BGN Terapkan Prosedur Standar Operasi Lebih Ketat bagi SPPG, Apa Saja?
BANDUNG, Investortrust.id - Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana akan menerapkan Standard Operating Procedure (SOP) atau Prosedur Operasional Standar yang lebih ketat pada semua unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Peningkatan standar ini dilakukan agar tak lagi ditemui masalah dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
"Untuk pengetatan akibat kejadian selama ini, kita mulai meningkatkan SOP semakin ketat, transparan, cepat, tepat waktu,” kata Dadan di Kabupaten Bandung, Senin (19/5/2025).
Adapun sejumlah prosedur penyediaan MBG di tingkat SPPG yang diperketat adalah mempersingkat antara waktu produksi dengan pengiriman, dan memberlakukan protokol keamanan saat proses pengantaran dari dapur ke sekolah.
Selanjutnya, kata Dadan, ditetapkan waktu maksimum pengantaran untuk menjaga kualitas makanan. BGN juga akan memperketat mekanisme distribusi di sekolah, termasuk penyimpanan dan penyerahan kepada siswa, termasuk menetapkan batas toleransi waktu antara makanan diterima dan waktu dikonsumsi.
"Jadi, delivery-nya harus cepat. Kemudian sampai di sekolah tidak boleh terlalu lama juga disimpan. Jadi, harus langsung dimakan," ucap Dadan seperti dikutip Antara.
Makanan dalam program MBG juga diwajibkan menjalani uji organoleptik (tampilan, aroma, rasa, dan tekstur) sebelum dibagikan.
Baca Juga
"Kita harus melakukan uji organoleptik. Jadi, sebelum dibagikan itu harus dibuka, dicium, dirasakan kalau bagus kita langsung lanjutkan kalau jelek langsung ditarik," katanya.
Yang tak kalah penting, kata dia, secara rutin akan dilakukan pelatihan bagi para penjamah makanan. Penjamah makanan adalah seseorang yang menangani makanan secara langsung, baik dalam proses menyiapkan, mengolah, menyajikan, maupun menyimpan makanan, terutama dalam konteks pelayanan makanan untuk umum. Hal ini dirasa penting mengingat banyak kejadian yang ada di SPPG dalam periode dua hingga tiga bulan kegiatan penyediaan MBG.
"Kita lihat demikian, karena mungkin menganggap bahwa itu menjadi kegiatan rutin. Sehingga kita putuskan setiap dua bulan harus ada penyegaran melalui pelatihan penjamah makanan. Itu kerja sama dengan pemda, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan, kemudian Ketahanan Pangan, BPOM, dan lain-lain. Pelatihan dilakukan tiap bulan pada Sabtu dan Minggu," ujarnya.
Selain meningkatkan SOP, kata Dadan, aspek organisasi juga menjadi perhatian termasuk soal transparansi dana yang dibuat semakin mudah dan akuntabel. Saat ini, ujarnya, tidak diperkenankan SPPG beroperasi sebelum memiliki rekening virtual (virtual account) yang diverifikasi dua pihak dan uang muka yang dibayarkan untuk 10 hari ke depan.
"Jadi, sekarang itu UMKM mudah. Karena untuk modalnya kita beri 10 hari ke depan, kurang lebih Rp450 juta. Dan bisa dipertanggungjawabkan selama 10 hari. Kemudian dia harus mengusulkan proposal yang berkelanjutan. Sehingga tidak ada uang mitra yang digunakan untuk mengolah makanan menjadi program makanan bergizi," tuturnya.
Sebelumnya, pada awal Mei 2025, sebanyak 400 pelajar diduga mengalami keracunan menu MBG di Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya. Data tersebut diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya. Pelajar yang terdampak berasal dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, hingga SMP.
Sementara itu, berdasarkan catatan KPAI, dalam kurun waktu tiga bulan sejak Program MBG berjalan, tercatat sedikitnya 320 siswa diduga keracunan makanan dari paket MBG yang dibagikan kepada siswa di beberapa daerah. Dengan kata lain, sekitar 0,0156 persen kasus jika dibandingkan dengan penerima manfaat Program MBG yang mencapai sebanyak 2,05 juta anak per Maret 2025.

