main-logo
  • MARKET
  • MACRO
  • FINANCIAL
  • BUSINESS
  • NATIONAL
  • ESG
  • /assets/images/resources/dasawindu-indonesia-merdeka.png
  • INTERNATIONAL
  • FINANCIALTRUST
  • INDEPTH
  • LIFESTYLE
  • FOTO
logo datatrust
Pita Tracker By Trading View
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
  • ‌
    ‌
    ‌
  • ‌
    ‌
    ‌
  • ‌
    ‌
    ‌
  • ‌
    ‌
    ‌
  • ‌
    ‌
    ‌
The Convergence Indonesia, lantai 5. Kawasan Rasuna Epicentrum, Jl. HR Rasuna Said, Karet, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Pusat, 12940.

FOLLOW US

KATEGORI
  • MARKET
  • MAKRO
  • FINANCIAL
  • BUSINESS
  • NATIONAL
  • ESG
  • INTERNATIONAL
  • FINANCIALTRUST
  • INDEPTH
  • LIFESTYLE
MEDIA
  • PHOTO
  • VIDEO
INFORMASI
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN KAMI
  • PUBLISHING
  • KONTAK
PUBLIKASI
  • BUKU

FOLLOW US

logo white investortrust
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor1188/DP-Verifikasi/K/III/2024
logo white investortrust
Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor1188/DP-Verifikasi/K/III/2024
Bagikan
  1. Home
  2. macro

Imbal Hasil US Treasury 10 Tahun Masih Tinggi, Tanda Investor Masih 'Wait and See'

 

 

JAKARTA, investortrust.id - Kepala ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menjelaskan naiknya imbal hasil atau yield US Treasury tenor 10 tahun di tengah euforia bakal berakhirnya perang dagang AS - China bukanlah sebuah anomali. Fenomena ini menunjukkan posisi investor masih wait and see, menunggu kepastian bahwa perang tarif yang dimulai oleh Amerika Serikat akan benar-benar berhenti dan mendorong pertumbuhan perdagangan global kembali. 

 

“Ini tidak bisa sepenuhnya dikatakan anomali. Meskipun, secara teori ketika risiko global menurun investor cenderung risk-on kembali ke aset berisiko. dan permintaan  safe haven asset menurun (dan kembali beralih ke sejumlah aset berbasis dolar seperti obligasi T-Bonds atau T-Bills, red), sehingga yield US Treasury cenderung menurun,” kata Banjaran, kepada investortrust.id, Kamis (15/5/2025).

 

Banjaran menilai kondisi perekonomian Amerika Serikat (AS) sedang diuntungkan. Pelaku pasar melihat fundamental ekonomi AS cukup baik. Ini karena ekspektasi inflasi di bawah pelaku pasar, data tenaga kerja yang masih cukup baik, dan sikap the Fed yang masih independen.

 

Tingginya imbal hasil US Treasury 10 tahun, kata Banjaran lagi,  mencerminkan  masih labilnya kondisi global. Selain itu, pelaku pasar masih menyoroti  sikap Presiden AS Donald Trump yang kerap mengubah kebijakan pemerintahannya, utamanya terkait dengan tarif dagang.

 

Dalam kesempatan yang sama investor juga masih mengamati kondisi perekonomian di Indonesia,  sehingga aliran modal belum terlihat masuk. Empat hal masih menjadi perhatian para investor asing. Banjaran menyebut keempatnya adalah masih terjadinya tren pelemahan rupiah, isu likuiditas, stabilitas kebijakan, dan iklim investasi yang belum sepenuhnya diperbaiki.

 

 

“Ke depan tentunya ketika ketidakpastian menurun dan fundamental ekonomi terjaga, dana akan mulai masuk ke emerging market termasuk Indonesia,” jelas dia. 

 

Saat ini, berdasarkan data pertumbuhan secara tahunan, dana asing yang masuk ke beberapa negara terjadi karena dianggap sudah mulai mengalami normalisasi perekonomian. Dua negara yang masuk dalam pantuan investor yaitu Jepang dan Kanada. 

 

“Juga tentunya AS masih menjadi tujuan utama aliran dana global,” ujar dia.

 

Baca Juga

Yield Obligasi AS Naik Jelang Rilis Data Inflasi Terbaru

 

Sebelumnya diberitakan, imbal hasil obligasi pemerintah AS naik tipis pada Rabu (14/5/2025), di tengah ekspektasi investor terhadap rilis data lanjutan mengenai inflasi dan belanja konsumen yang dapat memberikan arah baru bagi kebijakan moneter.

 

Yield Treasury tenor 10 tahun naik 3,7 basis poin menjadi 4,536%, sementara tenor 2 tahun meningkat 4,2 basis poin ke level 4,059%. Kenaikan tersebut terjadi sehari setelah laporan inflasi konsumen (CPI/consumer price index) untuk April menunjukkan angka yang lebih jinak dibanding perkiraan, menurunkan tekanan terhadap ekspektasi suku bunga jangka pendek.

 

CPI naik 2,3% secara tahunan, di bawah konsensus 2,4%, sementara inflasi inti berada di 2,8%, sesuai proyeksi. Data ini membuat pasar lebih tenang setelah sempat khawatir terhadap efek dari kenaikan tarif besar-besaran yang diumumkan Presiden Donald Trump bulan lalu.

 

Meski demikian, pasar belum sepenuhnya mengesampingkan risiko jangka menengah. Federal Reserve dalam pertemuan bulan Mei menyatakan kekhawatiran terhadap potensi stagflasi, yaitu kombinasi antara inflasi tinggi dan pertumbuhan lambat.