Harga Minyak Tertekan Isu Perdagangan AS-China dan Sinyal Pasokan Global
CHICAGO, Investortrust.id - Harga minyak turun pada Selasa (10/6/2025) waktu AS saat para pedagang memantau pembicaraan perdagangan antara AS dan China.
Harga minyak berjangka Brent acuan global turun 17 sen atau 0,25% ditutup pada US$ 66,87 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) acuan AS turun 31 sen atau 0,47% menjadi US$ 64,98.
Dilansir CNBC, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan, perundingan dagang dengan China berjalan baik saat kedua pihak bertemu pada hari kedua di London. Pertemuan untuk mencari terobosan pada kontrol ekspor yang mengancam keretakan baru antara kedua negara adidaya tersebut.
Baca Juga
“Ada rasa optimisme seputar pembicaraan dagang, pasar menunggu apa yang dihasilkan, dan itu mendukung harga minyak,” kata Kepala Grup Penelitian Onyx Capital Harry Tchilinguirian.
Di sisi pasokan, alokasi penyulingan minyak Tiongkok menunjukkan bahwa BUMN Arab Saudi, Saudi Aramco, akan mengirimkan sekitar 47 juta barel minyak ke Tiongkok pada Juli, 1 juta barel lebih sedikit dari volume yang dialokasikan Juni.
"Alokasi Saudi dapat menjadi tanda awal bahwa penghentian pemotongan produksi OPEC+ mungkin tidak menghasilkan banyak pasokan tambahan," kata Tchilinguirian.
OPEC+ termasuk Rusia, yang memproduksi sekitar setengah dari minyak dunia, mengajukan rencana peningkatan produksi 411.000 barel per hari (bph) pada Juli.
Survei Reuters menemukan bahwa peningkatan produksi minyak OPEC pada Mei terbatas. Irak, produsen OPEC terbesar kedua setelah Arab Saudi, memompa di bawah target untuk mengompensasi kelebihan produksi sebelumnya. Adapun Arab Saudi serta Uni Emirat Arab (UEA) melakukan peningkatan lebih kecil dari yang disepakati.
Di tempat lain, Iran mengatakan segera mengajukan usulan balasan untuk kesepakatan nuklir sebagai tanggapan tawaran AS yang dianggap Teheran “tidak dapat diterima”.
Sementara Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa kedua belah pihak masih berselisih pendapat mengenai apakah Teheran akan diizinkan untuk terus memperkaya uranium di Iran.
Iran adalah produsen OPEC terbesar ketiga. Pelonggaran sanksi AS terhadap Teheran memungkinkan Iran mengekspor lebih banyak minyak.
Baca Juga
Bahlil Tuding IMF Jadi Biang Kerok Turunnya Lifting Minyak Nasional
Sementara itu di Eropa, Komisi Eropa mengusulkan paket sanksi ke-18 terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina. Sanksi ditujukan pada sektor energi, perbankan, dan industri militer Moskow.
Rusia adalah produsen minyak mentah terbesar kedua di dunia pada 2024 setelah AS. Setiap sanksi membuat lebih banyak minyak keluar dari pasar global, yang dapat mendukung harga.
American Petroleum Institute (API) dan Badan Informasi Energi AS (EIA) akan merilis data persediaan minyak AS masing-masing pada Selasa dan Rabu (11/5/2025) . Analis memperkirakan perusahaan energi menambahkan sekitar 0,1 juta barel minyak ke persediaan AS selama minggu yang berakhir 6 Juni.

