai cara membayar pajak dan pungutan bea masuk.
“Masyarakat menginginkan penerimaan pajak naik. Tapi, masyarakat dan dunia usaha biasanya juga segan mau bayar pajak. Ini kontradiksi yang harus terus dikelola (diselesaikan),” kata dia.
Sri Mulyani berharap setiap rupiah yang dikumpulkan negara dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, pemerintah juga ingin memastikan persoalan dan tantangan negara dapat dikelola dengan baik.

