Manufaktur Tiongkok Anjlok, Korsel Tingkatkan Investasi di Indonesia, Rupiah Perkasa
JAKARTA, investortrust.id – Peta perekonomian dunia berubah menyusul lonjakan tarif impor resiprositas tinggi yang diputuskan Amerika Serikat, meski bagi banyak negara ditunda 90 hari per 9 April untuk negosiasi termasuk Indonesia. Aktivitas manufaktur di Tiongkok anjlok ke level terendah dalam dua tahun pada bulan April, karena penaikan tarif luar biasa itu secara umum sudah diberlakukan atas produk RRT, dengan beberapa pengecualian seperti produk elektronik smartphone, komputer, dan laptop.
Menyusul kemajuan negosiasi Indonesia dengan AS, delegasi dari industri Korea Selatang berkunjung ke Indonesia untuk berkomitmen meningkatkan investasi di Indonesia. AS pun menyatakan dalam waktu dekat akan mencapai kesepakatan perdagangan dengan India, yang merupakan negara dengan populasi terbanyak di dunia dan mencapai kemajuan pesat di bidang teknologi informasi.
Seiring dengan itu, rupiah dan indeks dolar AS kompak perkasa pada perdagangan Rabu (30/04/2025) pagi ini. Berdasarkan data Yahoo Finance, nilai tukar mata uang Garuda bergerak menguat 30 poin atau 0,18% pada pukul 09.38 WIB, ke Rp 16.724 per dolar AS. Sedangkan secara year to date, kurs rupiah masih terdepresiasi 3,97% dan masih lebih lemah ketimbang asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp 16.000 per dolar AS.
Mata uang Garuda juga menguat baik terhadap dolar maupun hard currencies yang lain seperti yen Jepang dan euro.
Baca JugaPMA Melonjak 12,7% Tembus Rp 230,4 Triliun, Total Investasi Rp 465,2 Triliun
Kembangkan Katoda Nikel untuk AS dan Eropa
Sementara itu, dalam rangkaian misi bisnis The Federation of Korean Industries (FKI), delegasi bisnis Korea Selatan yang dipimpin Chairman Lotte Corporation Shin Dongbin mengunjungi Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk melakukan pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Selasa (29/04/2025). Pertemuan ini diikuti oleh sejumlah perusahaan besar Korea Selatan yang telah berinvestasi di Indonesia, antara lain yaitu Lotte Group, POSCO, Hanhwa, KCC Glass, KB Group, Samsung, CJ, LG CNS, EcoPro, SK Plasma, SPC Group, MegazoneCloud, dan LS MTRON.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi FKI membahas keberlangsungan investasi serta rencana komitmen perluasan investasi di Indonesia. Sebagai mitra utama dari pemerintah Korea Selatan dalam memberikan masukan kebijakan perdagangan, FKI merupakan pihak yang signifikan dan strategis bagi pemerintah Indonesia.
Baca Juga
"Indonesia dan Korea Selatan telah menjalin hubungan diplomatik yang harmonis selama beberapa dekade. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa kerja sama dan komitmen yang akan dikembangkan oleh kedua negara, seperti pembangunan tahap lanjut untuk mobil listrik dan ekosistem hidrogen dari Hyundai Motor Company, serta kerja sama antara POSCO dan Krakatau Steel untuk memperkuat investasi dan hilirisasi baja nasional. Indonesia dan Korsel memiliki potensi yang luar biasa dalam beragam sektor ekonomi, termasuk manufaktur, teknologi, energi, dan infrastruktur,” kata Menko Airlangga dalam keterangan di Jakarta, 30 April 2025.
Menko Airlangga dan FKI juga membahas komitmen investasi digitalisasi sektor keuangan oleh Hanhwa General Insurance dan pengembangan pabrik katoda menggunakan nikel Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar Eropa, Asia, dan Amerika. Selain itu, melanjutkan kerja sama yang solid seperti investasi Lotte Shopping di Indonesia.
Baca JugaBI Umumkan Syarat Lamar Calon Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS
Menko Airlangga juga menyambut baik keberlanjutan pembangunan komplek petrokimia di Cilegon, Banten sejak groundbreaking tujuh tahun lalu. Proyek ini akan mendorong produksi petrokimia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sektor industri ini merupakan salah satu pilar perekonomian yang dapat efektif meningkatkan perekonomian suatu negara.
Percepatan implementasi IK CEPA
Chairman Shin juga menyampaikan apresiasi kepada pemerintah Indonesia atas dukungan yang telah diberikan selama ini, termasuk melalui pematangan industri manufaktur dan percepatan implementasi Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK CEPA). Selain itu, dengan langkah Indonesia yang saat ini melakukan negosiasi tarif resiprositas dengan Amerika Serikat, hal ini akan sangat membantu keberlangsungan investasi Korea Selatan di Indonesia.
Korea Selatan merupakan salah satu negara dengan teknologi dan inovasi terbaik di dunia. Sedangkan Indonesia adalah negara dengan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang melimpah.
"Pembangunan berkelanjutan dalam setiap kerja sama internasional merupakan aspek yang menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia, oleh karena itu, setiap langkah kerja sama dengan Korea Selatan yang sedang dijalin akan terus memperhatikan manfaat ekonomi, aspek lingkungan, dan keberlangsungan sosial. Dengan berkolaborasi, Indonesia dan Korsel dapat mewujudkan bentuk kerja sama perekonomian yang saling menguntungkan dan produktif,” ujar Menko Airlangga.
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menjelaskan, turut hadir mendampingi Menko Airlangga di antaranya yaitu Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Ferry Irawan, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Edi Prio Pambudi, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Ekonomi Digital Ali Murtopo Simbolon, Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Elen Setiadi, Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Mohammad Rudy Salahuddin, Duta Besar Indonesia untuk Korea Cecep Herawan, serta Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani.
Manufaktur RRT Kontraksi
Sementara itu, CNBC melaporkan, aktivitas manufaktur Tiongkok mengalami penurunan tajam pada April 2025, menyentuh level terendah dalam hampir dua tahun. Kondisi ini menandai masuknya sektor manufaktur ke zona kontraksi, di tengah memanasnya perang dagang dengan Amerika Serikat yang memukul hubungan perdagangan bilateral kedua ekonomi terbesar dunia itu.
Berdasarkan data resmi dari Biro Statistik Nasional Tiongkok (NBS) yang dirilis Rabu (30/04/2025), indeks manajer pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) manufaktur tercatat sebesar 49,0. Ini turun dari level ekspansi dan menjadi yang pertama kali jatuh ke zona kontraksi sejak Januari.
Angka ini berada di bawah ekspektasi analis dalam survei Reuters yang memperkirakan kontraksi lebih ringan di angka 49,8, serta menjadi yang terlemah sejak Mei 2023, menurut data LSEG.
Pelemahan ini menyusul aktivitas manufaktur Tiongkok yang sempat melonjak ke level tertinggi dalam setahun pada Maret, didorong oleh aksi ekspor yang dipercepat guna menghindari lonjakan tarif resiprositas dari AS. Namun pada April, permintaan domestik dan luar negeri menunjukkan pelemahan.
Subindeks produksi dan pesanan baru masing-masing turun signifikan ke 49,8 dan 49,2. Angka ini mengindikasikan permintaan yang lesu di sektor manufaktur.
Selain itu, indeks harga bahan baku dan harga output juga terus merosot, masing-masing berada di level 47,0 dan 44,8. Hal ini menunjukkan tekanan deflasi di sektor industri.
Perlambatan ini memperkuat kekhawatiran atas dampak nyata dari eskalasi perang dagang AS-Tiongkok, yang kini makin membebani ekspor dan aktivitas industri di negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Analis memperkirakan ketidakpastian akan berlanjut, jika ketegangan perang tarif tidak mereda dalam waktu dekat.

