Bagikan

BI Rate Turun ke 5,50%, Ini Tiga Alasannya



JAKARTA, investortrust.id -
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) 25 bps menjadi 5,50%, pada Rabu (21/05/2025) siang. Keputusan RDG BI yang berlangsung dua hari 20-21 Mei 2025 tersebut sesuai prediksi para analis di pasar modal, yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi RI yang kuartal I tahun ini turun menjadi 4,87% secara year on year atau terendah dalam 9 kuartal terakhir.

"RDG juga memutuskan suku bunga Deposit Facility turun 25 bps menjadi sebesar 4,75%. Sedangkan suku bunga Lending Facility turun 25 bps menjadi sebesar 6,25%. Keputusan ini diambil dengan tiga alasan, pertama, karena inflasi yang rendah, termasuk inflasi volatile food yang terkendali," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat pemaparan Hasil RDG BI Bulan Mei 2025, di Jakarta, Rabu (21/05/2025).

Pertimbangan kedua adalah nilai tukar rupiah stabil. Ketiga untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi nasional yang kuartal I lalu lebih rendah, di tengah pertumbuhan dunia yang juga rendah. 

Hadir mendampingi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam acara tersebut adalah Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dan Deputi Gubernur BI Doni P Joewono. Selain itu, Deputi Gubernur BI Juda Agung, Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, dan Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta.


Ketidakpastian Mereda
Perry menjelaskan, keputusan BI tersebut juga telah mempertimbangkan ketidakpastian perekonomian global sedikit mereda, dengan adanya kesepakatan sementara antara Amerika Serikat dan Tiongkok untuk menurunkan tarif impor kedua ekonomi terbesar di dunia itu, selama 90 hari. Perkembangan ini mengakibatkan prospek perekonomian dunia lebih baik dibandingkan dengan proyeksi pada April 2025, yakni dari perkiraan pertumbuhan global sebelumnya 2,9% tahun ini menjadi 3%.

"P
ertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Tiongkok juga diperkirakan lebih baik dari proyeksi di April 2025. Hal ini kemudian berdampak positif pada berbagai negara lain, termasuk Jepang, India, dan negara-negara Eropa," ujar Perry.

Hal itu juga menurunkan proyeksi inflasi Amerika Serikat, sehingga mendorong tetap kuatnya ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR). FFR saat ini 4,25-4,50%.

"Dengan penurunan BI Rate tersebut, kami juga mengharapkan perbankan di Indonesia menurunkan tingkat suku bunga. Ini terutama menurunkan suku bunga kredit dan agar likuiditas digunakan untuk mendorong kredit, sehingga bersama-sama mendorong pertumbuhan ekonomi RI," ujar Perry.


https://res.cloudinary.com/dzvyafhg1/image/upload/v1747813925/investortrust-bucket/images/1747813929625.jpg
BI Rate diturunkan  25 bps menjadi 5,50% pada Mei 2025. Infografis: Diolah Riset Investortrust. 


Baca Juga

Profil Letjen Djaka Budi Utama, Petinggi BIN yang Dikabarkan Jadi Dirjen Bea Cukai


Pada RDG April lalu, BI memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 5,75%. Selain itu, Dewan Gubernur BI mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00% serta suku bunga Lending Facility 6,50%.


Sebelumnya, BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75% pada 15 Januari 2025. Sejak penurunan tersebut, BI telah mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% hingga April 2025, atau bertahan selama 3 bulan.

 

Prakiraan Inflasi 2025-2026 Rendah

Perry kemudian menjelaskan secara rinci hasil RDG BI selengkapnya. "Bank Indonesia pada 20-21 Mei 2025 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25%. Ini konsisten dengan prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali dalam sasaran 2,5±1%, upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi," tuturnya. 

Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dalam sasarannya dan stabilitas nilai tukar rupiah yang sesuai fundamental, dengan tetap mencermati ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika perekonomian global dan domestik. 


Kebijakan Makroprudensial, Pelonggaran Likuiditas
Sementara itu, kebijakan makroprudensial akomodatif terus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan berbagai strategi untuk mendorong pertumbuhan kredit dan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan. Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi, khususnya sektor perdagangan serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, serta penguatan infrastruktur dan konsolidasi struktur industri sistem pembayaran.


Arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dalam rangka memperkuat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tersebut didukung dengan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:

 

  1. 1.Penguatan strategi stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental, terutama melalui intervensi transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri serta transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik. Strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan kecukupan likuiditas di perbankan.

  2. 2.Penguatan strategi operasi moneter pro-market untuk memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga, menjaga kecukupan likuiditas, mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas), serta mendorong aliran masuk modal asing. Hal ini dilakukan dengan:

    1. I.Mengelola struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas untuk memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga, dengan tetap menjaga daya tarik aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik.

    2. II.Memperkuat strategi transaksi term-repo dan swap valas untuk menjaga kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan.

    3. III. Memperkuat peran Primary Dealer (PD) untuk meningkatkan transaksi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar.






  1. 3.Peningkatan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dari maksimum 30% menjadi 35% dari modal bank. Penguatan implementasi kebijakan RPLN ini ditujukan untuk meningkatkan sumber pendanaan bank dari luar negeri sesuai kebutuhan perekonomian dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, melalui penerapan parameter kontrasiklikal sebagai penambah RPLN sebesar 5%. Penguatan kebijakan RPLN dimaksud berlaku efektif sejak 1 Juni 2025, dan akan diatur lebih lanjut pada ketentuan mengenai RPLN.

  2. 4.Pelonggaran likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 5% menjadi 4% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4%, dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 3,5% menjadi 2,5% untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5%. Penurunan ini juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, yang berlaku efektif sejak 1 Juni 2025.

  3. 5.Penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas, yang menjadi cakupan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

  4. 6.Perluasan akseptasi digital melalui akselerasi persiapan implementasi QRIS Antarnegara Indonesia-Jepang dan inisiasi uji coba QRIS Antarnegara Indonesia-Tiongkok.

  5. 7.Penguatan dan perluasan kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.


Bank Indonesia juga terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita pemerintah. Selain itu, Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.



https://res.cloudinary.com/dzvyafhg1/image/upload/v1737718328/investortrust-bucket/images/1737718332936.jpg
Dari kiri ke kanan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2025 di Jakarta, Jumat (24/01/2025). Foto: Investortrust/Dicki Antariksa .

 


Aliran Modal ke Emerging Markets Naik
Perry juga menegaskan, ketidakpastian perekonomian global juga sedikit mereda dengan adanya kesepakatan sementara antara Amerika Serikat dan Tiongkok untuk menurunkan tarif impor selama 90 hari. "Ini membuat prospek perekonomian dunia membaik bila dibandingkan dengan proyeksi April 2025, yakni  dari sebelumnya diperkirakan tumbuh 2,9% pada 2025 menjadi 3,0%. Pertumbuhan ekonomi AS dan Tiongkok diprakirakan lebih baik dari proyeksi April 2025, yang kemudian berdampak positif pada berbagai negara lain termasuk di kawasan Eropa, Jepang, dan India. Penurunan tarif diprakirakan juga menurunkan proyeksi inflasi AS, sehingga mendorong tetap kuatnya ekspektasi penurunan Fed Funds Rate, sementara yield US Treasury lebih tinggi dari prakiraan sejalan dengan meningkatnya risiko kesinambungan fiskal AS," ucapnya. 

Di pasar keuangan global, pergeseran aliran modal dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman (safe haven asset) masih berlanjut dan mulai diikuti dengan peningkatan aliran modal ke emerging markets (EM), termasuk Indonesia. Akibatnya, indeks mata uang dolar AS terhadap mata uang negara maju (DXY) terus melemah dan diikuti pula pelemahan terhadap mata uang negara berkembang di Asia (ADXY), termasuk rupiah.






"Namun demikian, ke depan perkembangan negosiasi tarif impor antara AS dengan Tiongkok dan negara-negara lain masih dinamis, sehingga ketidakpastian perekonomian global tetap tinggi. Kondisi ini memerlukan kewaspadaan serta penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri," tuturnya.

 

 

Defisit Transaksi Berjalan Rendah
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tercatat tetap terjaga, dengan aliran masuk investasi portofolio kembali meningkat pada Mei 2025. Hal ini mendukung ketahanan eksternal RI. 

Pada triwulan I-2025, defisit transaksi berjalan diprakirakan tetap rendah ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang, terutama nonmigas. Kinerja transaksi modal dan finansial juga diprakirakan tetap terkendali, didukung oleh investasi langsung yang mencatatkan surplus serta investasi portofolio yang meningkat, seiring tetap terjaganya persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik.

Pada triwulan II-2025, aliran masuk investasi portofolio bulan Mei 2025 kembali meningkat, terutama ke SBN dan saham, sejalan dengan meredanya ketidakpastian global serta tetap baiknya prospek perekonomian Indonesia. Perkembangan positif ini memperkuat ketahanan eksternal, setelah pada April 2025 investasi portofolio mencatat net outflows, meski secara kumulatif triwulan II-2025 sampai 19 Mei masih tercatat net outflows US$ 3,1 miliar.





Posisi cadangan devisa pada akhir April 2025 tercatat sebesar US$ 152,5 miliar, setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cadev RI berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

"Bank Indonesia memprakirakan NPI 2025 tetap baik. Hal ini ditopang defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran defisit 0,5% sampai dengan 1,3% dari PDB (produk domestik bruto) dan surplus transaksi modal dan finansial berlanjut, di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi," sebut Perry. 

 

 

Pertumbuhan Ekonomi Membaik Semester II
Perry menegaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus diperkuat, sehingga dapat memitigasi dampak ketidakpastian global akibat kebijakan tarif resiprositas AS. Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2025 tercatat 4,87% (yoy), lebih rendah dari triwulan IV-2024 sebesar 5,02% (yoy).

PDB triwulan I-2025 didukung konsumsi rumah tangga sejalan aktivitas dan mobilitas masyarakat yang meningkat selama periode libur Tahun Baru dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri. Investasi tumbuh sejalan dengan realisasi penanaman modal, sementara ekspor tumbuh ditopang oleh permintaan mitra dagang utama dan ekspor jasa.

Berdasarkan Lapangan Usaha (LU), LU Industri Pengolahan, Perdagangan, Transportasi dan Pergudangan, serta Pertanian mencatatkan kinerja yang baik. "Perkembangan terkini pada triwulan II-2025 menunjukkan perlunya terus memperkuat upaya-upaya untuk mendorong berbagai kegiatan ekonomi," tegasnya. 






Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan akan membaik pada semester II-2025. Perbaikan ini didorong peningkatan permintaan domestik, termasuk dari kenaikan belanja pemerintah.

"Dengan realisasi PDB triwulan I-2025 dan mencermati dinamika perekonomian global, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 berada dalam kisaran 4,6–5,4%, sedikit lebih rendah dari kisaran prakiraan sebelumnya 4,7–5,5%. Berbagai respons kebijakan perlu makin diperkuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain melalui penguatan permintaan domestik serta optimalisasi peluang peningkatan ekspor," ungkap Perry. 

 

Dalam kaitan ini, lanjut dia, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial Bank Indonesia yang didukung percepatan digitalisasi sistem pembayaran terus disinergikan dengan kebijakan stimulus fiskal pemerintah. Ini termasuk dukungan terhadap implementasi program Asta Cita pemerintahan Prabowo Subianto. 

 

 

Rupiah Menguat 1,13% (Ptp)
Nilai tukar rupiah tercatat tetap stabil dan cenderung menguat. Hal ini didukung kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit mereda.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Mei 2025 (hingga 20 Mei) menguat sebesar 1,13% (point to point/ptp), dibandingkan posisi akhir April 2025. Rupiah juga cenderung menguat dibandingkan kelompok mata uang negara berkembang mitra dagang utama Indonesia dan kelompok mata uang negara maju di luar dolar AS.

"Secara keseluruhan, pergerakan rupiah berada dalam kisaran yang sesuai fundamental ekonomi domestik dalam menjaga stabilitas perekonomian. Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan stabil didukung komitmen BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik," ucapnya.


Bank Indonesia terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi, termasuk intervensi terukur di pasar off-shore NDF dan strategi triple intervention pada transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder. Seluruh instrumen moneter juga terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market, melalui optimalisasi instrumen SRBI, Sekuritas Valas BI (SVBI), dan Sukuk Valuta Asing BI (SUVBI), guna memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.

 


Bunga SRBI Turun, Bunga Kredit Masih Tinggi

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada April 2025 terjaga dan dinilai mendukung stabilitas perekonomian. IHK pada April 2025 mengalami inflasi sebesar 1,95% (yoy), dengan inflasi inti tetap terkendali sebesar 2,50% (yoy), sejalan dengan konsistensi suku bunga kebijakan BI untuk mengarahkan ekspektasi inflasi.

"Inflasi kelompok volatile food (VF) tercatat sebesar 0,64% (yoy). Ini didukung oleh kecukupan pasokan komoditas pangan utama dan eratnya sinergi pengendalian inflasi oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat/Daerah (TPIP/TPID), melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP)," ucapnya. 

Sementara itu, kelompok administered prices mencatat inflasi sebesar 1,25% (yoy), setelah pada Maret 2025 mencatat deflasi sebesar 3,16% (yoy). Ini terutama dipengaruhi oleh berakhirnya implementasi kebijakan diskon tarif listrik untuk rumah tangga, dengan daya terpasang listrik di bawah 2.200 VA.

Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2025 dan 2026. Inflasi inti diprakirakan terjaga seiring ekspektasi inflasi yang terjangkar dalam sasaran, kapasitas ekonomi yang memadai, imported inflation yang terkendali, dan dampak positif dari digitalisasi. Inflasi VF juga diprakirakan terkendali, didukung oleh sinergi pengendalian inflasi Bank Indonesia dengan pemerintah pusat dan daerah.


"Penguatan respons kebijakan moneter terus dilakukan untuk mencapai sasaran inflasi sebesar 2,5±1% pada tahun 2025 dan 2026. Selain itu, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ucapnya. 





Sejalan dengan itu, strategi operasi moneter pro-market terus dioptimalkan, untuk memperkuat transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga khususnya di perbankan. Di pasar uang, sejalan dengan penurunan BI Rate pada Januari 2025 dan operasi moneter Bank Indonesia, suku bunga INDONIA terus menurun menjadi 5,77% pada 20 Mei dari semula sebesar 6,03% pada awal Januari 2025. 

"Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan tanggal 16 Mei 2025 juga menurun, yakni dari masing-masing 7,16%, 7,20%, dan 7,27% pada awal Januari 2025 menjadi 6,40%, 6,44%, dan 6,47%. Imbal hasil SBN untuk tenor 2 tahun menurun dari 6,96% menjadi 6,16%, sementara untuk tenor 10 tahun menurun dari 6,98% menjadi 6,84%," tutur Perry.

Namun demikian, kata Perry, suku bunga perbankan masih tetap relatif tinggi. Pada April 2025, suku bunga deposito 1 bulan tercatat 4,83%, meningkat dari 4,81% pada awal Januari 2025, dengan kecenderungan sejumlah bank menawarkan suku bunga deposito yang lebih tinggi dari yang dipublikasikan.

"Suku bunga kredit perbankan juga masih relatif tinggi, yaitu tercatat sebesar 9,19% pada April 2025, relatif sama dengan 9,20% pada awal Januari 2025. Ke depan, Bank Indonesia memandang suku bunga perlu diturunkan untuk mendorong peningkatan penyaluran kredit guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi," tandasnya.







Kredit Terus Ditingkatkan
Peran kredit perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, tandas Perry, perlu terus ditingkatkan. Kredit pada April 2025 tumbuh sebesar 8,88% (yoy), lebih rendah dari 9,16% (yoy) pada Maret 2025.

Padahal, dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit oleh bank (lending standard) masih baik, terutama pada sektor pertanian; listrik, gas, dan air (LGA); serta jasa sosial. Kondisi likuiditas perbankan secara umum masih memadai, namun pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) cenderung melambat dari 5,51%(yoy) pada awal Januari 2025 menjadi 4,55%(yoy) pada April. 

"Kondisi ini mendorong persaingan dalam pendanaan antarbank dan perlunya memperluas sumber pendanaan lainnya di luar DPK. Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit terutama dikontribusikan oleh sektor industri, pengangkutan, dan jasa sosial, sedangkan kontribusi pertumbuhan kredit sektor konstruksi dan perdagangan serta sektor-sektor lainnya masih terbatas," ucapnya. 


https://res.cloudinary.com/dzvyafhg1/image/upload/v1711599054/investortrust-bucket/images/1711599059304.jpg
Kantor layanan BRI di Desa Ibru, Muaro Jambi, desa inspiratif pemenang "Desa BRILian Paling Inovatif dan Digitalisasi Terbaik". Foto: Istimewa.




Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi, masing-masing sebesar 4,62% (yoy), 15,86% (yoy), dan 8,97% (yoy). Pembiayaan syariah tumbuh sebesar 8,85% (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,60% (yoy).

Dengan perkembangan kredit sampai dengan April 2025 tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 akan berada pada kisaran 8–11%. Ke depan, berbagai upaya perlu terus didorong untuk meningkatkan penyaluran kredit, baik dengan penurunan suku bunga dan perluasan sumber dana perbankan, maupun peningkatan permintaan dari sisi sektor riil, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih tinggi. Ini termasuk mengoptimalkan instrumen Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN), Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), dan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).


"Ketahanan perbankan juga tetap kuat mendukung stabilitas sistem keuangan. Kondisi likuiditas perbankan tetap memadai, permodalan masih tinggi, serta risiko kredit rendah," ucap Perry.

Likuiditas perbankan memadai ini tecermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang stabil sebesar 25,23% pada April 2025. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Maret 2025 sebesar 25,38% sehingga masih mampu untuk menyerap risiko. 

"Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan tercatat rendah, sebesar 2,17% (bruto) dan 0,80% (neto) pada Maret 2025. Hasil stress test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, serta ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik, yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan," tandasnya.

 


SRBI Turun, Beli SBN Rp 96,41 Triliun
Strategi operasi moneter pro-market juga terus dioptimalkan untuk mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui kecukupan likuiditas. Dalam kaitan ini, instrumen moneter pro-market SRBI, SVBI, dan SUVBI terus dioptimalkan. Hingga 19 Mei 2025, total posisi instrumen SRBI tercatat sebesar Rp 869,67 triliun, menurun dari Rp 923,53 triliun pada awal Januari 2025, sehingga mendukung ekspansi likuiditas kebijakan moneter. Sementara instrumen SVBI dan SUVBI pada 19 Mei 2025 masing-masing tercatat sebesar 1,97 miliar dolar AS dan 306 juta dolar AS.

Implementasi dealer utama (primary dealer) sejak Mei 2024 juga makin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antar pelaku pasar.  Bank Indonesia juga melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder untuk memperkuat ekspansi likuiditas kebijakan moneter, sekaligus mencerminkan sinergi erat antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal Pemerintah.


https://res.cloudinary.com/dzvyafhg1/image/upload/v1745468552/investortrust-bucket/images/1745468552564.jpg
Perkembangan imbal hasil SRBI dan SBN Indonesia. Infografis: Diolah Riset Investortrust. 



Selama tahun 2025 (hingga 20 Mei 2025), Bank Indonesia telah membeli SBN sebesar Rp 96,41 triliun, yaitu melalui pasar sekunder sebesar Rp 64,99 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp 31,42 triliun. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan strategi operasi moneter pro-market untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter dalam mencapai sasaran inflasi serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

 

 

Transaksi QRIS Melonjak 154,86%
Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital pada April 2025, lanjut Perry, tetap tumbuh didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Dari sisi transaksi, pembayaran digital pada April 2025 mencapai 3,79 miliar transaksi, atau tumbuh 31,50% yoy, didukung peningkatan seluruh komponen.

Volume transaksi aplikasi mobile dan internet terus tumbuh masing-masing sebesar 33,14% yoy dan 8,65% yoy. Demikian pula, volume transaksi pembayaran digital melalui QRIS tetap tumbuh tinggi sebesar 154,86% (yoy), didukung peningkatan jumlah pengguna dan merchant.

Dari sisi infrastruktur, volume transaksi ritel yang diproses melalui BI-FAST mencapai 335,34 juta transaksi atau tumbuh 42,91% yoy. Nilainya mencapai Rp 849,51 triliun. 






Sedangkan volume transaksi nilai besar yang diproses melalui BI-RTGS turun sebesar 2,91% yoy menjadi 724,03 ribu transaksi, dengan nilai Rp 15.293,92 triliun. "Sementara dari sisi pengelolaan uang rupiah, Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) tumbuh 7,28% yoy menjadi Rp 1.135,22 triliun pada April 2025. Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperluas kerja sama sistem pembayaran antarnegara, termasuk kerja sama QRIS dengan sejumlah negara dan interkoneksi BI-FAST dalam inisiatif Nexus dengan beberapa negara," paparnya.


Stabilitas sistem pembayaran RI juga tetap terjaga, ditopang oleh infrastruktur yang stabil dan struktur industri yang sehat. Dari sisi infrastruktur, stabilitas sistem pembayaran tecermin pada penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) yang lancar dan andal, serta kecukupan pasokan uang dalam jumlah dan kualitas yang memadai pada April 2025.

Dari sisi struktur industri, interkoneksi antarpelaku dalam sistem pembayaran terus menguat, diikuti oleh ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) yang meluas. Transaksi pembayaran berbasis Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) juga meningkat, sejalan dengan perluasan tingkat adopsi.

Ke depan, Bank Indonesia akan terus memastikan ketersediaan, keandalan, dan keamanan infrastruktur SPBI, baik ritel maupun wholesale, serta infrastruktur sistem pembayaran industri. Bank Indonesia juga terus menjaga ketersediaan uang rupiah dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang layak edar, di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk daerah Terdepan, Terluar, dan Terpencil (3T).



Rupiah Dibuka Lanjut Menguat
Sementara itu, menjelang pengumuman keputusan hasil RDG BI mengenai kebijakan suku bunga acuan, kurs rupiah bergerak menguat terhadap dolar Amerika Serikat pada Rabu (21/05/2025) pagi. Berdasarkan data Yahoo Finance, kurs rupiah menguat tipis 5 poin (0,03%) ke level Rp 16.404 per dolar AS.

 

"Sedangkan dari sentimen eksternal, investor tetap fokus pada perkembangan seputar rancangan undang-undang (RUU) anggaran federal dan defisit AS yang semakin melebar. Di sisi global, ketegangan kembali muncul setelah Cina menuduh Washington merusak perundingan perdagangan baru-baru ini di Jenewa, menyusul peringatan Departemen Perdagangan AS atas chip Huawei," kata Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (21/05/2025).





Baca Juga

Ini Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2026, Pertumbuhan Ekonomi Naik 5,2-5,8%

 

Di sisi lain, lanjut Andry, investor juga mencermati pernyataan dari beberapa pejabat Federal Reserve (The Fed). Komentar awal dari Presiden Fed New York John Williams dan Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic mengisyaratkan bahwa pemotongan suku bunga tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat. 

 

"Para pejabat The Fed terus mengisyaratkan jeda suku bunga yang berkepanjangan. Presiden Fed St Louis Alberto Musalem mengatakan, kebijakan saat ini tetap tepat dan mengabaikan kekhawatiran inflasi dari penaikan tarif sebagai sesuatu yang sementara," ujar Andry Asmoro.

 

Pada hari Jumat, Moody's juga menurunkan peringkat kredit AS dari Aaa menjadi Aa1, mencabut peringkat triple-A terakhir pemerintah dari sebuah lembaga internasional besar. Hal ini dengan alasan kekhawatiran atas meningkatnya utang pemerintah AS dan defisit anggarannya yang meluas.

 

"Kekhawatiran fiskal AS itu semakin meningkat. Ini setelah disetujuinya undang-undang pemotongan pajak Presiden AS Donald Trump oleh komite Kongres utama," tutur Andry.

Baca Juga

Prabowo Tunjuk Bimo Wijayanto Jadi Dirjen Pajak Gantikan Suryo Utomo

 
 
 
 
 
 
 
The Convergence Indonesia, lantai 5. Kawasan Rasuna Epicentrum, Jl. HR Rasuna Said, Karet, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Pusat, 12940.

FOLLOW US

logo white investortrust
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor1188/DP-Verifikasi/K/III/2024