Penerimaan Pajak Bruto Maret Rp 168,1 Triliun, Naik 7,54%
JAKARTA, investortrust.id - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyebut penerimaan pajak bruto Maret Rp 168,1 triliun, naik 7,54% jika dibandingkan bulan sama 2024 sebesar Rp 156,3 triliun. Di sisi lain, ia mengakui penerapan tarif efektif rata-rata (TER) untuk penarikan Pajak Penghasilan (PPh) 21 karyawan mengakibatkan penerimaan negara anjlok pada awal tahun.
Penerimaan pajak secara bruto pada Januari dan Februari 2025 terkontraksi. "Memang betul ada kejadian di bulan Januari dan Februari. Ada efek implementasi pemungutan pajak yang baru, PPh pasal 21 karyawan yang menggunakan TER sejak masa Januari 2024,” kata Suryo saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI di Gedung Nusantara I, Jakarta, Rabu (07/05/2025).
Baca Juga
Berdasarkan data yang dipaparkan, penerimaan pajak secara bruto pada Januari dan Februari 2025 terkontraksi jika dibandingkan bulan yang sama pada 2024. Pada Januari 2025, penerimaan pajak sebesar Rp 159,1 triliun atau turun 13,4% dibandingkan bulan yang sama 2025 sebesar Rp 183,8 triliun. Sementara, penerimaan pajak pada Februari 2025 sebesar Rp 149,8 triliun atau terkontraksi 4,24% dibandingkan Februari 2024 yang sebesar Rp 146 triliun.
Peningkatan Restitusi
Suryo menjelaskan kontraksi penerimaan pajak pada awal 2025 ini terjadi karena ada sebagian wajib pajak yang melaporkan kompensasi kelebihan pemotongan pungutan pada 2024. Selain itu, dua bulan di awal tahun ini terjadi peningkatan restitusi.
Meski sempat loyo di awal tahun, Suryo menjelaskan, penerimaan pajak sudah kembali pulih pada Maret 2025. Penerimaan pajak secara bruto sebesar Rp 168,1 triliun atau naik 7,54% jika dibandingkan Maret 2024 yang sebesar Rp 156,3 triliun.
“Harapan kita ke depan, bulan-bulan berikutnya memberikan pola yang sama,” kata dia.
Dalam paparan yang disampaikan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengklaim penerimaan bruto dari PPh 21 telah membaik. Jika dibandingkan secara rerata, penerimaan pajak dari sektor ini sebesar Rp 21,5 triliun atau naik 4,87% jika dibandingkan periode Januari-Maret 2024.
Kenaikan juga terlihat pada penerimaan bruto dari PPh pasal 25 atau PPh Badan. Pada periode Januari-Maret 2025 penerimaan PPh Badan sebesar Rp 23,7 triliun atau naik 11,79% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Ini menunjukkan PPh pasal 25 tumbuh. Ini terutama dikontribusi oleh sektor pertambangan, ditopang komoditas mineral emas dan tembaga,” ujar dia.
Baca Juga
Harga Emas Meroket, Apa Hubungannya dengan Trump, The Fed, dan Libur di Tiongkok?
Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga mencatatkan pertumbuhan penerimaan secara bruto. Peningkatan PPN mulai terlihat pada Maret 2025 yang sebesar Rp 53 triliun atau tumbuh 8% dari Rp 39,9 triliun pada Februari 2025.
Suryo menjelaskan PPN impor juga mengalami peningkatan. PPN impor tumbuh positif, sejalan dengan pertumbuhan volume impor migas dan nonmigas. Penopang utama volume impor nonmigas berasal dari industri pengolahan, khususnya pada subsektor industri kendaraan bermotor, logam dasar, serta kimia dan farmasi.
Pada 2025, khususnya Januari-Maret 2025, rata-rata PPN impor mencapai Rp 23,3 triliun. “Pemahaman kami, kondisi ekonomi sampai pada bulan Maret masih mengalami pertumbuhan yang baik,” kata dia.

