Geotermal Indonesia Bisa Jadi Nomor 1 Dunia Salip AS! Syaratnya "Sedot" Subsidi BBM Dahulu
JAKARTA, investortrust.id - Pengamat Energi Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmato menilai, pemerintah harus memberikan subsidi jika ingin mendorong pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) atau geotermal. Salah satu opsi yang bisa dipilih mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM). Jika ini dilakukan, Indonesia bisa menjadi raja geotermal dunia menyalip Amerika Serikat (AS).
Dia menyampaikan, jika pemerintah benar-benar ingin fokus dalam transisi energi dan menuju net zero emission (NZE), dibutuhkan kebijakan yang berjalan ke arah tersebut, termasuk mengalokasikan anggaran.
Baca Juga
Pacu Panas Bumi 1,7 GW, PGE Bocorkan Cara Cepat Monetisasi Geotermal
“Geotermal itu kan comparative advantages buat Indonesia untuk pengembangan energi terbarukan. Khususnya untuk listrik harusnya geotermal mendapat prioritas dari pemerintah, dimasukkan ke dalam RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik), lalu mendapat dukungan konkret dari pemerintah dalam bentuk menanggung selisih keekonomian yang belum tercapai,” kata Pri Agung kepada Investortrust, dikutip Senin (19/5/2025).
Diketahui, total anggaran subsidi dan kompensasi yang yang disiapkan pemerintah dalam APBN 2025 adalah Rp 394,3 triliun untuk sektor energi. Bila diperinci, target anggaran subsidi BBM sebesar Rp 26,7 triliun, LPG Rp 87 triliun, dan listrik Rp 89,7 triliun.
Sementara itu, untuk kompensasi disiapkan sebesar Rp 190,9 triliun. Sebagai pembanding, selama periode Januari hingga Desember 2024, pemerintah telah menggelontorkan Rp 386,9 triliun untuk subsidi energi.
“Itu (untuk mengurangi porsi subsisidi BBM) pilihan politik memang, politik anggaran, politik kebijakan energi juga. Pada akhirnya nanti tetap harus ada, seiring perkembangan zaman, kebutuhan energi hijau kan juga tidak bisa dihindari,” ujar Pri Agung.
Kendati demikian, dia menilai, keputusan pemerintah memberikan porsi lebih banyak pada subsidi BBM adalah hal yang bisa dimaklumi. Sebab, kebijakan itu dibuat berdasarkan pilihan masyarakat yang masih banyak menggunakan kendaraan berbahan bakar minyak.
“Itu pilihan kita. Saya sebut pilihan kita karena bukan hanya pemerintah, kita sendiri juga menghendaki seperti itu secara tidak langsung. Jadi ada fiskal ratusan triliun setiap tahun yang digelontorkan oleh APBN untuk menanggung selisih, yang kita pilih sekarang adalah BBM," ungkapnya.
Meski begitu, Pri Agung menyebut bahwa perubahan prioritas alokasi subsidi energi bisa dilakukan secara bertahap. Dalam arti, subsidi BBM bukan benar-benar langsung dihilangkan, tetapi dikurangi secara bertahap. Sebab, pengembangan PLTP membutuhkan biaya tidak sedikit.
Baca Juga
Potensi Raksasa Geotermal Indonesia Terkurung 'Single Buyer', PLTP Sulit Tumbuh?
“Anda bisa bayangkan kalau ini sebagian di antaranya dialokasikan, dipilih untuk pengembangan energi terbarukan dalam hal ini geotermal, ya geotermalnya akan cepat membalap menjadi nomor satu di dunia,” kata Pri Agung.
Saat ini Indonesia menempati posisi kedua dengan PLTP terpasang sebesar 2,68 gigawatt (GW). Sementara itu, AS yang sekarang menjadi negara dengan pembangkit panas bumi terbesar di dunia memiliki kapasitas terpasang 3,6 GW.
Disebutkan bahwa butuh investasi sekitar US$ 5,3 juta untuk mengembangkan PLTP per 1 megawatt (MW). Pemerintah sendiri manargetkan pengembangan kapasitas PLTP mencapai 10,5 GW pada 2035.

