PGEO Sebut Sumatera Punya Cadangan Panas Bumi Terbesar di Indonesia, Capai 9,6 GW
JAKARTA, investortrust.id - PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO) menyebut, potensi untuk mengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia sangat besar. Sebab, Indonesia memiliki sumber panas bumi terbesar nomor dua di dunia, yakni mencapai 24 gigawatt (GW).
Manager Investor Relations PGE Ronald Andre Hutagalung menerangkan, besarnya cadangan panas bumi di Indonesia karena posisi Indonesia yang terletak di rangkaian gunung api (ring of fire). Dari sekian wilayah di Indonesia, Pulau Sumatera tercatat memiliki cadangan panas bumi terbesar, mencapai 9,6 GW.
“Secara reserve (cadangan) paling besar lokasinya ada di Sumatera, sebesar 9,6 GW, diikuti Jawa 8,2 GW, kemudian di Sulawesi 3,1 GW, di Maluku 1,2 GW, di Kalimantan 0,2 GW, dan di Nusa Tenggara ada 1,2 GW,” sebut Ronald Andre dalam acara Pertamina Geothermal Energy-Investortrust Youth Seminar Financial Literacy, Kamis (15/5/2025).
Baca Juga
Lokasi yang sangat mendukung ini, kata dia, membuat permintaan (demand) masyarakat akan kebutuhan listrik dapat terpenuhi. Bahkan menurutnya, bukan tak mungkin PLTP bisa menggantikan pembangkit listrik berbasis fosil.
“Jadi antara supply dan demand bisa dilihat itu match sekali dan juga kebetulan untuk yang pembangkit yang bertenaga fossil fuel juga pasarnya paling besar ada di Pulau Jawa. Jadi sebenarnya kami bisa nge-replace fossil fuel tersebut dengan yang PLTP,” ujar dia.
Kendati demikian, Ronald Andre tidak memungkiri bahwa untuk mengembangkan PLTP ini membutuhkan investasi yang sangat besar, utamanya di awal. Disebutkan bahwa butuh investasi sekitar US$ 5,3 juta untuk mengembangkan PLTP per 1 megawatt (MW).
Pemerintah sendiri manargetkan pengembangan kapasitas PLTP mencapai 10,5 GW pada 2035. Sementara itu, saat ini install capacity dari geothermal baru mencapai 2,6 GW.
“Investasi di awal itu sangat besar, kira-kira US$ 5,3 juta itu per megawatt. Jadi untuk menambah sekitar 8 gigawatt itu membutuhkan investasi sekitar US$ 50 miliar,” kata Ronald Andre.

