Pengembang Soroti Aturan Baru Rumah Subsidi 2025, Apa yang Berubah dan Siapa Diuntungkan?
JAKARTA, investortrust.id – Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) memberikan tanggapan terkait rencana pemerintah menyusun aturan baru mengenai batasan luas tanah, luas lantai, dan harga jual rumah subsidi melalui draf Keputusan Menteri (Kepmen) Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Nomor/KPTS/M/2025.
Aturan ini juga akan mengatur besaran subsidi bantuan uang muka perumahan, yang akan diterapkan pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Wakil Ketua Umum Apersi Mohammad Solikin menuturkan, draf tersebut memperhitungkan kondisi zonasi wilayah, seperti perbedaan harga tanah, segmentasi pasar, dan faktor geografis.
Baca Juga
Apersi Usul Harga Rumah Subsidi Naik Jadi Rp 250 Juta, Imbas Perubahan Kriteria MBR
“Misalnya di Jabodetabek, harga tanah sangat tinggi sehingga perlu luas rumah yang lebih kecil agar tetap sesuai batas harga subsidi. Sementara di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi, luasan rumah bisa lebih besar. Ini akan membuat kebijakan lebih tepat sasaran,” ujar Solikin saat dihubungi investortrust.id, Senin (2/6/2025).
Solikin menilai penyesuaian luasan rumah merupakan solusi mengatasi tingginya kebutuhan hunian di wilayah dengan backlog besar di Jawa Barat, khususnya Jabodetabek. Menurutnya, pendekatan serupa telah dilakukan sektor perumahan, bahwa rumah dengan luas bangunan sekitar 40 meter persegi (m2) telah menjadi tren.
Namun, Solikin menekankan pentingnya sinkronisasi aturan pusat dengan kebijakan di setiap daerah, khususnya terkait persetujuan bangunan gedung (PBG). Ia mengkritisi ketidaksesuaian antara kebijakan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) dan implementasi di tingkat pemerintah daerah.
“Seharusnya seluruh perizinan berada di bawah kewenangan Kementerian PKP agar prosesnya lebih efisien dan terukur secara teknis,” tegasnya.
Solikin juga menyoroti lambatnya proses perizinan, khususnya di wilayah Jabodetabek. Ia mencontohkan Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah dengan serapan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terbesar setelah Bekasi, tetapi dinilai masih lamban dalam penyelesaian perizinan.
“Pak Menteri bilang proses bisa selesai dalam 3 hari, tetapi itu baru pemberkasan awal. Realitanya, yang betul-betul selesai dalam 3 hari mungkin hanya 20%. Prosesnya tetap panjang dan berliku,” ungkapnya.
Dia berharap, Kementerian PKP dapat bersikap lebih tegas dalam menegakkan aturan dan memastikan seluruh pemerintah daerah mematuhi kebijakan pusat, khususnya menjelang implementasi program perumahan di era pemerintahan baru.
Draf aturan terbaru Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 memuat tentang luas lahan, bangunan, serta batas harga rumah subsidi di era Kepresidenan Prabowo Subianto.
Adapun aturan yang masih berlaku saat ini tertuang dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 995/KPTS/M/2021 Tahun 2021 tentang Batasan Penghasilan Tertentu, Suku Bunga/Marjin Pembiayaan Bersubsidi, Masa Subsidi, Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah, Batasan Luas Tanah, Batasan Luas Lantai, Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak dan Satuan Rumah Susun Umum, dan Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka.
Dalam draf Kepmen PKP diatur bahwa batas luas tanah untuk rumah tapak minimal 25 m2 dan maksimal 200 m2, dengan luas rumah subsidi minimal 18 m2 dan maksimal 36 m2. Khusus untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang ketersediaan lahannya terbatas dan cenderung mahal, sehingga tipe yang disediakan adalah tipe 21/60.
“Luas tanah memerlukan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman,” tulis draf Kepmen PKP tersebut.
Lebih jauh, batasan harga jual rumah subsidi masih belum menunjukkan kenaikan dari aturan tahun sebelumnya.
Baca Juga
Menteri Ara Sebut Total Anggaran Rumah Subsidi Capai Rp 43 Triliun Tahun Ini
Berikut daftar harga batas jual rumah subsidi yang masih berlaku:
1. Wilayah Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatra (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai) untuk tahun 2025 sebesar Rp 166 juta;
2. Wilayah Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) pada tahun tahun 2025 sebesar Rp 182 juta;
3. Untuk wilayah Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas) sebesar Rp 173 juta untuk tahun 2025;
4. Wilayah Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu untuk tahun 2025 sebesar Rp 185 juta.
5. Wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya dan Papua Selatan untuk tahun 2025 sebesar Rp 240 juta.

