Harga Minyak Naik Saat Dunia Menanti Kepastian AS-Tiongkok
JAKARTA, Investortrust.id - Harga minyak naik tipis pada Selasa (10/6/2025) pagi karena pelaku pasar menunggu hasil perundingan AS-Tiongkok yang dapat membuka jalan meredakan ketegangan perdagangan sehingga meningkatkan permintaan bahan bakar.
Dilansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik tipis 12 sen menjadi US$ 67,16 per barel pada pukul 00.41 GMT atau 07.41 WIB, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) acuan AS diperdagangkan naik 13 sen menjadi US$ 65,42, setelah mencapai level tertinggi sejak 4 April di awal sesi.
Pada Senin, Brent naik ke US$ 67,19, tertinggi sejak 28 April, didukung prospek kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok.
Baca Juga
Harga Minyak Dunia Naik, Investor Pantau Pertemuan "Pembantu" Trump–Xi di London
Pembicaraan perdagangan AS-Tiongkok akan dilanjutkan pada hari kedua di London. Para pejabat tinggi berupaya meredakan ketegangan yang telah meluas dari tarif hingga pembatasan tanah jarang. Hal ini berisiko menimbulkan gangguan pada rantai pasokan global dan melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Senin (9/5/2025) bahwa pembicaraan berjalan dengan baik berdasarkan laporan dari timnya di London.
Adapun kesepakatan perdagangan AS dan China dapat mendukung prospek ekonomi global dan meningkatkan permintaan komoditas termasuk minyak.
Di tempat lain, Iran mengatakan segera menyerahkan usulan balasan terkait kesepakatan nuklir kepada AS sebagai tanggapan atas tawaran AS yang dianggap Teheran tidak dapat diterima. Sementara Trump menjelaskan bahwa kedua belah pihak masih berselisih pendapat mengenai apakah negara itu akan diizinkan untuk terus memperkaya uranium di tanah Iran.
Iran adalah produsen terbesar ketiga di antara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Pelonggaran sanksi AS terhadap Iran akan memungkinkannya mengekspor lebih banyak minyak sehingga membebani harga global.
Baca Juga
Sementara itu, survei Reuters menemukan bahwa produksi minyak OPEC naik pada Mei meskipun terbatas karena Irak memompa di bawah target untuk mengkompensasi kelebihan produksi sebelumnya. Sementara Arab Saudi serta Uni Emirat Arab memproduksi lebih kecil dari yang diizinkan.
OPEC+, yang memproduksi sekitar setengah dari minyak dunia dan mencakup anggota OPEC serta Rusia, tengah mempercepat rencana menghentikan pemotongan produksi terbaru.
"Prospek kenaikan lebih lanjut pasokan OPEC terus menghantui pasar," kata analis strategi komoditas senior di ANZ Daniel Hynes.

