Antisipasi Dampak Kebijakan Tarif Trump, Begini Hasil Stress Test Perbankan RI dari OJK
JAKARTA, investortrust.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan uji stres atau stress test terhadap perbankan untuk mengantisipasi dampak kebijakan tarif yang akan diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan, OJK melakukan stress test baik secara berkala maupun sewaktu-waktu untuk melihat dampak dari perubahan kondisi ekonomi, termasuk pengaruh penerapan tarif impor AS dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap perbankan.
Sejauh ini, OJK menilai bahwa rasio permodalan (CAR) perbankan tergolong tinggi pada Februari 2025 berada di level 26,95% dan mampu menyerap potensi peningkatan risiko kredit, risiko pasar, dan risiko likuiditas.
"Selanjutnya dapat kami sampaikan pula bahwa pada Februari 2025, kinerja intermediasi perbankan relatif stabil dengan profil risiko yang terjaga, NPL gross Februari 2025 berada di level 2,22% dan NPL Net Februari 2025 berada di level 0,81% serta LaR Februari 2025 di level 9,77%," ujar Dian dalam jawaban tertulis Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan Maret 2025, Senin (28/4/2025).
Lebih lanjut, Dian menyebut, kredit perbankan tetap melanjutkan double digit growth sebesar 10,30% yoy menjadi Rp 7.825 triliun dengan kredit investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 14,62%, diikuti oleh kredit konsumsi 10,31%, sedangkan kredit modal kerja tumbuh 7,66%.
Ditinjau dari kepemilikan, bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 10,93% yoy dan berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 15,95%, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,51%. Menurut Dian, sektor ekonomi pendorong kenaikan kredit secara tahunan meliputi tiga sektor utama, yaitu industri pengolahan, transportasi dan pergudangan, dan pertambangan.
"Industri pengolahan utamanya industri minyak goreng dan kelapa sawit mentah, industri kertas, dan industri logam dasar bukan besi, sedangkan pada sektor pertambangan utamanya pada pertambangan logam dan biji timah, serta batu bara dan gambut," jelas Dian.
Dian menambahkan, industri perbankan perlu memetakan lebih jauh sektor-sektor dan debitur-debitur yang dapat terdampak dari ketidakpastian global utamanya yang dapat mengalami penurunan kemampuan membayar, senantiasa antisipatif dalam memitigasi peningkatan risiko kredit dengan pembentukan CKPN yang memadai, serta mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran dan monitoring kredit.
Di sisi lain, OJK juga meminta kepada perbankan agar secara proaktif melakukan asesmen terhadap perkembangan yang terjadi di global maupun domestik dan mempersiapkan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengantisipasi perkembangan dimaksud. Selain itu, OJK juga terus berupaya memperkuat fondasi sistem keuangan salah satunya melalui upaya pendalaman pasar keuangan, guna meningkatkan ketahanan dan efisiensi intermediasi perbankan di tengah gejolak global.
Menurut Dian, ketidakpastian ekonomi saat ini sangat dipengaruhi oleh tantangan perekonomian global antara lain kekhawatiran kebijakan tarif Trump yang akan mengganggu rantai pasok (supply chain) barang dan jasa, mendorong kenaikan inflasi global, serta memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Produk-produk utama ekspor Indonesia ke AS juga dikhawatirkan menghadapi tekanan akibat meningkatnya biaya impor.
"Berdasarkan hal tersebut, terdapat peningkatan risiko kredit pada beberapa sektor, utamanya yang terkait produk-produk utama ekspor Indonesia ke AS, antara lain produk tekstil dan alas kaki, mesin-mesin elektronik, produk perikanan dan kelapa sawit," ucap Dian.

