Subsidi Jadi Komponen Wajib Jika Ingin Pembangkit Geotermal Tumbuh
JAKARTA, investortrust.id - Pengamat Energi Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto menyebut pemerintah harus memberikan subsidi jika ingin pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) atau geothermal bertumbuh, mengingat besarnya investasi untuk pengembangan pembangkit ini.
Disampaikan Pri Agung, biaya operasional PLTP sebetulnya lebih murah jika dibandingkan pembangkit yang lain. Namun, dari sisi life cycle dalam proses untuk menghasilkan energi inilah yang realatif mahal.
“Jadi dalam hal pembangkit listrik, ini yang bikin mahal karena life cycle tadi. Sedangkan, harga listrik di Indonesia belum memasukkan--yang di dalam teori ekonomi disebut elemen eksternalitas-- yang harusnya sudah diinternalisasi menjadi komponen harga listrik,” jelas Pri Agung dalam acara Pertamina Geothermal Energy-Investortrust Youth Seminar Financial Literacy, Kamis (15/5/2025).
Menurut Pri Agung, mestinya elemen eksternalitas juga dimasukkan ke dalam komponen pricing policy pemerintah. Untuk energi panas bumi sendiri, elemen eksternalitas itu meliputi benefit lingkungan serta kemampuan menyerap emisi dan menghasilkan emisi yang lebih rendah.
Baca Juga
Potensi Raksasa Geotermal Indonesia Terkurung 'Single Buyer', PLTP Sulit Tumbuh?
“Jadi kalau misalnya batu bara itu Rp 900 per kwh, panas bumi Rp 1.400 per kwh. Batu bara ini mestinya harus juga memasukkan eksternalitas negatif yang ditimbulkannya. Misalnya emisi yang lebih besar. Sehingga ketika eksternalitas negatif itu dimasukkan harganya mungkin sudah bukan lagi Rp 900 per kwh, tetapi menjadi Rp 1.500 atau lebih tinggi daripada yang dihasilkan panas bumi,” ujarnya.
Pri Agung juga mengatakan masih ada gap antara keekonomian dengan pricing policy di pembangkit berbasis panas bumi, termasuk pada upaya pengembangan lapangan panas bumi hingga bisa menghasilkan energi.
“Jadi pemerintah mengeluarkan patokan harga listrik panas bumi. Tapi itu patokan. Finalnya berapa adalah kesepakatan jual beli antara pengembang panas bumi, PGE di sini salah satunya, kemudian dengan pembelinya, dalam konteks ini terutama PLN. Nah di situ ada gap,” papar dia.
Lebih lanjut Pri Agung menerangkan, berdasarkan teori ekonomi, jika gap tersebut tidak bisa bekerja atau mekanisme pasar tidak bisa bekerja sendiri, maka harus ada intervensi dari pemerintah secara proporsional.
“Bentuknya apa sih intervensi itu? Ya sederhana, subsidi. Jadi harus ada yang menanggung selisih harga tersebut. Maka kemudian (PLTP) akan tumbuh cepat berkembang kalau pemerintah yang memberikan menanggung selisih tadi,” ucap Pri Agung.

