Jangan Fabrikasi 80.000 Koperasi Desa, Berisiko Merugikan Keuangan Negara
Oleh Agusdin Pulungan,
Ketua Umum Wahana Masyarakat Tani Nelayan Indonesia
(Wamti)
INVESTORTRUST.ID - Program pemerintah yang akan mencetak 80.000 koperasi di desa -- yang dinamakan Koperasi Desa Merah Putih -- terkesan fabrikasi. Program yang bisa dikatakan sontak muncul ini seperti menangani pencetakan beton secara massal.
Padahal, kita musti sadar bahwa koperasi terdiri dari sekumpulan manusia yang memiliki jiwa dan butuh waktu yang tidak singkat untuk membangun penalaran, pengetahuan, profesionalitas, maupun kredibiltasnya. Koperasi ini bukan benda mati, yang dengan mesin dapat dicetak cepat-cepat menghasilkan puluhan ribu produk dalam waktu kurang dari 5 tahun.
Baca Juga
Asing Memburu SBN Rp 11,13 Triliun Sepekan, Apa yang Terjadi?
Tak Dikendalikan Entitas Eksternal.
Dari sejumlah referensi dapat dirumuskan, konsep sejati dari pendirian koperasi adalah keswadayaan yang digerakkan, dikontrol, dan dimiliki secara demokratis oleh para anggota. Koperasi adalah organisasi yang otonom dan independen, yang berarti mereka tidak dikendalikan oleh entitas eksternal.
Koperasi dibentuk oleh para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi para anggotanya, melalui usaha yang dimiliki bersama. Koperasi memprioritaskan keuntungan bersama, tanggung jawab sosial, dan praktik bisnis yang etis. Entitas ini punya prinsip keanggotaan yang sukarela dan terbuka.
Baca Juga
Terdapat setidaknya tujuh tahap siklus hidup bisnis koperasi, dari mulai konsepsi, rintisan, tahap awal, pertumbuhan, pertumbuhan cepat, tahap pematangan, dan inovasi atau kemunduran. Keberhasilan koperasi sangat tergantung dari cara kerja setiap tahap dan apakah anggotanya mengerti apa yang harus dilakukan selama tahap-tahap tersebut agar berhasil.
Memiliki Karakter Sejati Koperasi?
Sementara itu, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang ditandatangani Presiden Republik Indonesia tanggal 27 Maret, perintah ditujukan kepada Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Menteri Koperasi (Menkop), Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT), Menteri Keuangan (Menkeu), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP), Menteri Kesehatan (Menkes), Menteri Pertanian (Mentan), Menteri Hukum, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Menteri Sosial (Mensos), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta para kepala daerah. Ditegaskan Presiden, perlu langkah strategis, terpadu, terintegrasi, dan terkoordinasi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah guna melakukan optimalisasi dan percepatan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Disebutkan, percepatan pembentukan 80 ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes Merah Putih) adalah bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan berkelanjutan dan pembangunan dari desa. Hal ini dimaksudkan untuk pemerataan ekonomi menuju Indonesia Emas 2045.
Adapun enam instruksi yang diberikan oleh Presiden adalah:
1. Mengambil langkah-langkah komprehensif yang terkoordinasi dan terintegrasi sesuai tugas dan fungsi masing-masing untuk melaksanakan kebijakan strategis optimalisasi dan percepatan pembentukan melalui pendirian, pengembangan, dan revitalisasi 80 ribu Kopdes Merah Putih.
2. Membentuk Kopdes Merah Putih untuk melaksanakan kegiatan meliputi namun tidak terbatas kantor koperasi, pengadaan sembilan bahan pokok (sembako), simpan pinjam, klinik, apotek, cold storage/pergudangan, dan logistik dengan memperhatikan karakteristik, potensi, dan lembaga ekonomi yang telah ada di desa/kelurahan.
3. Mengutamakan pengalokasian dan penggunaan anggaran untuk kegiatan percepatan pembentukan 80 ribu Kopdes Merah Putih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Melakukan percepatan pelaksanaan kebijakan strategis optimalisasi dan percepatan pembentukan Kopdes Merah Putih melalui strategi program yang afirmatif, holistik, dan berkesinambungan.
5. Melakukan strategi percepatan (quick win) dalam rencana kerja kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda) untuk mendukung pembentukan 80 ribu Kopdes Merah Putih secara terukur, akuntabel, dan efisien dengan tetap memperhatikan capaian sasaran program dan kegiatan.
6. Melakukan pertukaran, pemanfaatan, serta integrasi data dan informasi antar K/L dan pemda dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembentukan 80 ribu Kopdes Merah Putih.
Selain itu, Presiden juga memberikan instruksi khusus kepada jajaran terkait sesuai dengan bidang tugas masing-masing. Salah satunya adalah kepada Menko Pangan yang, antara lain, diinstruksikan untuk melakukan sinkronisasi dan koordinasi, serta pengendalian percepatan pembentukan 80 ribu Kopdes Merah Putih. Menko Pangan juga diperintahkan untuk mengoordinasikan pelaksanaan tugas Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pembentukan 80 ribu Kopdes Merah Putih.
Sedangkan perintah yang diberikan kepada Menkop, di antaranya adalah untuk menyusun bisnis model Kopdes Merah Putih; menginventarisasi koperasi yang ada di desa/kelurahan; memberikan fasilitasi pendampingan, edukasi, dan pelatihan sumber daya manusia (SDM) perkoperasian untuk penguatan kapabilitas kelembagaan dan kapasitas usaha Kopdes Merah Putih; serta melakukan monitoring dan evaluasi pembentukan 80 ribu Kopdes Merah Putih.
Ada pula instruksi yang diberikan kepada para gubernur. Ini antara lain mendorong dan memfasilitasi pembentukan serta melakukan sosialisasi, pemantauan, evaluasi, pelaporan, serta pembinaan dan pengawasan terhadap para bupati/wali kota di wilayahnya dalam pelaksanaan pembentukan Kopdes Merah Putih. Sedangkan salah satu instruksi yang ditujukan kepada para bupati/wali kota adalah untuk melakukan sosialisasi, pemantauan, evaluasi, pelaporan, serta pembinaan dan pengawasan kepada pemerintah desa melalui camat dalam pembentukan dan pengelolaan Kopdes Merah Putih.
Dalam Inpres No 9/2025 juga tertuang mengenai pendanaan untuk percepatan pembentukan 80 ribu Kopdes Merah Putih, yang dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Presiden juga menegaskan dalam Inpres yang berlaku sejak tanggal 27 Maret 2025 ini, "Menteri/kepala lembaga dan kepala daerah wajib melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan penuh tanggung jawab dan bersinergi secara aktif. Menteri/kepala lembaga melaporkan hasil pelaksanaan Inpres ini kepada Presiden secara berkala.”
Lalu, apakah dengan model Koperasi Merah Putih seperti itu memiliki karakter sejati dari sebuah koperasi? Sementara itu, dengan estimasi biaya Rp 5 miliar per koperasi, maka total kebutuhan dananya besar mencapai Rp 400 triliun. Sementara, tidak semua desa memiliki sumber daya manusia yang siap mengelola koperasi secara profesional, yang berisiko pada tata kelola yang lemah.
Lebih Baik Bantu Koperasi yang Sedang Terseok-seok
Bila yang dilakukan adalah cara-cara fabrikasi dengan mencetak koperasi secara massif di luar prinsip kesejatiannya, mungkin akan beresiko menuai kegagalan dan sangat merugikan keuangan negara. Kita pun musti memahami bahwa tahapan siklus hidup koperasi membutuhkan waktu yang cukup panjang, bisa bertahun-tahun. Kerja 5 tahun pun bisa dikatakan terlalu berat untuk membuat satu koperasi berhasil berkembang, apalagi 80.000 koperasi.
.
Namun, jika pemerintahan ingin bekerja mendukung berkembangnya koperasi sesuai dengan prinsip sejatinya, maka tentu akan sangat dibutuhkan bagi perkoperasian Indonesia. Bila pemerintah mau bekerja membantu koperasi yang ada di desa yang sedang terseok-seok dan jatuh bangun saat ini, akan lebih diperlukan. Semoga niat pemerintah memang murni untuk membantu memajukan koperasi desa di Tanah Air. ***

