Pertumbuhan Industri China Melambat, Ketidakpastian Tarif Masih Membayangi
BEIJING, investortrust.id – Ekonomi China pada April menunjukkan sinyal perlambatan, dengan pertumbuhan output industri dan konsumsi domestik melemah dibanding bulan sebelumnya. Meski demikian, output pabrik masih melampaui ekspektasi analis. Hal ini memberi harapan bahwa fondasi manufaktur belum benar-benar terguncang oleh tekanan eksternal.
Baca Juga
Ekspor China April Melonjak Didukung Permintaan dari Asia Tenggara
Output industri naik 6,1% secara tahunan pada April, turun dari 7,7% di bulan sebelumnya namun lebih baik dari proyeksi pasar sebesar 5,5%. Di sisi lain, penjualan ritel hanya tumbuh 5,1%, melambat dari 5,9% pada Maret dan di bawah ekspektasi 5,5%.
“Konsumsi mendapat dorongan dari kebijakan pemerintah, tapi ketidakpastian global tetap menahan belanja rumah tangga,” ujar analis ekonomi dari Shanghai Securities, Zhang Yuwei, dikutip dari Reuters, Senin (19/1/2025).
Investasi Melambat
Meskipun Beijing dan Washington telah menyepakati jeda tarif selama 90 hari, ekonomi China belum sepenuhnya keluar dari bayang-bayang perang dagang. Tarif tambahan sebesar 30% tetap berlaku, dan investor masih mencemaskan arah kebijakan Presiden Trump yang dinilai sulit ditebak.
Baca Juga
Terobosan Perang Dagang: AS-China Sepakat Pangkas Tarif Selama 90 Hari
“Pendekatan Trump yang fluktuatif menciptakan ketidakpastian pada pelaku ekspor,” kata seorang eksekutif manufaktur di Guangdong yang enggan disebutkan namanya.
Investasi aset tetap hanya naik 4,0% dalam empat bulan pertama tahun ini, sedikit di bawah ekspektasi. Namun pasar tenaga kerja menunjukkan perbaikan, dengan tingkat pengangguran turun ke 5,1%. Meski demikian, laporan lapangan menyebutkan beberapa pabrik mulai mengurangi jam kerja dan memulangkan sebagian karyawan akibat pesanan ekspor yang merosot.
Stimulus Tambahan
Menanggapi tekanan eksternal, otoritas China awal bulan ini telah mengumumkan paket stimulus yang mencakup pemangkasan suku bunga dan injeksi likuiditas untuk mendukung pertumbuhan. Langkah ini diumumkan sebelum kesepakatan dagang tercapai di Jenewa, menandai langkah antisipatif pemerintah terhadap potensi guncangan jangka panjang.
“Pertemuan Politbiro Juli mendatang akan menjadi titik kritis untuk arah kebijakan fiskal dan moneter,” tulis tim riset Goldman Sachs dalam catatan kepada klien.
Dengan target pertumbuhan ekonomi sekitar 5% tahun ini, Beijing tampak masih percaya diri. Namun tanda-tanda perlambatan konsumsi, pelemahan kredit perbankan, dan tekanan tarif yang belum sepenuhnya mereda menunjukkan jalan pemulihan ekonomi China belum sepenuhnya mulus.

