Wall Street Ambruk Dibayangi Kekhawatiran Defisit AS, Dow Nyungsep 800 Poin
NEW YORK, investortrust.id – Pasar saham Amerika Serikat turun tajam pada Rabu waktu setempat atau Kamis (22/5/2025) WIB. Wall Street tertekan oleh lonjakan imbal hasil obligasi pemerintah AS yang memicu kekhawatiran pasar atas potensi pembengkakan defisit anggaran. Rancangan undang-undang anggaran baru tengah digodok di Kongres.
Baca Juga
Pasar Obligasi AS Bergejolak, Yield USTreasury 30-Tahun Tembus 5%
Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup merosot 816,80 poin atau 1,91 persen ke level 41.860,44. S&P 500 terkoreksi 1,61 persen menjadi 5.844,61, sementara Nasdaq Composite melemah 1,41 persen ke posisi 18.872,64.
Yield obligasi pemerintah AS bertenor 30 tahun terakhir ditransaksikan di kisaran 5,09 persen, menyentuh level tertinggi sejak Oktober 2023. Yield acuan Treasury 10 tahun berada di 4,59 persen.
Aksi jual terhadap obligasi bertenor panjang semakin intensif seiring kekhawatiran bahwa RUU anggaran yang baru akan memperburuk defisit fiskal AS. RUU ini diperkirakan akan lolos karena para legislator telah mencapai kompromi soal pengurangan pajak negara bagian dan lokal menjelang tenggat Memorial Day dari Ketua DPR Mike Johnson. Yield semakin melonjak setelah lelang surat utang 20 tahun pada Rabu berlangsung buruk, memunculkan kekhawatiran bahwa minat investor untuk mendanai defisit AS mulai menurun.
“Pertanyaannya sekarang, dari sudut pandang fiskal, akan seperti apa isi RUU pajak tersebut, dan apakah itu hanya akan membatalkan disiplin fiskal yang baru saja dijalankan dengan cara menambah utang namun dalam kecepatan yang sedikit lebih lambat?” ujar Sam Stovall, kepala strategi investasi di CFRA Research, dalam wawancara dengan CNBC.
“Saat ini tampaknya peluang RUU tersebut untuk lolos justru meningkat, dan itu hanya akan membuat total utang kita terus bertambah,” lanjut Stovall.
Imbal hasil Treasury sempat melonjak tajam bulan lalu, setelah kekhawatiran terhadap tarif impor yang diberlakukan Presiden Donald Trump menggoyahkan status obligasi AS sebagai aset aman. Yield 10 tahun melonjak dari di bawah 3,9 persen ke atas 4,5 persen hanya dalam beberapa hari di April, sebelum kembali mereda setelah Trump mengumumkan penundaan penerapan tarif tersebut.
Baca Juga
Trump Tunda 90 Hari Pemberlakuan Tarif Baru, Ancam Tarif 125% untuk China
Sementara itu, saham Target merosot 5,2 persen setelah perusahaan memangkas proyeksi penjualan tahunan. Manajemen menyebut ketidakpastian tarif dan respons negatif terhadap pengurangan program keberagaman dan inklusi sebagai penyebab. Saham UnitedHealth menjadi kontributor terburuk di indeks Dow dengan koreksi 5,8 persen menyusul penurunan rekomendasi dari HSBC. Saham teknologi besar seperti Apple dan Amazon juga melemah, tertekan oleh kenaikan yield.
Aksi jual pada Rabu terjadi setelah sesi perdagangan yang sulit pada hari sebelumnya. Indeks S&P 500 mengakhiri tren kenaikan enam hari berturut-turut, sementara Nasdaq mencatat hari negatif pertamanya dalam tiga hari terakhir.
Meski demikian, indeks-indeks utama masih mencatatkan pemulihan tajam sejak koreksi besar bulan lalu yang dipicu oleh pengumuman tarif tinggi dari Trump. Dalam sebulan terakhir, S&P 500 dan Nasdaq masing-masing telah menguat lebih dari 13 persen dan 18 persen.
“Beberapa investor mulai khawatir bahwa reli yang terjadi belakangan ini sudah terlalu cepat dan terlalu tinggi, sehingga pasar butuh waktu untuk mencerna kenaikan tersebut,” ujar Stovall.

