Rupiah Makin Perkasa ke Rp 16.500-an Seusai Sri Mulyani Umumkan Penerimaan Pajak Meningkat
JAKARTA, investortrust.id - Kurs rupiah ditutup menguat signifikan dalam perdagangan Rabu (30/4/2025). Berdasarkan data Jisdor Bank Indonesia (BI), kurs rupiah menguat signifikan 108 poin (0,64%) ke level Rp 16.679 per dolar Amerika Serikat (AS).
Pada perdagangan pasar spot valas, data Yahoo Finance menunjukkan kurs rupiah bergerak menguat 157 poin (0,94%) ke level Rp 16.597 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya Rp 16.754 per dolar AS.
Baca Juga
Manufaktur Tiongkok Anjlok, Korsel Tingkatkan Investasi di Indonesia, Rupiah Perkasa
Pada Maret 2025, pendapatan negara mencapai Rp 516,1 triliun, meningkat dari realisasi penerimaan per akhir Februari 2025 sebesar Rp 316,9 triliun. Peningkatan utamanya ditopang kenaikan penerimaaan perpajakan.
“Jadi dalam waktu 1 bulan saja, pendapatan negara mengalami kenaikan Rp 200 triliun sendiri,” kata Sri Mulyani saat paparan kinerja APBN KiTa edisi April 2025, Rabu (30/4/2025).
Menurut Sri Mulyani, pendapatan negara terkerek dari penerimaan perpajakan. Hingga akhir Maret 2025, penerimaan pajak mencapai Rp 400,1 triliun atau naik 66,43% dibandingkan penerimaan akhir Februari 2025 sebesar Rp 240,4 triliun. “Kenaikan ini terlihat pada penerimaan pajak, dari Rp 187,8 triliun menjadi Rp 322,6 triliun,” ujar dia.
Sedangkan sentimen global, pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi menuturkan, kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang tidak menentu meningkatkan kekhawatiran melemahnya pertumbuhan ekonomi global.
"Hal ini bisa terlihat dari rilis data keyakinan konsumen AS merosot ke level terendah hampir 5 tahun pada April karena meningkatnya kekhawatiran atas tarif, data menunjukkan pada Selasa," ungkap Ibrahim dalam laporan tertulis, Rabu (30/4/2025).
Presiden AS Donald Trump berencana melunakkan dampak tarif otomotifnya dengan mencegah bea masuk pada mobil buatan luar negeri agar tidak tertumpuk dengan tarif lain dan mengurangi pungutan pada suku cadang asing yang digunakan dalam pembuatan mobil.
Selain itu, data indeks manajer pembelian (purchasing manager index/PMI) resmi menunjukkan aktivitas manufaktur China menyusut lebih dari yang diharapkan pada April, sementara aktivitas keseluruhan juga melemah setelah pertukaran tarif yang mengerikan antara Beijing dan Washington.
Baca Juga
"Meskipun data PMI swasta masih menunjukkan beberapa ketahanan dalam aktivitas manufaktur, trennya jelas ekspor China menghadapi penurunan tajam dalam pesanan ekspor luar negeri setelah Trump mengenakan tarif 145% pada barang-barang China," tuturnya.
Data PMI pada Rabu menyoroti dampak perang dagang China-AS terhadap bisnis Tiongkok, yang menyiapkan ekonomi untuk awal yang lemah pada kuartal kedua 2025. Data yang lemah juga memberi lebih banyak tekanan pada Beijing untuk mengeluarkan lebih banyak langkah stimulus.

