Letjen (Purn) Kiki Syahnakri Pernah Parkir Tank di Monas Tapi "Lupa" Lapor Pangdam Hendropriyono
Jakarta, Investortrust.id — Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur ) yang hanya dua tahun (1999-2001), ketegangan antara Parlemen dan Presiden memuncak. Gesekan dipicu oleh laporan dari Panitia Khusus (Pansus) DPR terkait dugaan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Bulog sebesar 4 juta dollar AS.
Selain itu beberapa tuduhan juga dilontarkan oleh parlemen selain kebijakan Presiden Gus Dur yang kontroversial seperti penghapusan Tap MPR tentang Partai Komunis Indonesia (PKI), melucuti jabatan Jusuf Kalla dan Laksamana Sukardi atas tuduhan kasus korupsi, padahal tidak ada bukti yang kuat dan puncaknya adalah ketika Presiden Gus Dur mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisikan tentang pembubaran parlemen.
Keluarnya Dekrit Presiden 23 Juli 2001 mempertajam konflik antara Gus Dur dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan MPR. Isi Dekrit Presiden 23 Juli 2001 adalah pembekuan DPR dan MPR, pengembalian kedaulatan ke tangan rakyat, serta pembekuan Golkar. Isi dekrit yang menyatakan pembekuan DPR dan MPR menjadi salah satu pernyataan yang paling menyita perhatian publik termasuk Angkatan Bersenjata RI (TNI).
Para petinggi Angkatan Darat termasuk yang tidak ingin ada perpecahan melihat konflik antara Senayan dan Istana. Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat saat itu, Letnan Jenderal Kiki Syahnakri bersama Letnan Jendral Ryamizard, Panglima Kodam Jaya Mayor Jendral Bibit Waluyo mengadakan rapat dadakan di Makostrad ketika melihat massa pendukung Presiden Gus Dur dan termasuk yang disebut sebagai pasukan berani mati untuk Gus Dur telah berdatangan dan berkumpul di Jakarta.
Mereka bertiga sepakat untuk memarkir tank milik Kostrad dan tank Marinir untuk mencegah bentrokan di Monas. "Saya tidak lapor kepada beliau (A.M. Hendropriyono) sebagai Kasad (Pangdam Jaya. maksudnya) gitu, lalu bagaimana caranya mencegah, ini massanya Gus Dur sudah berdatangan, yang dimaksud, yang disebut sebagai pasukan berani mati itu." ungkapnya.
"Pak Ryamizard bilang, kita gelar saja tank di Monas ini. Oh, jangan hanya Angkatan Darat, kita panggil Marinir. Kebetulan Danjen Marinir itu Harry Triono (Mayor Jendral) satu angkatan dengan saya. Kita panggil dan didiskusikan, untuk mencegah, kita bukanlah pak, kita tidak mau berpihak kepada Senayan tidak juga kepada Istana, tapi kita tidak mau ini terpecah. Jangan sampai ada peristiwa bentrokan, saya setuju ada gelar tank di situ. Jadi tank-nya marinir dan tank-nya Kostrad yang digelar di Monas pada saat itu. Maaf dulu nggak sempet lapor (sambil menjura kepada Jendral (Purn) A.M. Hendropriyono." papar Kiki Syahnakri yang disambut gelak tawa hadirin.
Hal ini Kiki sampaikan pada peluncuran buku keempatnya yang berjudul "Hingga Salvo Terakhir Bakti Prajurit TNI". Dalam acara diskusi dan bedah buku di Jakarta, Sabtu (26/4/2025), ia juga menyampaikan semangat penting kepada generasi penerus. "Buku ini sebenarnya saya lebih khususkan untuk anak cucu saya. Dan juga mungkin ada junior-junior TNI yang merasa tertarik," kata Kiki kepada Investortrust.
Kiki mengaku memerlukan waktu sekitar dua tahun untuk menulis buku autobiografi tersebut. Namun ia tetap menaruh nilai-nilai patriotisme di dalamnya. Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah purnawirawan seperti Mantan Wakil Presiden ke-6 Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal (Purn) A.M Hendropriyono, Mayjen TNI Nugraha Gumilar, Letnan Jendral (Purn) Endriartono Sutarto, Rektor Universitas Ahmad Yani Hikmahanto Juwana, Letnan Jendral (Purn) M. Tarub, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Herman Bernhard Leopold Mantiri dan juga beberapa pemimpin redaksi media massa.

