Analis Ungkap Pemicu Kejatuhan IHSG Sesi I Hari Ini, Faktor Ini Mendominasi
JAKARTA, investortrust.id – Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS bersamaan dengan aksi ambil untung (profit taking) menjadi faktor utama pemicu penurunan dalam indeks harga saham gabungan (IHSG) sesi I, Senin (2/6/2025), sebanyak 121,64 poin (1,70%) menjadi 7.054.
Koreksi ini bisa menjadi alarm awal bahwa pasar sedang mengalami tekanan kuat, baik dari faktor eksternal maupun internal. Pengamat Pasar Modal Panin Sekuritas Reydi Octa mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kini berada di level Rp 16.315 per dolar AS menjadi satu dari beberapa faktor penekan indeks pada sesi I hari ini.
Baca Juga
Saham 4 Bank Besar Ini Anjlok Sesi I, Simak kembali Target Harganya
Tak hanya itu, menurut dia, setelah mencatatkan reli panjang selama satu bulan terakhir, investor mulai merealisasikan profit taking, terutama di sektor-sektor yang sebelumnya mencatatkan penguatan signifikan. "Aksi profit taking dari investor setelah masa bullish yang panjang selama periode satu bulan terakhir," kata Reydi kepada investortrust.id, Senin, (2/6/2025).
Selain itu, Reydi menyoroti, adanya periode libur panjang membuat sebagian besar investor memilih untuk bersikap hati-hati. "Libur panjang yang menjadikan investor lebih wait and see, karena ketidakpastian ekonomi eksternal maupun internal, investor mengantisipasi apabila terjadi gejolak akibat sentimen negatif di saat hari libur bursa," tuturnya.
Tekanan berikutnya, kata Reydi, dari harga komoditas utama, seperti batu bara mengalami penurunan, sehingga berdampak langsung pada kinerja saham-saham berbasis komoditas. Penurunan ini menambah tekanan terhadap IHSG, mengingat sektor energi menjadi salah satu penopang utama indeks dalam beberapa bulan terakhir.
Baca Juga
OJK Ungkap 5 Perusahaan Lighthouse Siapkan IPO Saham, Satunya Anak Usaha Chandra Asri (TPIA)
Pelaku pasar juga dikejutkan oleh rilis data ekonomi Indonesia yang di bawah ekspektasi. Di antaranya, surplus neraca peradgangan US$ 0,15 miliar, jauh di bawah proyeksi konsensus yang berada di US$ 3,41 miliar.
Selain itu, data inflasi Indonesia pada Mei menunjukkan deflasi sebesar 0,37% secara bulanan (mom) dapat diartikan sebagai berkurangnya tekanan harga, namun juga mencerminkan lemahnya permintaan domestik.
"Dalam minggu ini potensi IHSG masih akan mengalami pelemahan. Namun, dapat tetap diperhatikan aliran dana asing dalam beberapa hari kedepan, apabila aliran dana asing tetap konsisten masuk ke bursa saham Indonesia, potensi penguatan harga ke depan akan balik menguat," pungkasnya.

