Pakar: Pengelolaan Pasca Tambang Harus Terintegrasi dengan Transisi Energi Berkelanjutan
JAKARTA, Investortrust.id -- Direktur Center for Suistainability Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Hanafi S Guciano menekankan pentingnya pengelolaan pasca tambang sebagai bagian integral dari transisi energi yang berkelanjutan. Menurutnya transisi energi bukan hanya soal peralihan sumber energi, melainkan juga soal keadilan sosial dan keberlanjutan ekonomi bagi masyarakat di sekitar wilayah tambang.
"Tambang itu adalah sumber kita masa lalu dan sekarang. Tetapi untuk transisi ke depan nggak bisa langsung otomatis, harus bertahap," kata Hanafi dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Investortrust bertajuk "Batu Bara dan Kedaulatan Energi Nasional" di Jakarta, Rabu (28/5/2025).
Hanafi menuturkan bahwa pengelolaan pasca tambang harus melibatkan berbagai aspek, termasuk lingkungan, Pendapatan Asli Daerah (PAD), tenaga kerja, dan keberlanjutan ekonomi lokal. Jika tambang habis dan masyarakat sekitar tidak mendapat pelatihan ulang atau pekerjaan alternatif, maka dikhawatirkan akan menciptakan masalah sosial baru.

"Jangan sampai mereka begitu tambangnya habis, mereka menjadi korban, tidak ada pekerjaan, pengangguran, masalah sosialnya banyak," ucapnya.
Ia menyebut bahwa banyak pihak hanya melihat tambang dari sisi lingkungan dan iklim. Padahal, menurutnya, dampak sosial ekonomi pasca tambang juga harus menjadi perhatian. Salah satu contohnya yakni lubang-lubang akibat aktivitas tambang yang dibiarkan tanpa reklamasi yang jelas.

Dirinya kemudian mendorong pengembangan teknologi terapan yang dapat memberikan nilai tambah pada batu bara berkalori rendah, seperti grafena dan karbon aktif. "Karbon aktif ini sangat laku untuk alternatif, apakah itu pupuk atau kemudian juga bahan-bahan di sektor pertahanan. Tapi belum dilihat sebagai alternatif. Nah ini yang akan dijadikan alternatif bagi masyarakat pasca tambang, yang ada di lokasi tambang," ungkapnya.
Kemudian dirinya juga menyoroti perlunya reformasi dalam pengelolaan dana reklamasi tambang. Saat ini, dana yang dititipkan ke pemerintah cenderung tidak berkembang karena disimpan dalam bentuk deposito pasif.

"Seharusnya pemerintah bikin satu lembaga, ya kayak fund manager lah, jangan taruh di deposit yang mati, yang enggak ada bunganya, karena buang itu selama 20 tahun itu nilainya berkurang. Padahal saat dia melakukan reklamasi, dananya tiba-tiba enggak cukup, sehingga reklamasinya enggak full, sehingga meninggalkan bencana dan dapat cost lagi bagi pemerintah daerah," tuturnya. (Febrianto Adi Saputro)

