Revisi KUHAP Tak Akan Buru-buru, DPR Janji Dengar Suara Publik
JAKARTA, investortrust.id - Ketua DPR Puan Maharani memberikan sinyal parlemen tidak akan terburu-buru membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia menyebut DPR akan meminta sebanyak-banyaknya masukan terkait undang-undang yang akan dibahas, termasuk RUU KUHAP.
"DPR berusaha tidak akan melakukan pembahasan terburu-buru, karena walaupun ini belum dibahas, kita sudah membuka RDPU (rapat dengar pendapat umum) atau kemudian meminta masukan-masukan dari berbagai kalangan terkait RUU yang akan dibahas. Apakah itu dalam masa sidang ini atau masa sidang yang akan datang," ungkap Puan saat konferensi pers penutupan Sidang ke-19 Parliamentary Union of the OIC (PUIC) di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Baca Juga
Pakar Hukum Soroti Tidak Berimbangnya Peran Advokat di RUU KUHAP
Selain itu, Puan mengatakan, DPR tidak akan tergesa-gesa membahas usulan penundaan pemilihan kepala daerah (pilkada) oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Adapun Bawaslu sebelumnya mengusulkan agar pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) dijeda dengan pilkada selama 2 tahun.
Puan menuturkan, saat ini DPR tengah menimbang RUU KUHAP akan dibahas di Badan Legislasi (Baleg) atau Komisi III DPR. Terkait hal ini, ia menyebut RUU KUHAP dan undang-undang lain yang akan dibahas saling berkait, termasuk usulan RUU Pemilu.
"Apakah akan ditempatkan di mana? Ini terkait dengan undang-undang tadi di pilpres dan lain-lain. Dari dasar masukan tersebut nantinya sesuai dengan mekanismenya, kemudian pemimpinan akan memutuskan, itu akan dibahas apakah di komisi, apakah di badan dan lain-lain sebagainya," jelas Puan.
Politikus PDIP itu turut menyampaikan agar publik menunggu mekanisme internal yang dijalankan DPR dalam pembahasan RUU KUHAP dan RUU Pemilu. "Bagaimana undang-undang itu perlu dibahas secara lebih detail, besar, atau apakah kemudian masalah itu pelik dan lain-lain. Jadi kita tunggu dan nanti akan dibahas sesuai mekanisme," tuturnya.
Kebebasan pers
Sebelumnya Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Nany Afrida mengkritisi sejumlah pasal dalam draf RUU KUHAP yang dianggap menganggu kebebasan pers. Salah satu poin yang disorot adalah aturan pelarangan siaran langsung persidangan di pengadilan.
"Kalau untuk AJI, kita melihat ada beberapa pasal dalam KUHAP, yang ternyata kita anggap mengganggu kebebasan pers. Misalnya sidang itu tertutup, atau harus streaming, dan harus ada semacam izin dari ketua pengadilan," kata Nany di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Baca Juga
Fraksi Golkar Sebut RUU Perampasan Aset Idealnya Dibahas Setelah RUU KUHAP Disahkan
Nany menilai, aturan tersebut sangat merugikan kerja pers. Oleh karena itu, AJI mendesak agar aturan tersebut dicopot. "Makanya saya bersama dengan teman-teman dari koalisi, supaya pasal-pasal seperti ini, yang mengganggu kerja-kerja kita bisa dicopot. Kalau bisa dihapuskan," ujarnya.
Tayangan persidangan menurutnya hak semua bangsa. Hal tersebut mengingat persidangan menyangkut kepentingan umum di dalamnya. "Apalagi kalau melibatkan kepentingan umum, seperti korupsi, pembunuhan berencana, dan lain-lain," tuturnya.

