Penerimaan Bea Cukai Kuartal I Naik
JAKARTA, investortrust.id - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menyebut pertumbuhan penerimaan kepabeanan dan cukai pada kuartal I-2025 mencapai 9,6% secara tahunan, menjadi Rp 77,5 triliun. Penerimaan ini salah satunya ditopang oleh penerimaan bea keluar yang tumbuh 110,6% secara tahunan.
“Utamanya kenaikan bea keluar, di kuartal I-2025 ini tumbuh 110,6%,” kata Askolani saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR, di gedung Nusantara I, Jakarta, Rabu (07/05/2025).
Baca Juga
PT PII Cetak Rekor Laba Rp 931 Miliar, Pendapatan Melonjak 13% ke Rp 1,49 Triliun
Pemasukan Cukai Rp 57,4 Triliun
Dalam paparannya, bea keluar mencatatkan pemasukan bagi negara sebesar Rp 8,8 triliun. Selain bea keluar, pemasukan dari cukai juga tumbuh 5,3% secara tahunan menjadi Rp 57,4 triliun.
Di sisi lain, penurunan terlihat dari bea masuk. Pemasukan dari bea masuk terkontraksi 5,8% menjadi Rp 11,3 triliun. Realisasi penerimaan bea masuk dipengaruhi oleh turunnya bea masuk komoditas pangan dan mobil listrik pada kuartal I-2025.
“Kalau kita lihat sumber tumbuh negatifnya 2025 yaitu tidak ada kuota impor beras kepada Bulog. 2024, kita masih melakukan impor oleh Bulog, sehingga dari sisi kepabeanan tidak ada bea masuk (dari impor beras),” ujar dia.
Baca Juga
Berdasarkan paparan yang dibagikan, penurunan karena impor beras mencapai 92,1%. Pada 2024, nilai bea masuk dari impor beras sebesar Rp 651,2 miliar. Namun angka ini kemudian melorot hingga Rp 51,2 miliar.
Selain itu, menurut Askolani, yang membuat penerimaan dari bea masuk turun yaitu kebijakan terhadap kendaraan listrik. Pemerintah memiliki kebijakan insentif bea masuk. “Sehingga tarifnya nol, meskipun volumenya banyak,” ujar dia.
Sementara, sumbangan dari bea keluar berasal dari CPO (minyak sawit) dan turunannya. Pada kuartal I-2025, nilai bea masuk dari komoditas ini mencapai Rp 7,89 triliun atau naik 1.145,7% dibanding periode yang sama tahun lalu, sebesar Rp 633 miliar.
Di sisi lain, pembatasan ekspor tembaga turut memengaruhi bea keluar. Realisasi penerimaan dari tembaga pada kuartal I-2025 terkontraksi 76,6%, dari Rp 3,44 triliun pada kuartal I-2024 menjadi Rp 807,7 miliar.
Dari sisi cukai hasil tembakau (CHT), penerimaan negara mencapai Rp 55,7 triliun pada kuartal pertama tahun ini. Meski tumbuh 5,6% secara tahunan karena pelunasan cukai menjelang Lebaran sebesar Rp 4,6 triliun, produksi hasil tembakau turun 4,2% secara tahunan.
“Yang bisa kita lihat adalah kebijakan tarif cukai rokok itu, dilihat 2022 sampai 2024 sudah mulai elastis. Setiap dampak kenaikan tarif cukai rokok membuat produksinya turun,” ujar dia.
Penurunan produksi, menurut Askolani, terjadi pada rokok golongan I. Pada kuartal I-2025, produksi rokok golongan I mencapai 34,7 miliar batang atau turun 10,9% dibanding periode yang sama 2024.
“Secara total, penurunan produksi rokok 4,2% ini utamanya golongan I. Sedangkan golongan II dan III masih mengalami kenaikan (masing-masing) 1,3% dan 7,4%,” kata dia.
Penindakan Rokok Ilegal
Selama kuartal I-2025, Askolani menjelaskan terdapat 2.928 penindakan rokok ilegal. Nilai penindakan ini setara Rp 367,6 miliar.
Untuk cukai dari minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA), Bea Cukai mencatat ada Rp 1,6 triliun pemasukan bagi negara. Tetapi, angka ini turun 7,2% dibandingkan periode Januari-Maret 2024.
“Sampai dengan kuartal I-2025, kami melihat ada tren penurunan produksi sebanyak 8,6% secara tahunan. Untuk impor MMEA meningkat tipis, sekitar 500.000 liter MMEA masuk pada 2025 ini atau naik 12,4% dengan nilai cukai Rp 30,8 miliar,” ujar dia.

