Panas Bumi Bisa Sumbang Rp 1.000 Triliun ke PDB, Ini Gebrakan PGEO Kuasai Pasar
JAKARTA, investortrust.id - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE bagian PT Pertamina New Renewable Energy (NRE), subholding energi baru terbarukan (EBT) PT Pertamina (Persero) mengungkapkan, pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dapat memberikan kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.
Manager Investor Relations PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) atau PGE Ronald Andre Hutagalung menyampaikan, pemerintah menargetkan kapasitas PLTP mencapai 10,5 gigawatt (GW) pada 2035. Jika target tersebut tercapai, bisa memberikan kontribusi terhadap PDB hingga US$ 63 miliar (Rp 1.041 triliun).
Baca Juga
Bidik 5,1 GW Panas Bumi, PLN Gandeng Swasta karena Tantangannya Tak Main-main
“Untuk kontribusi terhadap PDB nasional, kalau pemerintah bisa mencapai target 10,5 gigawatt, itu bisa berkontribusi sebesar US$ 62 miliar-US$ 63 miliar,” kata Ronald Andre dalam acara "Pertamina Geothermal Energy-Investortrust Youth Seminar Financial Literacy" di Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi (FTKE) Universitas Trisakti, Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Bukan hanya itu, Ronald menyebut pengembangan PLTP dapat menghasilkan new green revenue dari off grid dan manufaktur hingga mencapai lebih US$ 9 miliar, serta mereduksi emisi hingga lebih 55 juta ton CO2.
Menurutnya, PGE memiliki peluang besar dalam mengembangkan PLTP ini. Pasalnya, potensi sumber panas bumi di Indonesia mencapai 24 (GW) yang merupakan terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS). Sementara itu, install capacity dari geotermal saat ini baru mencapai 2,6 GW atau baru 11% dari potensi.
Baca Juga
CEO Investortrust Sarankan Investasi di PGEO: 20 Tahun Lagi Bisa Dinikmati
“Jadi masih besar sekali potensi panas bumi ini yang bisa kita kembangkan. Pada 2035 atau 10 tahun mendatang akan menambah sekitar 8 GW. Jadi potensi untuk PGE ke depan masih sangat besar,” ungkap dia.
Lebih lanjut, Ronald menerangkan bahwa PLTP bisa dipakai sebagai base load dibandingkan energi terbarukan lainnya, seperti solar, angin, hidro, dan biomassa, yang sangat tergantung dari cuaca (intermitten). “Selain itu, dari capacity factor, panas bumi itu lebih dari 85%,” sebut Ronald Andre.

