BI Rate Dipangkas, Kurs Rupiah Menguat terhadap USD hingga Euro
JAKARTA, investortrust.id – Kurs rupiah perkasa terhadap dolar Amerika Serikat dan hard currency lain seperti yen dan euro pada pembukaan perdagangan valas di pasar spot Kamis (22/05/2025), setelah kemarin Bank Indonesia memangkas BI Rate. Penurunan suku bunga kebijakan seiring pelonggaran likuiditas ini sesuai prediksi para ekonom. Langkah itu bertujuan untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi nasional yang turun pada kuartai I-2025, di tengah tekanan rendahnya pertumbuhan ekonomi global.
Berdasarkan data Yahoo Finance, nilai tukar mata uang Garuda bergerak menguat 86 poin atau 0,52% pada Kamis (22/05/2025) pukul 09.26 WIB, ke Rp 16.304 per dolar AS. Namun secara year to date, rupiah masih terdepresiasi 1,36% dan masih lebih lemah dari asumsi APBN 2025 sebesar Rp 16.000 per dolar AS.
"BI menurunkan suku bunga acuannya, BI Rate, beserta suku bunga fasilitas simpanan (deposit facility) dan fasilitas pinjaman (lending facility), masing-masing sebesar 25 basis poin menjadi 5,5%, 4,75%, dan 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur 20-21 Mei 2025. Keputusan ini mengikuti langkah serupa yang diambil pada Januari lalu. Pasar pun merespon positif keputusan BI menurunkan suku bunga," ujar ekonom Rully Arya Wisnubroto dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Jakarta, Kamis 22 Mei 2025 pagi.
Rully mengatakan, sejak 2017, BI umumnya menghindari pelonggaran kebijakan moneter pada kuartal kedua, kecuali saat pandemi tahun 2020. Ini karena tekanan musiman terhadap rupiah akibat repatriasi dividen.
"Pemangkasan suku bunga terbaru ini menandakan BI memprioritaskan pertumbuhan ekonomi, di tengah ketidakpastian global yang masih berlangsung. Ini termasuk ketegangan perdagangan (yang dipicu penaikan tarif impor oleh Presiden AS Donald Trump), yang berdampak pada prospek ekonomi Indonesia juga," ujarnya.
"Saham ANTM (Aneka Tambang) juga melesat 6,6% ke Rp 2.910, didukung oleh harga emas yang kembali menembus US$ 3.300 per troy ounce. Kami memperkirakan kinerja IHSG masih akan positif dalam jangka pendek, namun tetap berhati-hati untuk prospek jangka panjang mengingat lemahnya fundamental ekonomi. Kami mempertahankan target IHSG akhir tahun ini di 6.900, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 4,75%, turun dari 5,03% pada 2024," ucapnya.
Baca Juga
Menguat 0,25%terhadap Yen
Pada pukul 10.12 WIB, mata uang Garuda juga menguat 0,28 poin atau 0,25% terhadap yen, ke level Rp 113,78. Namun secara year to date, rupiah masih terdepresiasi 11,06%.
Rupiah juga menguat 107 poin atau 0,58% terhadap euro, ke level Rp 18.478. Namun, secara year to date, rupiah masih terdepresiasi 10,92%.
Kedua, sebagai upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan faktor fundamentalnya. Pada Rabu (21/05/2025) sore, berdasarkan data Jisdor Bank Indonesia, kurs rupiah ditutup melemah 7 poin atau 0,04% ke level Rp 16.413 per dolar AS.
Ketiga, untuk turut proaktif mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, di tengah tekanan eksternal yang masih membayangi. Ini terutama dampak penaikan tarif impor resiprositas Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Fokus Jaga Stabilitas Nilai Tukar
Untuk itu, lanjut Ryan, Bank SentraI ke depan harus terus mengarahkan stance kebijakan moneter yang tetap fokus pada upaya mengendalikan inflasi ke dalam sasarannya, sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan faktor fundamentalnya. Stance kebijakan moneter yang tetap propertumbuhan harus berlanjut, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di saat situasi dan kondisi perekonomian global sedang tidak bersahabat karena faktor risiko geopolitik dan perang tarif.
Langkah moneter BI yang diumumkan kemarin dinilai tepat waktu, tepat guna, maupun tepat sasaran, karena juga diperkuat dengan kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Hal ini akan mendukung aktivitas sektor riil.
Diyakini kalangan perbankan, sektor riil menyambut positif keputusan RDG BI kali ini untuk membuka keran lebih besar dalam ekspansi kredit. Hanya saja, langkah taktis dan cermat dari BI itu tetap harus diperkuat dengan kebijakan fiskal yang sifatnya counter-cyclical (propertumbuhan) yang lebih longgar (dovish).
Baca Juga
Naik 3 Hari Beruntun, Harga Emas Melonjak ke Level Tertinggi Sepekan
Dengan demikian, kombinasi atau bauran kebijakan moneter dan fiskal dapat lebih efektif mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat, resilien, dan berkelanjutan. Kebijakan fiskal dengan daya serap oleh pemerintah pusat (kementerian/lembaga) dan daerah harus lebih gercep (gerak cepat), di mana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) berfungsi sebagai stimulan ekonomi dan penyerap risiko (shock absorber), atau bantalan bagi kondisi ekonomi yang melemah.
Kesimpulannya, lanjut Ryan, langkah BI kali ini tepat, lebih condong ke stance pertumbuhan ekonomi, seraya menjaga stance kestabilan nilai tukar rupiah dan laju inflasi.

