Rupiah Ditutup Melesat Dekati Rp 16.300/USD, Ini Faktornya
JAKARTA, investortrust.id – Nilai tukar rupiah ditutup melesat mendekati Rp 16.300 per dolar Amerika Serikat pada Kamis (22/05/2025) sore. Kurs Jisdor Bank Indonesia mencatat, kurs mata uang Garuda ditutup Rp 16.313 per dolar AS, menguat 100 poin atau 0,61% dibanding hari sebelumnya Rp 16.413.
Sejumlah faktor-faktor dalam maupun luar negeri memengaruhi pergerakannya. Hal ini antara lain rilis Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) siang tadi oleh Bank Indonesia.
"Dari eksternal, indeks dolar AS tercatat melemah pada Kamis. Dolar tetap lemah di tengah kekhawatiran atas penumpukan utang AS, sementara investor menunggu pemungutan suara penuh yang penting atas RUU (rancangan undang-undang) pemotongan pajak Presiden AS Donald Trump di kemudian hari," kata pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi, dalam keterangan di Jakarta, Kamis sore.
Ia mengungkapkan, pasar bersikap hati-hati karena RUU AS yang diusulkan itu, jika disahkan, akan semakin meningkatkan pengeluaran pemerintah AS. Artinya, ini akan memperlebar defisit fiskal negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu.
Baca Juga
Laba Melonjak 209,7%, Ancora (OKAS) Dinominasikan The Best Investortrust Companies
Investor juga memantau dengan seksama pertemuan menteri keuangan G7 di Kanada. Diskusi forum negara-negara maju itu diharapkan akan membahas stabilitas ekonomi global dan volatilitas pasar mata uang.
"Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Menteri Keuangan Jepang Katsunobu Kato sepakat pada hari Rabu bahwa nilai tukar dolar-yen mencerminkan fundamental saat ini, berdasarkan keterangan Departemen Keuangan AS pada hari Rabu. Isu lain, kegagalan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina akan membuat Ukraina meminta UE (Uni Eropa) minggu depan untuk mempertimbangkan langkah-langkah baru yang besar untuk mengisolasi Moskow, menurut sebuah dokumen, termasuk menyita aset-aset Rusia dan memberikan sanksi bagi beberapa pembeli minyak Rusia," papar Ibrahim.
Pada perdagangan sore ini (di pasar spot valas), lanjut dia, mata uang rupiah ditutup menguat 71 point -- sebelumnya sempat menguat 90 point -- di level Rp 16.327 per dolar AS. Pada penutupan hari sebelumnya berada di level Rp 16.396.
NPI Defisit, CAD Membaik
Sementara itu, Bank Indonesia mengumumkan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) defisit US$ 0,8 miliar pada triwulan I-2025. "Kami menilai kinerja NPI pada triwulan I-2025 tetap terjaga, dengan transaksi berjalan mencatatkan defisit yang lebih rendah. Pada triwulan I-2025, transaksi berjalan mencatatkan defisit US$ 0,2 miliar (0,1% dari produk domestik bruto), lebih rendah dibandingkan dengan defisit US$ 1,1 miliar (0,3% PDB) pada triwulan IV-2024," kata Kepala Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny dalam keterangan di Jakarta, Kamis (22/05/2025).
Baca Juga
BI Rate Dipangkas, Kurs Rupiah Menguat terhadap USD hingga Euro
Ia menegaskan defisit transaksi berjalan Indonesia tetap rendah, di tengah perlambatan ekonomi global. Selain itu, transaksi modal dan finansial mencatatkan defisit yang terkendali, di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
"Dengan NPI pada triwulan I-2025 mencatatkan defisit US$ 0,8 miliar, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2025 tercatat tetap tinggi sebesar US$ 157,1 miliar. Ini setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah RI, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," ujarnya.
Baca Juga
" BI mencatat defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) melanjutkan tren penyusutan ke angka US$ 0,2 miliar pada kuartal I-2025. Membandingkan dengan dua kuartal terakhir, pada kuartal IV-2024 CAD tercatat senilai US$ 1,1 miliar, sementara pada kuartal III-2024 di level US$ 2 miliar," imbuh Ibrahim.
Ibrahim menyoroti CAD yang setara 0,1% dari PDB atau lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar 0,3% PDB itu berkat surplus perdagangan barang yang meningkat. Surplus neraca perdagangan barang meningkat, terutama disumbang oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas.
Pada dasarnya, lanjut dia, CAD adalah pengukuran perdagangan suatu negara di mana nilai barang dan jasa yang diimpor melebihi nilai produk yang diekspor. "Dalam hal ini, terjadi kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas, lantaran impor nonmigas turun lebih dalam khususnya pada kelompok bahan baku dan penolong. Ekspor nonmigas menurun seiring dengan perlambatan ekonomi global dan harga komoditas sementara," ungkapnya.
Di sisi lain, lanjut dia, investasi langsung tetap membukukan surplus. Hal ini cerminan dari persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian dan iklim investasi domestik yang tetap terjaga.
"Investasi portofolio juga meningkat. Ini terutama dipengaruhi aliran masuk modal asing pada surat utang domestik," sebutnya.

