Asing Lanjut Net Buy Jumbo Rp 1,69 Triliun dan Berbalik Net Sell SBN, Mengapa?
JAKARTA, investortrust.id - Investor asing lanjut mencatatkan net buy jumbo Rp 1,69 triliun dalam perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Kamis (15/05/2025). Namun, berdasarkan rilis terbaru DJPPR, asing berbalik membukukan penjualan bersih di Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia senilai Rp 0,77 triliun Rabu.
Net foreign capital inflows itu membalikkan posisi akumulasi dari sebelumnya penjualan bersih menjadi pembelian bersih saham oleh asing month to date Rp 1,39 triliun. “Sedangkan secara year to date, asing mencatatkan net sell Rp 49,32 triliun. Ini setara US$ 2,98 miliar,” papar manajemen BEI dalam keterangan di Jakarta, Kamis sore.
Baca JugaDekan FTKE Trisakti: Optimalkan Potensi Geotermal dan Investasi Energi Bersih
Sedangkan di pasar SBN, data terbaru yang dirilis Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) adalah transaksi Rabu, dengan non-resident di pasar SBN rupiah yang dapat diperdagangkan berbalik mencatatkan penjualan neto Rp 0,77 triliun.
Namun secara month to date, asing masih mencatatkan pembelian bersih Rp 7,30 triliun hingga Rabu lalu. Sedangkan secara year to date, asing membukukan net buy mencapai Rp 30,32 triliun hingga kemarin.
Taruhan Pemangkasan Bunga Naik
Pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi mengatakan, data indeks harga konsumen AS lebih rendah dari perkiraan. Penurunan inflasi yang berkelanjutan diperkirakan akan meningkatkan taruhan pada pemangkasan suku bunga the Fed tahun ini.
"Indeks dolar AS melemah pada Kamis (15/05/2025). Pada perdagangan sore ini, kurs rupiah ditutup menguat 33 poin -- bahkan sebelumnya sempat menguat 50 poin -- di level Rp 16.528 per dolar AS, dibanding penutupan sebelumnya Rp 16.561," katanya dalam keterangan di Jakarta, Kamis sore.
Baca Juga
Untuk perdagangan besok, lanjut dia, mata uang rupiah diperkirakan masih fluktuatif. Kurs mata uang Garuda berpotensi ditutup menguat dan bergerak di rentangRp 16.470-16.530 per dolar AS.
"Ada kegembiraan atas kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok yang tampak meredakan perang tarif. Ini mengingat AS dan Tiongkok secara drastis mengurangi tarif perdagangan mereka terhadap satu sama lain minggu ini," ujarnya.
Pasar kini menantikan penarikan tarif lebih lanjut antara dua raksasa ekonomi itu. Selain itu, tandas dia, pembicaraan perdagangan AS dengan negara lain -- termasuk Indonesia -- menjadi fokus untuk isyarat yang lebih positif.
"Data penjualan ritel AS yang bakal dirilis pada hari Kamis juga dapat memberikan lebih banyak petunjuk tentang belanja ritel dalam menghadapi perang dagang Tiongkok-AS. Ketua the Fed Jerome Powell juga akan kembali berpidato, setelah Bank Sentral AS mempertahankan suku bunga tidak berubah minggu lalu dan memperingatkan tidak berencana untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat," tuturnya.
Powell diperkirakan akan berbicara tentang kerangka kebijakan moneter, cetak biru yang digunakan the Fed untuk memutuskan sasarannya dalam memaksimalkan target lapangan kerja, stabilitas harga, dan suku bunga. The Fed masih mempertahankan Federal Funds Rate (FFR) di kisaran 4,25–4,50%.
Keputusan tersebut diumumkan dalam pernyataan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 7 Mei 2025, menandai pertemuan ketiganya berturut-turut di mana suku bunga acuan di ekonomi terbesar dunia itu tidak diubah. Sementara itu, suku bunga acuan Bank Indonesia juga dipertahankan 5,75%.
Utang Luar Negeri RI Naik 6,4%
Seiring masuknya dana asing ke SBN, Bank Indonesia mengumumkan, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada triwulan I-2025 naik mencapai US$ 430,4 miliar dolar Amerika Serikat. Secara tahunan, utang luar negeri Indonesia tumbuh 6,4%.
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan, kenaikan utang tersebut juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ULN pada triwulan IV-2024 sebesar 4,3%. "Perkembangan posisi ULN tersebut bersumber dari sektor publik," katanya dalam keterangan di Jakarta, Kamis (15/05/2025).
BI mencatat, posisi ULN pemerintah pada triwulan I-2025 sebesar US$ 206,9 miliar. Utang ini tumbuh sebesar 7,6% yoy, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 3,3% (yoy) pada triwulan IV-2024.
Denny menjelaskan, kenaikan ULN pemerintah tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman dan peningkatan aliran masuk modal asing pada SBN internasional. "Ini seiring kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap terjaga, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang makin tinggi," tuturnya.
Baca Juga
Tetap Bullish, UBS Investment Bank Prediksi Harga Emas Tahun Ini US$ 3.500 per Ons
Ia juga memastikan pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga kredibilitas dengan mengelola ULN secara hati-hati, terukur, dan akuntabel. Ini untuk mewujudkan pembiayaan yang efisien dan optimal.
Berdasarkan sektor ekonomi, lanjut dia, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (22,4% dari total ULN pemerintah); Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,5%); Jasa Pendidikan (16,5%); Konstruksi (12,0%); serta Transportasi dan Pergudangan (8,7%).
"Posisi ULN pemerintah tersebut tetap terjaga. Ini karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah," ujarnya.
Saham Apa Diburu?
Didorong oleh aksi pemodal asing memborong saham, Investortrust mencatat, indeks harga saham gabungan (IHSG) terkerek 60,28 poin (0,86%) ke level 7.040 pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia Kamis (15/05/2025). Nilai transaksi pun tinggi mencapai Rp 16,91 triliun, berdasarkan data BEI.
Seiring asing merealisasikan net buy saham jumbo Rp 1,69 triliun, lagi-lagi saham bank menjadi incaran teratas. Pembelian bersih itu terbanyak kembali disumbang saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) senilai Rp 912,82 miliar. Berikutnya disumbang saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) senilai Rp 494,87 miliar, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Rp 250,93 miliar, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 96,61 miliar, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 80,93 miliar.
Sebaliknya, lima saham dengan penjualan bersih (net sell) terbanyak melanda saham PT Astra International Tbk (ASII) Rp 117,78 miliar, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Rp 62,96 miliar, PT Panin Life Tbk (PNLF) Rp 51,15 miliar, PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) Rp 35,34 miliar, dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) Rp 32,61 miliar.
Berdasarkan sektor, pemicu lompatan IHSG adalah saham sektor keuangan 1,13%, sektor energi 1,20%, sektor infrastruktur 1,15%, dan sektor properti 1,01%. Sebaliknya, penurunan melanda saham sektor industri, teknologi, dan konsumer primer.
Sedangkan saham-saham penyumbang utama penguatan indeks hari ini adalah saham big cap bank besar. Ini seperti BBRI yang harganya naik 4,40%, BMRI menguat 5,45%, dan BBNI meningkat 2,97%. Kenaikan juga didukung penguatan saham PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN).
Empat saham bahkan mencetak kenaikan harga hingga mendekati auto reject atas (ARA). Ini mencakup saham PT Sunson Textile Manufacture Tbk (SSTM) yang melesat 34,59% menjadi Rp 214, PT Wahana Pronatural Tbk (WAPO) melambung 34,31% jadi Rp 184, PT Hotel Fitra International Tbk (FITT) melonjak 24,76% menjadi Rp 262, dan PT Jaya Trishindo Tbk (HELI) naik 24,39% ke Rp 306.
Lompatan harga juga melanda saham PT Lovina Beach Brewery Tbk (STRK) sebanyak 30% menjadi Rp 65 dan PT Mineral Sumberdaya Mandiri Tbk (AKSI) naik 21,25% menjadi Rp 308. Sebaliknya, penurunan harga paling dalam melanda saham PT First Media Tbk (KBLV), PT Cipta Sarana Medika Tbk (DKHH), PT Adiwarna Anugerah Abadi Tbk (NAIK), PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS), dan PT Superkrane Mitra Utama Tbk (SKRN).

