Indonesia Mesti Perkuat Agenda Transisi Energi di Tengah Guncangan Geopolitik
JAKARTA, investortrust.id - Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Shofwan Al Banna Choiruzzad mengingatkan, perubahan kebijakan iklim Amerika Serikat (AS) yang dijalankan Presiden Donald Trump, termasuk mundur dari Perjanjian Paris, tidak seharusnya menyurutkan komitmen transisi energi Indonesia.
Dia memandang, langkah Trump tersebut merupakan respon dari perubahan global yang kemudian menggerus kekuatan Amerika. Pasalnya, Amerika merupakan kekuatan besar di sektor minyak, sementara tren sumber energi global kini telah beralih ke energi terbarukan. Di sisi lain, China kini memimpin sektor energi terbarukan.
Guncangan geopolitik ini dinilainya akan berdampak pada agenda iklim dan transisi energi global. Salah satunya, upaya Amerika mengucilkan China dari rantai pasok energi terbarukan akan membuat rantai pasok menjadi terfragmentasi dan mengkerek biaya transisi energi secara global.
"Dampak lainnya, potensi berkurangnya pembiayaan iklim. Namun, momentum global di mana investasi energi terbarukan telah melampaui energi fosil harus dipertahankan," kata Shofwan, Rabu (7/5/2025).
Untuk itu, menurut Shofwan, Indonesia harus meningkatkan daya tahan agenda iklim dan transisi energi, dengan mendorong multilateralisme yang tidak bergantung pada satu kekuatan besar di level global.
"Kita juga perlu memperkuat kemitraan multipihak dan lintasnegara yang lebih kokoh dan efektif. Indonesia perlu memastikan tidak hanya engage dengan satu kekuatan saja, perlu didorong adanya kemitraan yang beragam, multilateral, dan multistakeholder. Tidak hanya menggandeng negara lain tetapi juga berbagai pihak yang terkait,” terang dia.
Lebih lanjut Shofwan menekankan, transisi ke energi terbarukan, harus dilakukan oleh Indonesia. Pasalnya, transisi ke energi terbarukan tak hanya sekadar masalah lingkungan saja, tetapi langkah strategis penting untuk menjamin pertumbuhan dan kedaulatan dalam jangka panjang.
Diversifikasi ke energi terbarukan diyakink akan melindungi Indonesia dari volatilitas harga energi fosil yang sangat dipengaruhi kondisi geopolitik global. Dengan meningkatkan kapasitas energi terbarukan menjadi lebih besar, Indonesia akan memiliki ruang manuver yang cukup luas ketika terjadi perubahan geopolitik dan lonjakan harga energi fosil.
“Indonesia tidak bisa terus menunda-nunda transisi ke energi terbarukan. Jika tidak ada political will dari pemerintah, tidak mungkin bisa menaikkan investasi energi terbarukan. Political will yang kokoh dan berkelanjutan menjadi kunci dari perbaikan kelembagaan dan mobilisasi pendanaan,” ucap Shofwan.

