Saham Energi Berkinerja Baik dan Murah? Intip AADI, ADRO, dan ITMG
Saham AADI menunjukkan price to earnings ratio (PER) sebesar 2,71 kali, sementara rasio price to book value (PBV) sebesar 0,91 kali. Dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 53,3 triliun dan harga Rp 6.850 per saham pada penutupan Kamis (05/06/2025), AADI menunjukkan efisiensi kinerja dan profitabilitas yang solid.
Rendahnya rasio PER ini menunjukkan laba bersih perusahaan tinggi dibandingkan harga sahamnya. Hal ini menjadikan AADI sebagai salah satu saham bernilai tinggi.
Baca JugaAmankan Pendanaan Rp 651,08 Triliun, OpenAI Ungkap Operasi Rahasia Cina
Saham ADRO dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 65,2 triliun juga masih tergolong undervalued, dengan PER 3,73 kali dan PBV 0,67 kali. Saham ADRO pada perdagangan Kamis (05/06/2025) ditutup di level Rp 2.120.
ADRO ini dikenal sebagai pemain besar di sektor pertambangan batu bara dan energi terbarukan. Dengan PBV yang rendah, hal itu mengindikasikan nilai buku perusahaan belum sepenuhnya tecermin dalam harga sahamnya. Hal ini menjadi sinyal bahwa ADRO berpotensi terapresiasi harganya, jika kinerja keuangannya konsisten.
PER ITMG 4,09 Kali
Selanjutnya, saham ITMG tercatat memiliki PER senilai 4,09 kali dan PBV sebesar 0,80 kali. Kapitalisasi pasarnya tercatat sebesar Rp 25 triliun dan harga sahamnya Rp 22.200 pada penutupan perdagangan Kamis lalu (05/06/2025).
Reputasi kuat dan kinerja keuangan yang stabil menjadikan ITMG layak masuk dalam portofolio value investor.
Baca Juga
Efek Data Pekerjaan AS dan Sinyal The Fed Bikin Investor 'Deg-degan', Harga Emas Antam Turun
Selain tiga saham energi di atas, sejumlah saham seperti PT Atlas Resources Tbk (ARII), PT Soechi Lines Tbk (SOCI), PT Wintermar Offshore Marine Tbk (WINS), PT Elnusa Tbk (ELSA), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Trans Power Marine Tbk (TPMA), dan PT Resource Alam Indonesia Tbk (KKGI) juga masuk dalam deretan saham undervalued.
Perlu dicatat pula, rendahnya PER dan PBV tidak selalu berarti saham tersebut undervalued tanpa risiko. Dengan demikian, investor tetap harus menganalisis lebih lanjut mengenai arus kas, beban utang, prospek industri, regulasi energi dalam negeri, dan faktor eksternal seperti harga komoditas global.

