Pakar Ingatkan Pentingnya Siapkan Masyarakat Lokal Jika Tambang Batu Bara Ditutup
JAKARTA, Investortrust.id -- Direktur Center for Sustainability Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Hanafi S Guciano mengatakan bahwa dampak sosial ekonomi dari penutupan tambang batu bara kerap dilupakan oleh banyak pihak. Sehingga dibutuhkan upaya untuk mempersiapkan masyarakat lokal dengan keterampilan yang tak hanya mengandalkan pemanfaatan sisi ekonomi komoditas batu bara.
"Pasca tambang ini kadang-kadang suka dilupakan orang. Kalau mematikan tambang itu oke-oke aja, padahal dampak sosial ekonominya sangat besar," kata Hanafi, dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Investortrust.id bertajuk "Batu Bara dan Kedaulatan Energi Nasional" Rabu (28/5/2025).
Ia mengungkapkan yang paling dirugikan dari penutupan lokasi tambang batu bara adalah masyarakat lokal. Sebab bekas lokasi tambang akan berubah menjadi 'kota hantu'. Disebut kota hantu karena penambang rata-rata bukan warga sekitar, melainkan datang dari kota lain.

"Sehingga kalau tambangnya ditutup, otomatis mereka pulang. Dan yang kasihan itu warga lokal, karena dia tergantung. UKM mereka, ekonomi mereka, sosial mereka sangat tergantung dari (operasi tambang) di situ," ujarnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka ia menilai perlu ada pelatihan terhadap warga setempat. Sehingga apabila tambang sewaktu-waktu harus ditutup, maka wilayah bekas tambang tersebut tidak menjadi 'kota hantu'.
"Jadi kalau misalnya tambang itu ditutup mereka tidak di-training atau di-retraining, tidak ada pilihan lain. Otomatis ya itu menjadi 'kota hantu'. Apakah itu satu cita-cita dari pemerintah?" ungkapnya.

Ia mencontohkan kasus penutupan tambang batu bara di Sawahlunto, Sumater Barat pada 2022 lalu, yang berdampak secara sosial dan ekonomi. "Karena masyarakatnya tidak pernah di-training untuk cara penghidupan yang lain. Sehingga dia tidak bisa melakukan sesuatu yang berbeda," katanya.
Selain itu, ia menilai pelaku usaha tambang juga merasa tidak berkepentingan untuk mereklamasi bekas tambang. Begitu upaya reklamasi dilakukan, sebagian besar pelaku industri justru mengalami persoalan pada anggaran. Hal ini terjadi karena biasanya pengajuan izin untuk reklamasi dilakukan belakangan. Padahal pengajuan izin reklamasi idealnya sudah diajukan di saat awal eksplorasi.

"Karena kalau di depan itu kita bisa tahu, kalau dana yang akan dititipkan itu jumlahnya besar. Dan kalau sekarang dititipkan sebagai deposito mati, artinya tidak ada bunga. Karena peraturan dari BI dan dititipkan ke bank, itu sangat sayang. Padahal harga-harga teknologi, peralatan, harganya berubah, sementara uangnya tetap. Sehingga kalau misalnya nanti pada saat dia harus melakukan reklamasi, ya tidak cukup uangnya," ungkapnya.
Bekas wilayah tambang yang tidak direklamasi hanya akan menyisakan lubang, yang nantinya hanya akan meninggalkan masalah bagi pemerintah daerah.
"Akibatnya nanti adalah, pemerintah daerah yang kena akibat," tuturnya.

