Harga Minyak Mentah Dunia Diprediksi Masih Bisa Terkoreksi meski Perang Dagang AS-China Mereda
JAKARTA, investortrust.id - Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi harga minyak mentah dunia masih bisa terkoreksi, meskipun perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China mulai mereda.
Sebagai informasi, dalam dua hari terakhir, setelah Amerika dan China sepakat untuk memangkas tarif sementara, harga minyak mentah sempat melonjak. Namun, mengutip Reuters, Rabu (14/5/2025), harga minyak mentah Brent tercatat turun tipis 10 sen atau 0,15% menjadi US$ 66,53 per barel.
Hal serupa juga terjadi pada minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS yang terkoreksi 7 sen atau 0,11% menjadi US$ 63,60 per barel. Menurut Ibrahim, terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi naik dan turunnya harga minyak mentah dunia tersebut.
“Kesepakatan damai antara Amerika dan China yang diberi waktu 90 hari, ini membuat lonjakan tersendiri bagi minyak mentah, karena tidak adanya biaya impor sehingga dalam waktu 90 hari ekspor-impor itu aman. Ini yang beri sinyal harga minyak mentah ini mengalami kenaikan,” kata Ibrahim saat dihubungi Investortrust, Rabu (14/5/2025).
Baca Juga
Bukan AS, Indonesia Impor Minyak Mentah Terbesar dari Nigeria
Selain itu, faktor lainnya yang membuat harga minyak mentah melonjak adalah tentang sanksi ekonomi yang diterapkan Amerika terhadap Iran, di mana Iran walaupun mendapatkan sanksi ekonomi masih terus melakukan ekspor minyaknya ini ke China.
“Jadi ada 20 perusahaan China yang dikenakan sanksi karena mendapatkan impor minyak dari Iran. Nah ini yang sebenarnya akan membuat harga minyak mentah dunia itu akan naik,” ujar dia.
Kendati demikian, Ibrahim memaparkan bahwa ada faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan harga minyak mentah terkoreksi. Salah satunya adalah rilis soal cadangan minyak mentah di Amerika berdasarkan Badan Informasi Energi AS yang kemungkinan besar mereka mengalami oversupply.
“Kemudian yang kedua, keinginan Donald Trump (Presiden AS) pada saat pertemuan di Arab Saudi menginginkan harga minyak mentah itu serendah mungkin, harganya turun. Yang ketiga, bahwa perang dagang ini, genjatan senjata hanya 90 hari. Setelah 90 hari, harga barang-barang impor baik dari Amerika maupun China akan dikenakan tarif kembali,” papar Ibrahim.
Meskipun pengenaan tarif tersebut tidak sebesar sebelumnya di angka 145% dan 125%, tetapi di level 30% dan 10%, menurutnya itu tetap bakal memberikan pengaruh yang cukup besar.
Dia melihat bahwa saat ini pemerintah China sedang mencari pasar baru untuk menghindari biaya impor 30% tersebut. Ibrahim menyebut, inilah yang membuat kegalauan bagi para investor sehingga banyak yang melakukan taking profit.
“Dan ini bisa kelihatan dari transaksi di perdagangan di hari ini, di siang ini. Ini pun juga sedikit terkoreksi. Tetapi saya lihat kalau secara daily, harga minyak memang masih akan terkoreksi, tapi koreksinya tidak terlalu dalam,” terang Ibrahim.

