Stagflasi Mengintai, Harga Emas Siap Meledak Menuju US$ 5.000 per Troy Ons Tahun Ini?
JAKARTA, investortrust.id - Ketika dunia bergulat dengan tekanan inflasi yang tak kunjung reda dan tanda-tanda perlambatan ekonomi mulai terasa, satu aset kembali mencuri perhatian investor global yakni emas. Dengan harga emas dunia (XAUUSD) saat ini berada di sekitar US$ 3.253 per troy ons, muncul pertanyaan menari, apakah emas bisa menembus US$ 5.000 per ons di tahun ini?.
Kondisi stagflasi, yang ditandai dengan inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi stagnan, dan meningkatnya pengangguran, bukanlah fenomena baru. Pada era 1970-an, dunia menyaksikan lonjakan harga emas yang luar biasa, dari sekitar US$ 35 per ons di awal dekade menjadi US$ 850 per ons pada 1980. Lonjakan tersebut terjadi tepat saat Amerika Serikat mengalami inflasi dua digit, pertumbuhan PDB yang lesu, dan ketidakpastian geopolitik.
Dalam riset Analis Vistamaju Penasihat Berjangka, Jumat (2/5/2025) dikatakan saat ini, meski belum separah krisis tahun 1970-an, indikator awal stagflasi mulai terlihat: harga energi dan pangan naik, suku bunga riil negatif, dan pertumbuhan global yang melambat akibat tekanan geopolitik dan ketegangan rantai pasokan pasca-pandemi.
Berikut tiga alasan utama mengapa emas berpotensi melesat di tengah risiko stagflasi:
-
Lindung Nilai terhadap Inflasi
Emas tidak bisa dicetak. Ketika bank sentral menggelontorkan likuiditas dan nilai mata uang fiat tergerus oleh inflasi, emas menjadi pilihan utama untuk menjaga daya beli. -
Safe Haven Saat Resesi dan Krisis Geopolitik
Dalam kondisi ekonomi melemah atau krisis geopolitik, investor cenderung mengalihkan portofolio dari aset berisiko ke aset aman seperti emas. -
Suku Bunga Riil yang Rendah atau Negatif
Saat suku bunga nominal kalah cepat dari inflasi, imbal hasil riil menjadi negatif. Ini menjadikan emas, meski tanpa bunga, lebih menarik dibandingkan obligasi atau deposito.
Baca Juga
Harga Emas Melesat Bikin Inflasi Emas Perhiasan Cetak Angka Tertinggi
Lebih lanjut, untuk harga emas menuju US$ 5.000 per ons, ini adalah sebuah fantasi atau realita, mencapai harga US$ 5.000 per ons berarti kenaikan hampir 54% dari level saat ini. Bagi sebagian orang, ini terdengar fantastis. Namun, jika menilik laju inflasi global yang bertahan tinggi, ketidakpastian geopolitik yang terus meningkat (Ukraina, Timur Tengah, ketegangan AS-Tiongkok), krisis keuangan baru di pasar negara berkembang atau ketidakstabilan fiskal negara maju akibat kenaikan tarif Presiden terpilih AS, dan kebijakan pelonggaran moneter di tengah tekanan ekonomi. Maka lonjakan harga emas seperti di tahun 1970-an bisa saja terulang.
Bahkan analis dari beberapa lembaga investasi ternama seperti UBS dan Incrementum AG telah menyebut skenario US$ 5.000 bukanlah hal yang mustahil jika kondisi ekonomi global memasuki fase stagflasi penuh disertai pemangkasan agresif suku bunga oleh bank sentral.
Data pendukung lainnya adalah rilisan data pertumbuhan PDB AS Q1 2025 yang sudah menunjukkan imbas negatif dari kenaikan tarif terhadap ekonomi AS. Di mana laporan advance GDP kuartal I 2025 terkontraksi -0.3% dibanding kuartal sebelumnya di +2.4%, selain itu dapat kita perhatikan juga lemahnya pertumbuhan sektor tenaga kerja berdasarkan tren laporan pertumbuhan upah di luar sektor pertanian (non farm payrolls) AS.
Analisis Teknikal
Secara teknikal, grafik weekly XAUUSD diatas menunjukkan struktur tren naik jangka panjang yang masih solid. Terdapat trendline support kuat yang menopang pergerakan bullish sejak breakout besar pasca-2020. Harga saat ini sedang berada dalam fase Wave ke-3 dari skenario Elliott Wave besar. Resistensi all-time high (ATH) di level $3.498 menjadi target utama dari Wave 3. Setelah menyentuh atau mendekati level ATH ini, koreksi (Wave ke-4) kemungkinan akan terjadi sebagai pullback sehat.
Namun struktur bullish tetap utuh selama trendline support tidak ditembus di area 3.128 -2.980, secara ringkasnya selama harga emas dapat bertahan di atas area tersebut, maka tren bullish masih valid dengan proyeksi akhir Wave ke-5 mengarah ke US$ 5.000 per ons.
Level teknikal penting:
-
Support jangka menengah: US$ 3.000 – US$ 3.100
-
Resistance kuat (ATH): US$ 3.498
-
Proyeksi bullish akhir (Wave 5): US$ 5.000
Pola ini menggambarkan bahwa pullback bukan akhir tren, melainkan jeda sesaat sebelum potensi breakout besar terakhir terjadi. Bagi investor jangka menengah-panjang, fase ini bisa menjadi entry zone strategis sebelum Wave 5 dimulai.
Baca Juga
Kembali Roboh, Harga Emas Antam Terpangkas Rp 53.000 dalam 2 Hari
Apa Artinya Bagi Investor?
Bagi investor ritel maupun institusional, peluang ini perlu dicermati serius. Meskipun emas bukan aset yang menghasilkan dividen atau bunga, kekuatannya justru terletak pada kemampuannya mempertahankan nilai di tengah krisis.
Untuk strategi jangka menengah hingga panjang, alokasi emas dalam portofolio, baik dalam bentuk fisik, ETF atau kontrak derivatif bisa menjadi langkah protektif sekaligus spekulatif yang cerdas.
Stagflasi mungkin menakutkan bagi banyak sektor, namun bagi pasar emas, itu adalah panggung untuk bersinar. Dengan level saat ini di US$ 3.253 per ons dan potensi mendekati US$ 5.000, emas sekali lagi membuktikan perannya sebagai penjaga kekayaan di saat badai ekonomi melanda.

