Ketua Apindo Beberkan Dampak Besar Premanisme di Industri Jika Tak Segera Dihilangkan
JAKARTA, investortrust.id - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyebutkan gangguan aksi premanisme yang mengatasnamakan organisasi masyarakat (ormas) terhadap industri manufaktur dapat berdampak luas.
Shinta menjelaskan, premanisme yang terus dibiarkan tah hanya menyebabkan perusahaan mengalami kerugian secara finansial, dan tambahan biaya. Hal ini akan menimbulkan potensi batalnya investasi masuk ke Tanah Air.
“Di sektor padat karya seperti manufaktur, setiap gangguan terhadap proyek atau pabrik bisa berdampak pada batalnya investasi yang berarti hilangnya ribuan peluang kerja langsung dan tidak langsung,” ucap Shinta kepada investortrust.id, Senin (12/5/2025).
“Ketika investasi batal atau terganggu, multiplier effect terhadap perekonomian lokal pun ikut terhenti, seperti dampak kepada ekosistem rantai pasok dan sektor pendukung seperti logistik, konstruksi, hingga UMKM lokal,” imbuhnya.
Selain itu, Shinta juga menyoroti jumlah tenaga kerja yang diserap pada industri manufaktur. Berdasarkan data Sakernas, sektor industri manufaktur masih menjadi penyerap tenaga kerja terbesar ketiga setelah pertanian dan perdagangan, yakni pada 2024, sektor ini menyerap hingga 20 juta pekerja.
Baca Juga
Apindo Nilai Satgas Anti Premanisme Sinyal Positif Bagi Pengusaha, Dibutuhkan Langkah Konkret Ini
Oleh sebab itu, menurut Shinta, gangguan aksi premanisme terhadap sektor industri manufaktur tidak bisa dianggap enteng. Ia mengatakan hingga saat ini, dunia usaha terus berupaya mengambil langkah konkret untuk menghadapi tantangan tersebut.
“Antara lain melalui koordinasi intensif dengan aparat keamanan, pelibatan masyarakat lokal secara lebih terstruktur dalam ekosistem investasi, serta advokasi aktif kepada pemerintah pusat dan daerah untuk penguatan penegakan hukum,” terangnya.
Lebih lanjut, menurut Shinta, permasalahan aksi premanisme ini tidak cukup hanya mengandalkan ketegasan dari pengusaha saja. Premanisme adalah masalah ketertiban umum, supremasi hukum, dan kondisi sosial masyarakat.
“Oleh karena itu, diperlukabn tindakan tegas dan konsisten dari aparat negara maupun pemerintah setempat untuk memastikan bahwa dunia usaha dapat beroperasi dalam lingkungan yang aman, adil, dan bebas dari tekanan eksternal,” papar Shinta.

