Amerika Tak Sepenuhnya Keluar dari Perjanjian Paris, Indonesia Berpeluang Jual Kredit Karbon hingga Mineral Kritis
JAKARTA, investortrust.id – Amerika Serikat (AS) diproyeksi tak akan sepenuhnya keluar dari Perjanjian Paris. Dengan begitu, Indonesia memiliki sejumlah peluang untuk menjual atau meningkatkan perdagangan kredit karbon, hingga mineral kritis yang banyak tersedia di Tanah Air.
Sinyal tersebut ditangkap oleh Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie, saat menghadiri Bloomberg New Energy Forum (NEF) Summit 2025 pada 29-30 April 2025. Acara ini diikuti bersama Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Sujono Djojohadikusumo, yang juga Ketua Dewan Penasehat Kadin Indonesia.
“Forum ini fokus membahas transisi energi, iklim, lingkungan hidup. Di sana bertemu dengan berbagai macam pemangku kepentingan di bidang energi. Walau Presiden Trump memutuskan keluar dari Paris Agreement namun dua per tiga dari 50 negara bagian menyatakan ingin lanjut,” jelas Anindya pada konferensi pers Hasil Lawatan Ketua Umum Kadin Indonesia ke AS di Jakarta, Jumat (9/5/2025).
Bahkan, sambung dia, penghasil minyak dan gas (migas) terbesar di AS yakni Texas, justru menjadi negara bagian yang paling banyak menggunakan energi angin dan tenaga surya untuk menghasilkan listrik.
Baca Juga
Pengembangan Proyek Gas Jangan Hambat Indonesia Penuhi Komitmen Perjanjian Paris
“Di situlah kami merasa bahwa ini mungkin belum tentu selamanya pemerintah pusat Amerika (ingin keluar dari Perjanjian Paris). Di sana banyak sekali orang datang mau ajak berminat investasi di mineral kritis terutama, kemudian energi baru terbarukan, maupun carbon capture,” tutur Anindya.
Oleh karena itu, Kadin bersama utusan presiden mempromosikan Indonesia sebagai pusat dekarbonisasi. Dengan hutan tropis yang luas, Indonesia menghasilkan kredit karbon melalui proyek konservasi hutan, reboisasi atau pengelolaan lahan berkelanjutan.
Proyek Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) memungkinkan Indonesia mendapat pengakuan atas emisi yang berhasil dicegah lewat perlindungan hutan.
“Indonesia juga melakukan preservasi di biodiversitas sekitar kita yang suatu saat bisa menjadi carbon capture yang bagus dan juga carbon market. Jadi itulah kita mencari mitra-mitra dan banyak sekali yang justru sangat meminati,” ujar Anindya.
Baca Juga
BEI Sebut Bursa Karbon Buka Potensi Kredit Karbon RI ke Tingkat Global
Indonesia memiliki potensi untuk menjual kredit karbon ke Amerika Serikat melalui mekanisme perdagangan karbon internasional, seperti bursa karbon Indonesia atau IDX Carbon. Bursa ini telah meluncurkan penawaran sertifikat kredit karbon untuk pembeli internasional, termasuk potensi pembeli dari Amerika Serikat untuk membantu capaian target emisi nol bersih.
“Bagi Indonesia, iklim, energi transisi, dan lingkungan hidup adalah isu kehidupan karena kita negara kepulauan, kalau air naik, hancur semua kita. Selanjutnya, Indonesia juga mempunyai potensi untuk memproses mineral kritisnya dengan kemampuan energi terbarukan,” tegas Anindya.
Tak lupa, tim lawatan ke AS juga menginformasikan bahwa Indonesia memiliki banyak mineral kritis yang bisa diolah seperti nikel, tembaga, seng, bauksit, hingga emas. Anindya menegaskan, peluang investasi AS pada komoditas-komoditas tersebut tetap mengutamakan nilai tambah di dalam negeri, dengan pengolahan mineral sebelum diekspor.
“Di atas tanah, kita mempunyai kemampuan untuk renewable energy, bahkan di RUPTL PLN 15 tahun ke depan saja sudah 103 gigawatt, 75 persennya renewable energy,” imbuhnya.
Mineral langka merupakan bahan baku baku kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang juga dibutuhkan AS. Pengusaha di Negeri Paman Sam berharap Indonesia mengekspor mineral kritis ke AS dan pihak AS bisa membangun pabrik pengolahan mineral kritis di Indonesia.
Mineral kritis adalah mineral yang sangat penting bagi ekonomi dan sangat penting pula dalam transisi energi. Tetapi, mineral kritis ini sangat langka. Mineral kritis yang sangat dibutuhkan untuk teknologi energi bersih, antara lain nikel, kobalt, dan lithium yang merupakan bahan utama baterai EV. Selain itu ada tembaga, mineral penting untuk jaringan listrik dan sistem energi terbarukan.

