Kemenkomdigi: UU ITE Masih Jadi Rujukan Tangani Deepfake
JAKARTA, investortrust.id - Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) menyatakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) masih menjadi rujukan utama dalam menangani kejahatan digital berbasis teknologi deepfake. Hal ini karena belum ada regulasi khusus yang secara komprehensif mengatur etika penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Indonesia.
“Undang-undang ITE untuk saat ini bisa digunakan untuk menangani permasalahan di deepfake tersebut utamanya yang terkait dengan pornografi,” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, kepada awak media Jumat (9/5/2025).
Baca Juga
Kemenkomdigi menegaskan penggunaan AI dalam konteks deepfake kerap kali dimanfaatkan sebagai alat untuk melanggar hukum.
“Kalau deepfake mungkin bisa kita analogikan sebagai orang menggunakan AI untuk melakukan kejahatan. Jadi dia digunakan sebagai tools,” jelas Alex.
Deepfake sendiri merupakan media palsu berbasis AI yang mampu mereplikasi wajah dan suara manusia secara realistis dalam bentuk video, gambar, atau audio. Teknologi ini tengah menjadi perhatian serius karena sering digunakan untuk menyebarkan informasi palsu, konten pornografi, hingga penipuan daring.
Alex menjelaskan, pendekatan penanganan deepfake oleh Kemenkomdigi juga berada dalam kerangka kejahatan siber yang memposisikan teknologi sebagai alat maupun sasaran kejahatan. Untuk itu, sinergi antara kementerian dan aparat hukum dinilai krusial dalam menanggulangi tantangan ini.
Mantan petinggi Densus 88 itu mengakui perumusan kebijakan khusus mengenai AI dan etika penggunaannya saat ini masih dalam tahap kajian antarinstansi.
Sementara itu, Enterprise Group Manager Kaspersky, Dony Koesmandarin menyebut deepfake yang umum terjadi pada dunia finansial bisa dilakukan dengan meniru suara atau gaya penulisan orang lain. Sayangnya, Dony menyebut tidak ada jalan pintas untuk mengatasi bahaya deepfake.
Ia pun menyarankan perlu adanya edukasi tentang bahaya dan ancaman deepfake. Publik pun diharapkan dapat lebih berhati-hati dalam mencerna informasi yang didapatkan, terutama dari sumber-sumber yang tidak kredibel. (C-13)

