OJK Beberkan Alasan Masih Sedikitnya Perusahaan Asuransi Umum yang Garap Unit Link
JAKARTA, investortrust.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, hingga saat ini hanya ada dua perusahaan asuransi umum yang secara aktif memasarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit link.
Padahal, saat ini perusahaan asuransi kerugian sudah boleh memasarkan produk unit link setelah terbitnya Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 5 Tahun 2022 tentang PAYDI.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (KE PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengungkapkan, minimnya jumlah pemain di produk ini disebabkan oleh kehati-hatian perusahaan asuransi umum yang masih merasa kurang memiliki keahlian di bidang investasi.
”Di samping itu, banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi untuk memasarkan produk investasi (unit link) seperti permodalan, sistem informasi, dan sumber daya manusia (SDM),” ujarnya, menjawab pertanyaan Investortrust, dalam jawaban tertulis, Jumat (25/4/2025).
Baca Juga
Ini Alasan OJK Wajibkan Agunan untuk Pembiayaan Fintech Lending di Atas Rp 2 Miliar
Kedua hal tersebut, lanut Ogi, menjadi pertimbangan bagi para pelaku di industri asuransi umum untuk memasarkan unit link.
Di lain sisi, hingga saat ini pamor produk unit link di industri asuransi jiwa terus lesu. OJK mencatat, hingga akhir 2024, premi unit link mencapai Rp 51,8 triliun atau menggenggam pangsa sekitar 28% dari total premi asuransi jiwa.
Baca Juga
OJK Beri Izin Usaha di Bidang Pialang Asuransi PT Teman Pialang Asuransi usai Ganti Nama
Dari pantauan Investortrust, tren penjualan produk unit link di industri asuransi memang secara konsisten menurun, setidaknya sejak awal 2022. Padahal sebelum itu, produk ini menjadi primadona serta tulang punggung bagi sebagian besar perusahaan asuransi jiwa dalam mendulang premi.
Mulai tahun 2022, pendapatan premi PAYDI terkontraksi 13,26% secara year on year (yoy) menjadi Rp 110,77 triliun, dengan pangsa 57,9% dari total premi Rp 191,18 triliun. Lalu pada 2023, premi unit link tercatat tumbuh negatif 22,97% (yoy) menjadi Rp 85,33 triliun dengan pangsa 48,03% terhadap total premi industri sebesar Rp 177,66 triliun.

