PMI Manufaktur Turun, Bos Apindo Sebut Faktor Pemicu Ini
JAKARTA, investortrust.id - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani menyebutkan industri pengolahan nonmigas atau manufaktur mengalami tekanan terseret sejumlah faktor domestik dan global.
Penurunan tersebut tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang tercatat berada di level 47,4 pada Mei 2025. Hal ini memperlihatkan sektor industri nasional masih berada dalam fase kontraksi, meskipun pelemahannya sedikit mereda, dibanding bulan April yang sempat anjlok ke level 46,7.
Baca Juga
PMI Manufaktur Mei 2025 Anjlok, Kemenperin Bongkar Penyebab Lesunya Pesanan Baru
Menurut Shinta, kondisi PMI Manufaktur ini merupakan kontraksi dua bulan berturut-turut dan menjadi sinyal penting bagi dunia usaha bahwa pemulihan pasca pandemi belum sepenuhnya stabil. Saat ini juga masih dihadapkan pada berbagai tantangan lanjutan.
"Di dalam negeri, pelemahan daya beli masyarakat menyebabkan permintaan terhadap produk manufaktur turun," ucap Shinta kepada investortrust di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Shinta pun menilai, pelemahan daya beli tersebut terlihat dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 hanya mencapai 4,87%, lebih rendah dari periode sebelumnya dan di bawah target pemerintah.
Baca Juga
PMI Manufaktur Kontraksi, tetapi Perusahaan Justru "Pede" Bangun Pabrik, Ini Alasannya
"Di sisi eksternal, penjualan ke pasar utama, seperti Amerika Serikat juga mengalami penurunan, diperburuk oleh ketidakpastian global dan dinamika kebijakan perdagangan internasional, termasuk potensi dampak dari kebijakan tarif resiprokal AS," paparnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, sejumlah subsektor manufaktur padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik mengalami tekanan, terutama karena bergantung pada pasar ekspor dan rentan terhadap fluktuasi biaya impor yang berdampak pada aktivitas produksi.
"Yang cukup mengkhawatirkan adalah perlambatan produksi akan berdampak pada pasar tenaga kerja, dengan adanya indikasi pengurangan karyawan di beberapa sektor serta penurunan aktivitas pembelian bahan baku," terang Shinta.

