Pelemahan Harga Komoditas Global Bikin Seret Penerimaan Non Pajak
JAKARTA, investortrust.id - Pelaksana harian Direktur Jenderal Anggaran Suahasil Nazara menjelaskan melemahnya harga komoditas di tingkat global menimbulkan tekanan pada kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) selama 2024 dan 2025. Dari grafik yang dipaparkan, realisasi penerimaan PNBP pada 2024 mulai terkontraksi jika dibandingkan realisasi PNBP 2023.
“Fluktuasi PNBP ini sangat dipengaruhi harga komoditas,” ujar Suahasil saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI, di gedung Nusantara I, Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Berdasarkan data, realisasi PNBP pada 2023 total mencapai Rp 612,5 triliun. Angka ini kemudian turun -5,6% pada 2024 menjadi Rp 584,3 triliun. Pada APBN tahun ini, target penerimaan negara dari PNBP kembali turun menjadi -11,2% atau Rp 513,6 triliun.

Suahasil mengatakan penerimaan non-pajak dari sumber daya alam (SDA) dan non-SDA menyumbang sekitar 40% total PNBP. Dua komponen ini naik ketika terjadi ledakan harga komoditas global.
“Dua yang penting yaitu ICP (Indonesian Crude Price) dan harga batu bara,” jelas dia.
Baca Juga
Harga Komoditas Anjlok, Inilah Sisi Positif dan Negatif bagi Indonesia
Contoh kasus harga rata-rata selama 2022, dengan ICP sebesar US$ 97,1 per barel dan harga batubara sebesar US$ 276,6 per ton. Level harga yang tinggi pada dua komoditas ini PNBP mengalami lompatan.
Akibatnya, PNBP SDA pada tahun tersebut terealisasi sebesar Rp 268,7 triliun atau melonjak 79,9% secara tahunan. Angka ini terkontraksi -5,4% pada 2023 menjadi Rp 254,2 triliun. Pemasukan dari PNBP SDA kembali turun pada 2024 sebesar -9,8% secara tahunan menjadi Rp 229,2 triliun.
“Sekarang ICP mulai menurun. APBN 2025 mengasumsikan angka US$ 82 per barel, tapi di dalam realitanya sudah di bawah. Ini sangat mempengaruhi, ketika harga komoditas berubah maka akan mempengaruhi PNBP kita,” ujar dia.
Menurut Suahasil pemerintah akan terus melakukan penyesuaian tarif dan mekanisme pemungutan melalui digitalisasi. Sebab, selama tiga tahun terakhir ini PNBP terus bersandar pada penerimaan Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) dan Badan Layanan Umum (BLU). KND berasal dari dividen perbankan BUMN dan BLU berasal dari layanan berbayar yang dilakukan kementerian/lembaga (K/L).
“Selama tiga tahun terakhir, kenaikan PNBP itu sumbernya adalah PNBP KND dan BLU,” kata dia.
Hingga 31 Maret 2025, PNBP yang masuk ke kantong pemerintah sebesar Rp 115,9 triliun atau 22,6% dari target APBN 2025. Angka ini terdiri dari PNBP SDA migas sebesar Rp 24,9 triliun, SDA nonmigas sebesar Rp 25,7 triliun, KND sebesar Rp 10,9 triliun, dan PNBP lainnya sebesar Rp 37,2 triliun, serta BLU sebesar Rp 17,1 triliun.

