Pasar Obligasi AS Bergejolak, Yield USTreasury 30-Tahun Tembus 5%
NEW YORK, investortrust.id - Imbal hasil obligasi pemerintah AS kembali melonjak ke level yang sebelumnya telah menekan perekonomian dan pasar keuangan. Kenaikan ini dipicu kekhawatiran investor bahwa Rancangan Undang-Undang pajak baru yang diusulkan Partai Republik (GOP) dapat memperburuk defisit anggaran AS, sebuah risiko yang baru saja disorot oleh lembaga pemeringkat Moody's lewat penurunan peringkat kredit AS akhir pekan lalu.
Baca Juga
Yield USTreasury 10-Tahun Menguat, Investor Pantau Isyarat Kebijakan The Fed
Yield obligasi Treasury bertenor 30 tahun naik sekitar 12 basis poin ke level 5,09%, menembus ambang psikologis 5% untuk kedua kalinya dalam pekan ini dan menyentuh level tertinggi sejak Oktober 2023. Imbal hasil obligasi 10 tahun juga ikut naik, terakhir tercatat di 4,59% atau naik 11 basis poin, kembali ke level yang sempat memicu gejolak pasar pada April lalu dan turut mendorong Presiden Donald Trump saat itu menghentikan sementara tarif paling agresifnya. Sementara itu, yield obligasi bertenor 2 tahun naik 4 basis poin ke level 4,01%. Sebagaimana diketahui, satu basis poin setara dengan 0,01%, dan imbal hasil bergerak berlawanan arah dengan harga obligasi.
Katalis yang mendorong lonjakan yield ini berasal dari lelang obligasi 20 tahun pukul 13.00 ET yang dinilai mengecewakan. BMO menyebut lelang tersebut sebagai "kurang bergairah." Kekhawatiran pun mencuat bahwa minat beli terhadap obligasi pemerintah AS mulai mengering di tengah meningkatnya suplai utang baru untuk membiayai pengeluaran negara.
Para pelaku pasar kini mencermati dinamika pembahasan RUU anggaran Presiden Donald Trump, di mana Partai Republik tengah berselisih soal besaran pengurangan pajak untuk negara bagian dan lokal. Sejumlah anggota Partai Republik yang khawatir terhadap besarnya belanja negara dalam RUU tersebut dijadwalkan bertemu dengan Trump di Gedung Putih pada Rabu untuk merundingkan kompromi. Jika RUU tersebut berhasil disahkan sebelum Memorial Day—sebagaimana ditargetkan oleh Ketua DPR Mike Johnson—defisit pemerintah AS diperkirakan bisa meningkat hingga triliunan dolar. Ini terjadi di saat kekhawatiran pasar terhadap lonjakan inflasi akibat tarif Trump kembali membayangi harga obligasi dan mendorong yield naik.
"Penjualan obligasi pemerintah AS pasca penurunan peringkat Moody’s memang awalnya terbatas, namun sejak akhir April imbal hasil terus merangkak naik seiring sorotan pasar terhadap negosiasi anggaran," tulis Mark Haefele, Chief Investment Officer UBS Global Wealth Management, dalam catatan riset Rabu, seperti dikutip CNBC. Ia menambahkan bahwa RUU dari Partai Republik "diperkirakan akan menambah triliunan dolar ke defisit (senilai $36 triliun) selama dekade mendatang. Hal ini kemungkinan akan mendorong peningkatan suplai surat utang negara dan memberi tekanan tambahan pada pasar obligasi."
Sebelumnya, Moody’s menurunkan peringkat kredit pemerintah AS pada Jumat malam, dengan alasan meningkatnya beban pembiayaan akibat membengkaknya defisit anggaran. Langkah ini langsung memicu lonjakan yield obligasi 30 tahun di atas 5% pada Senin, yang menjadi kali pertama dalam pekan ini.
Baca Juga
Moody’s Turunkan Peringkat Kredit AS, Pasar Asia-Pasifik Tertekan
"Kami tidak percaya bahwa proposal fiskal saat ini akan mampu menghasilkan pemangkasan signifikan dan berkelanjutan terhadap belanja wajib dan defisit dalam beberapa tahun mendatang," tulis Moody's dalam laporan pemeringkatannya.

