AS-China Pangkas Tarif, Harga Minyak Melonjak ke Level Tertinggi Dua Pekan
NEW YORK, investortrust.id – Harga minyak melonjak sekitar 1,5% dan mencapai level penutupan tertinggi dalam dua pekan pada hari Senin (12/5/2025), setelah Amerika Serikat dan China sepakat untuk memangkas tarif sementara. Hal ini memicu harapan akan akhir dari perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia itu.
Baca Juga
Terobosan Perang Dagang: AS-China Sepakat Pangkas Tarif Selama 90 Hari
Minyak Brent naik 1,05 dolar AS atau 1,6% menjadi 64,96 dolar AS per barel. Sedangkan, West Texas Intermediate (WTI) naik 93 sen atau 1,5% menjadi 61,95 dolar AS per barel. Keduanya mencatatkan level penutupan tertinggi sejak 28 April.
AS dan China sepakat untuk menekan rem pada perang tarif, yang mendorong lonjakan harga saham di Wall Street, penguatan dolar AS, dan kenaikan harga minyak, di tengah harapan bahwa dua konsumen minyak terbesar dunia itu bisa mengakhiri perang dagang yang sempat memicu kekhawatiran resesi global.
“Ini adalah langkah de-eskalasi yang lebih besar dari ekspektasi dan memberikan peningkatan prospek pasar, meskipun proses negosiasi kemungkinan tetap menantang,” tulis analis dari ING dalam sebuah catatan, seperti dikutip Reuters.
Gubernur The Fed Adriana Kugler menyatakan bahwa kesepakatan dagang ini bisa mengurangi kebutuhan bank sentral untuk memangkas suku bunga demi merangsang ekonomi. Hal ini sempat menekan harga minyak di awal perdagangan, karena suku bunga rendah biasanya mendukung permintaan minyak.
Pada bulan April, harga minyak sempat merosot ke level terendah dalam empat tahun karena kekhawatiran investor bahwa perang dagang AS-China dapat menekan pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi. Di saat yang sama, OPEC memutuskan untuk meningkatkan produksi minyak lebih dari yang diperkirakan sebelumnya.
Di Arab Saudi, produsen minyak terbesar OPEC, raksasa energi Aramco menyatakan pihaknya memperkirakan permintaan minyak akan tetap tangguh sepanjang tahun ini, dan melihat potensi kenaikan lebih lanjut apabila konflik dagang AS-China terselesaikan.
Sementara itu, di Irak, eksportir minyak mentah terbesar kedua OPEC, ekspor diperkirakan turun menjadi sekitar 3,2 juta barel per hari (bph) pada Mei dan Juni, lebih rendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Harga minyak juga mendapat dukungan setelah perusahaan energi Norwegia Equinor menghentikan sementara produksi di ladang minyak Johan Castberg di Laut Barents karena perbaikan teknis.
Di Laut Hitam, ekspor minyak Black Sea CPC Blend melalui sistem pipa Konsorsium Pipa Kaspia (CPC) diperkirakan turun menjadi 1,5 juta bph pada Mei dari 1,6 juta bph pada April.
Di Meksiko, PMI, unit dagang dari perusahaan energi negara Pemex, memproyeksikan penurunan ekspor minyak mentah tahun ini karena sebagian besar akan dialihkan ke kilang domestik, terutama kilang baru Olmeca.
Banyak Pembicaraan
Pembicaraan yang sedang berlangsung antara AS dan Iran mengenai program nuklir Teheran berpotensi menekan harga minyak. Pasalnya, Iran adalah produsen minyak terbesar ketiga OPEC dan kesepakatan nuklir dapat membuka pintu bagi pelonggaran sanksi terhadap ekspor minyak Iran.
Pasokan minyak Rusia juga bisa meningkat di pasar global jika pembicaraan damai yang ditengahi AS antara Rusia dan Ukraina membuahkan hasil. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menyatakan siap bertemu Vladimir Putin di Turki pada Kamis, setelah Presiden AS Donald Trump secara terbuka mendorongnya menerima proposal dari Kremlin untuk pertemuan langsung.
Trump juga menyampaikan kemungkinan AS akan bergabung dalam pembicaraan antara Rusia dan Ukraina di Turkiye.
Baca Juga
Zelenskyy Siap Bertemu Putin, Trump Desak Kesepakatan Damai Segera
Rusia merupakan produsen minyak terbesar kedua dunia pada tahun 2024 menurut data Administrasi Informasi Energi AS (EIA). Jika kesepakatan tercapai, sanksi terhadap Rusia dapat dikurangi dan ekspor minyak negara itu berpotensi meningkat.
Di India, Perdana Menteri Narendra Modi memperingatkan Pakistan bahwa New Delhi tidak akan ragu menyerang “markas teroris” di seberang perbatasan bila terjadi serangan baru terhadap India. Ia menegaskan India tidak akan gentar terhadap apa yang disebutnya sebagai “pemerasan nuklir” Islamabad.
India adalah konsumen minyak terbesar ketiga dunia.

