Harus Contoh AS, Jepang, dan Jerman: Jadi Negara Maju
Oleh Teguh Anantawikrama,
Founder dan Chairman Indonesian Tourism Investors Club
INVESTORTRUST.ID - Setelah Perang Dunia II, tiga negara yang berada di pusat konflik—Amerika Serikat (AS), Jepang, dan Jerman—menjadi contoh bagaimana sebuah bangsa dapat bangkit dari keterpurukan menuju kemajuan luar biasa. Meskipun latar belakang dan kondisi masing-masing negara berbeda, ada satu benang merah yang dapat ditarik: fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, reformasi struktural, komitmen jangka panjang terhadap pembangunan manusia dan ekonomi, serta pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang kredibel.
Sebagai negara berkembang yang memiliki potensi besar, Indonesia dapat belajar banyak dari ketiga negara maju di tiga benua tersebut. Ini khususnya dalam konteks ketahanan pangan, pembangunan ekonomi, reformasi kelembagaan, hingga pembangunan sosial.
Baca Juga
Asing Lanjut Net Buy Jumbo Rp 1,69 Triliun dan Berbalik Net Sell SBN, Mengapa?
1. AS: Pembangunan Sosial melalui Kebijakan Publik
Pascaperang, AS tidak hanya fokus membangun kembali ekonomi, tetapi juga memperkuat sistem sosial. Melalui kebijakan seperti National School Lunch Act (1946), pemerintah memastikan bahwa anak-anak di sekolah mendapat gizi yang cukup—sebuah kebijakan sederhana yang berdampak besar terhadap generasi masa depan.
Pelajaran untuk Indonesia:
Indonesia bisa memperkuat sistem perlindungan sosial, khususnya di sektor pendidikan dan kesehatan. Program makan siang gratis di sekolah, bila diterapkan secara sistematis, berkelanjutan, berkualitas, dan bebas korupsi, dapat meningkatkan kualitas gizi anak-anak dan produktivitas nasional jangka panjang.
2. Jepang: Reformasi Total dan Fokus SDM
Jepang mengalami kehancuran total setelah perang. Namun, berkat bantuan pangan dari AS dan kebijakan reformasi besar-besaran (redistribusi lahan, konstitusi baru, dan pendidikan massal), Jepang berhasil membangun sistem baru yang fokus pada pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), inovasi, serta efisiensi. Dalam tiga dekade, Jepang berubah menjadi kekuatan ekonomi dunia.
Pelajaran untuk Indonesia:
Indonesia perlu berani melakukan reformasi struktural, terutama di sektor pendidikan, birokrasi, dan industri. Investasi pada SDM—guru yang berkualitas, akses pendidikan tinggi, riset, dan penyediaan lapangan kerja yang luas—akan menjadi kunci daya saing bangsa di masa depan.
3. Jerman: Ketahanan Sosial dan Sinergi Pemerintah-Bisnis
Jerman juga hancur pascaperang, namun berhasil bangkit melalui Marshall Plan, bantuan pangan, dan reformasi ekonomi yang mendorong kolaborasi antara sektor publik dan swasta. Hasilnya, dalam waktu singkat Jerman Barat mengalami Wirtschaftswunder (keajaiban ekonomi), dengan industri yang kuat, ekspor tinggi, dan tenaga kerja yang terlatih.
Pelajaran untuk Indonesia:
Indonesia harus memperkuat ekosistem kolaboratif antara pemerintah, dunia usaha, dan akademisi (triple helix). Pemerintah perlu menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi dan inovasi, sementara sektor swasta diberi insentif untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan bebas pungutan liar maupun yang dibungkus aneka aturan.
Bangkit dari Tantangan dengan Visi dan Keberanian
Indonesia memang tidak mengalami kehancuran kalah perang seperti Jepang dan Jerman yang mampu melakukan transformasi, namun kita mengalami ratusan tahun penjajahan dan masih terbelit korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Meski demikian, krisis global, tantangan pangan, disrupsi teknologi, dan pemerintahan baru saat ini bisa menjadi momentum untuk mempercepat reformasi dan membangun bangsa dengan praktik bernegara terbaik.
Yang perlu ditiru dari negara maju bukan hanya kebijakan teknis, tapi komitmen moral dan visi jangka panjang: menempatkan rakyat sebagai pusat pembangunan, berinvestasi pada generasi muda, efisien dan produktif, serta membangun sistem yang adil, efisien, dan berkelanjutan termasuk jaminan sosial bagi para warga lanjut tua.
Jika Indonesia dapat memadukan keteladanan AS, Jepang, dan Jerman dengan kearifan lokal dan semangat gotong royong, maka cita-cita menjadi negara maju dengan penduduk berpendapatan tinggi bukanlah impian. Kita berjalan menciptakan perbaikan di segala bidang. ***

