Indef Minta Pemerintah Ubah Paradigma dan Bikin Kementerian Ekonomi Syariah, Ini Tujuannya
JAKARTA, investortrust.id - Center for Sharia Economic Development Institute for Development of Economic and Finance (CSED Indef) mendesak para pemangku kepentingan mengubah paradigma ekonomi syariah Indonesia. Di sisi lain, untuk mengakselerasi ekonomi syariah, pemerintah perlu membentuk Kementerian Ekonomi Syariah, atau minimal unit kerja presiden.
Kepala CSED Indef, Nur Hidayah menjelaskan, pembangunan dan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia harus dimulai dari perubahan paradigma makro. Bukan semata kelembagaan, tapi menyusun ulang ruang struktural yang selama ini membatasi kontribusi sektor ini terhadap pertumbuhan nasional.
“Ekonomi syariah harus ditempatkan sebagai bagian integral dari strategi pembangunan nasional, bukan kompartemen terpisah dengan jargon keagamaan semata,” kata Nur dalam Press Conference Indef: "Arah Baru Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia Menjelang Mukatamar Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) 2025” di Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Baca Juga
OJK Ungkap Perbankan Syariah Tetap Tunjukkan Ketahanan di Tengah kebijakan Tarif Trump
Berdasarkan kajian CSED Indef, kontribusi ekonomi syariah terhadap produk domestik bruto (PDB) masih minim, di bawah 10%. Padahal, mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, sehingga kondisi itu bisa memunculkan disparitas antara potensi dan aktualisasi.
“Ini terbukti dari sumbangan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf) terhadap pembangunan nasional yang masih terbilang kecil,” ujar Nur Hidayah dalam jumpa pers yang dipandu ekonom senior Indef, Prof Didik J Rachbini tersebut.
Data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang dikutip CSED Indef menunjukkan, sumbangan ziswaf baru mencapai 3,2% dari potensi senilai total Rp 327 triliun. “Padahal jika dikelola optimal, ziswaf dalam kerangka fiskal nasional bisa menjadi quasi-public fund (dana kuasi publik) untuk pembangunan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi hijau,” tutur Nur.
Selain itu, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kontribusi sektor keuangan syariah terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih minim dan baru menyentuh sektor-sektor produktif utama, seperti pertanian, maritim, dan manufaktur halal.
Fakta ini, kata Nur Hidayah, memperlihatkan ekonomi syariah masih terjebak dalam pendekatan sektoral yang hanya fokus pada keuangan syariah atau industri halal. Pola ini tak diikuti pendekatan integratif yang menggabungkan dimensi fiskal, moneter, sosial, dan spasial.
Baca Juga
Begini Upaya OJK Dorong Kolaborasi untuk Tingkatkan Industri Keuangan Syariah
“Masalah mendasarnya adalah ekosistem kebijakan dan tata kelola. Kita perlu menciptakan sinergi antara perbankan syariah, fintech, industri halal, sistem distribusi, dan regulasi fiskal,” ucap dia.
Melihat masalah yang muncul, Nur menilai terdapat empat agenda prioritas yang perlu dibicarakan saat Muktamar IAEI 2025. Pertama, yaitu menyusun strategi besar ekonomi syariah 2025-2035 berbasis Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Sustainable Development Goals (SDGs), dan maqasid al-sharia.
Agenda kedua, menurut Nur, adalah menuntut kehadiran Undang-Undang (UU) Ekonomi Syariah Nasional sebagai dasar hukum pengembangan ekosistem syariah secara lintas sektor. Ketiga, mendorong integrasi vertikal-horizontal antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan ekonomi syariah yang berbasis potensi wilayah.
“Agenda keempat yaitu menguatkan peran IAEI sebagai policy think tank dan policy influencer utama pemerintah, bukan sekadar forum akademik,” tegas dia.
Peneliti CSED Indef, Handi Risza menjelaskan, ekonomi syariah di Indonesia perlu memperbaiki beberapa hal. Salah satunya, perlu dilakukan integrasi sistemik dan regulatoris dengan membentuk Kementerian Ekonomi Syariah atau minimal unit kerja presiden. Dengan begitu, ekonomi syariah lintas sektor dapat diawasi.
Baca Juga
Lewat GIFS 2025 Rosan Optimistis Bisa Dongkrak Inklusi Keuangan Syariah
Handi juga mendesak pemerintah mengintegrasikan sistem sertifikasi halal, pembiayaan syariah, dan distribusi berbasis rantai pasok (supply chain) digital halal. “Langkah ini perlu didukung revitalisasi kurikulum ekonomi syariah serta peningkatan dana riset dari APBN dan industri untuk menciptakan policy-based evidence,” ujar dia.
Handi juga meminta agar ekosistem ekonomi syariah mengakselerasi digitalisasi melalui pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dan blockchain dengan prinsip maqashid al-shariah.
“Dengan begitu, filantropi dan ekosistem keuangan syariah dapat terhubung dengan ziswaf dan program pengentasan kemiskinan, pengembangan UMKM, dan ekonomi hijau,” papar dia.

