Bukan Sekadar Buku, 'The Matchmaker' Ungkap Kunci Indonesia Keluar dari 'Middle Income Trap'
JAKARTA, investortrust.id - Buku "The Matchmaker" karya Erwin Suryadi mengangkat fenomena dan tantangan yang menghambat langkah Indonesia untuk keluar dari middle income trap, sekaligus menawarkan solusi berbasis kolaborasi lintas sektor melalui pendekatan yang disebut business matchmaking.
Dalam bedah buku yang berlangsung di Jakarta, Sabtu (31/5/2025), Erwin tidak memungkiri bahwa Indonesia berpotensi keluar dari middle income trap dan mencapai status negara maju pada 2045.
Baca Juga
Kementerian PPN/Bappenas: Indonesia Bisa Keluar dari 'Middle Income Trap' pada 2041
Selain memiliki kekayaan sumber daya alam besar, Indonesia sedang menikmati bonus demografi, yakni kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif berada pada puncaknya. Namun, tanpa pengelolaan cermat dan pendekatan inovatif, potensi tersebut justru berisiko menjadi beban.
“Bonus demografi tidak akan berarti jika kita tidak menciptakan ekosistem yang mampu menyerap dan memberdayakan talenta lokal. Kita memerlukan pendekatan yang lebih dari sekadar mempertemukan supply and demand,” ujar Erwin, Sabtu (31/5/2025).
Dia menambahkan, banyak jenis pekerjaan yang berisiko punah 5 tahun ke depan akibat otomatisasi dan penerapan teknologi kecerdasan buatan (artificial intellegence/AI).
“Pekerjaan, seperti teller bank, kasir, entri data, akuntansi, hingga staf pembukuan adalah contoh yang mulai tergantikan. Ini akan menjadi persoalan baru bagi ketenagakerjaan, jika tidak diantisipasi dengan strategi yang tepat,” katanya.
Erwin Suryadi memaparkan konsep business matchmaking, yakni pendekatan ekosistem yang mendorong kolaborasi jangka panjang antara pelaku industri besar, pabrikan lokal, UMKM, dan lembaga pendidikan. Pendekatan ini menekankan pendampingan yang memacu peningkatan kualitas produk (quality), efisiensi biaya (price), dan ketepatan pengiriman (delivery).
Dia mengungkapkan, gagasan business matchmaking merujuk pada pemikiran begawan ekonomi Prof. Soemitro Djojohadikusumo, yang menolak persaingan bebas secara mutlak di negara berkembang.

“Dalam pandangan Soemitro, pasar tidak akan bekerja adil tanpa kehadiran negara sebagai pengatur dan pelindung pelaku ekonomi lokal. Prinsip ini sejalan dengan business matchmaking, yang menuntut peran aktif, yang memberikan mandat kepada pelaku industri besar untuk ikut membina pelaku lokal agar mampu bersaing secara sehat dan setara,” jelas dia.
Baca Juga
Menperin: Kelapa Sawit Jadi Tiket Indonesia Terbang Keluar dari Middle Income Trap
Konsep tersebut, lanjutnya, telah diterapkan di sektor hulu minyak dan gas bumi melalui Forum Kapasitas Nasional, yang digagas SKK Migas sejak 2021.
“Pengalaman di sektor hulu migas menunjukkan, ketika pelaku industri skala besar bersedia membina dan mempercayai pelaku lokal, hasilnya luar biasa. Banyak pabrikan dalam negeri yang ternyata mampu bersaing di tingkat global,” terang Erwin.

