Praktik Dumping Tiongkok Nyata, 2 Perusahaan Tutup dan Investasi Tertunda
Oleh Redma Gita Wirawasta,
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI)
INVESTORTRUST.ID - Kepastian realisasi investasi sebesar US$ 250 juta (Rp 4,11 triliun) di sektor tekstil hulu masih menunggu kepastian penerapan kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), yang tengah difinalisasi antarkementerian. Setelah melakukan penyelidikan sekitar 1 tahun, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan menemukan adanya praktik dagang curang berupa dumping, atas barang impor benang filament polyester yaitu Partially Oriented Yarn-Drawn Textured Yarn (POY-DTY) asal Cina.
Praktik dagang curang itu telah menyebabkan kerugian serius pada industri dalam negeri. Itulah sebabnya, kami merekomendasikan pengenaan BMAD disegerakan. Jangan menunggu deretan pabrik tutup dan korban pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin banyak di Tanah Air.
Baca Juga
2 Tutup, 2 Undercapacity
Penulis sebagai Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) dapat mengonfirmasi bahwa 4 perusahaan anggota kami terimbas praktik dumping Cina ini. Satu perusahaan sudah tutup permanen, 1 perusahaan tutup sementara, dan 2 perusahaan hanya mengoperasikan 40% fasilitas produksinya. Jadi, hasil temuan KADI ini memang menggambarkan kondisi riil di lapangan, bukan hoax.
APSyFI sebelumnya telah mendapat kabar, 3 dari 4 perusahaan ini rencananya akan kembali menjalankan secara penuh lini produksinya, ditambah 1 perusahaan relokasi asal Cina akan berinvestasi mendirikan lini produksi polyester. Tapi, reaktivasi 3 perusahaan dan 1 perusahaan baru dengan total investasi sekitar US$ 250 juta itu masih menunggu kepastian pemberlakuan BMAD oleh pemerintah Indonesia, yang tengah mencanangkan kembali program industrialisasi menuju cita-cita Indonesia Emas 2045.
Industri Mampu Penuhi Kebutuhan RI
Jika saja rencana reaktivasi 3 perusahaan tersebut tidak dihambat tak kunjung diterapkannya BMAD, akan ada tambahan produksi POY sebesar 200 ribu ton di dalam negeri. Angka produksi nasional ini sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Artinya, impor POY yang tahun lalu mencapai 140 ribu ton, bisa kita pasok dari industri lokal. Ini bagian dari kebijakan substitusi impor untuk menghemat devisa sekaligus menambah lapangan kerja di negeri sendiri.
Terkait adanya pihak yang menentang pengenaan BMAD, penulis meyakini selama ini memang ada pihak yang mendapatkan rente dari praktik importasi. Tentu, mereka akan menentang kebijakan tersebut, dan kalau kita terus mendengarkan mereka, selamanya Indonesia akan bergantung pada bahan baku impor dan tidak akan pernah ada investasi baru, yang makin sangat dibutuhkan untuk mengurangi pengangguran dan menurunkan kemiskinan di Bumi Pertiwi.
Padahal, jelas-jelas dari KADI sudah bekerja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 dan ketentuan-ketentuan di World Trade Organization (WTO). KADI telah menemukan buti-bukti akurat praktik dumping, sehingga direkomendasikan BMAD untuk barang impor asal Cina. Tambahan tarif ini hanya untuk barang impor asal Cina, kalau impor dari negara lain dengan skema RCEP masih 0%.
RCEP adalah Regional Comprehensive Economic Partnership, yakni perjanjian perdagangan bebas terbesar di dunia yang mencakup 15 negara Asia-Pasifik. Pakta perdagangan ini ditandatangani oleh 10 negara ASEAN (termasuk Indonesia) plus 5 mitra, yakni Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Baca Juga
74.000 Pekerja Kena PHK dalam 3 Bulan, Apindo: Sangat Mengkhawatirkan
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman memberikan keterangan, selama ini, para importir pedagang -- termasuk yang berkamuflase sebagai importir produsen kerap menentang kebijakan substitusi impor. Hal ini membuat sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia terus bergantung pada bahan baku hingga produk jadi impor, yang menguras banyak devisa.
Nandi menyebut, “Kelompok ini selalu mencari keuntungan, tanpa memikirkan kelanjutan industri Indonesia ke depan yang secara ekosistem sudah terintegrasi ini. Maraknya praktik impor oleh kelompok-kelompok seperti itu menekan industri TPT kita, telah menyebabkan banyak perusahaan bangkrut dan mem-PHK karyawannya. Padahal, industri tekstil ini dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak, jika dilindungi".
Ke depan, kami mengimbau semua pihak yang mempunyai visi industri untuk melakukan hal yang sama, yakni menghentikan praktik dagang curang negara lain. Apalagi, banyak pihak sudah mengetahui murahnya barang impor dumping ini sudah keterlaluan, di luar nalar.
Jadi, ke depan, kain dan pakain jadi pun harus dikenakan antidumping. Ini bukan karena kita tidak bisa bersaing.
Asalkan bersaing secara sehat, kita pasti bisa menandingi. Tapi, kalau bersaing dengan cara dumping yang berdampak mematikan industri negara lain, itu tidak benar dan harus dihentikan oleh pemerintah Indonesia yang kini dikomandoi figur nasionalis Presiden Prabowo Subianto.
Jakarta 19 Mei 2025

