Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2025 Diproyeksi Melemah, Kehabisan Bahan Bakar untuk Tumbuh?
JAKARTA, investortrust.id - Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kuartal I 2025. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto enggan berspekulasi mengenai angka yang akan muncul. Dia hanya tersenyum saat disodorkan angka 4,9%. Meski begitu, terselip optimisme mengenai pertumbuhan ekonomi tiga bulanan Indonesia.
“Ya kalau matematika ada pembulatan,” ujar Airlangga, di kantornya, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025 akan lebih rendah jika dibandingkan periode yang sama 2024. Pada kuartal pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pertumbuhan perekonomian akan berada di level moderat 4,91% secara tahunan.
“Sejalan dengan data makroekonomi, survei pelaku usaha dan konsumen, serta indikator riil yang menunjukkan tekanan domestik maupun eksternal,” kata Josua.
Perlambatan diproyeksikan terjadi pada konsumsi rumah tangga. Penopang utama pertumbuhan Tanah Air ini diperkirakan akan tumbuh 4,5% secara tahunan, atau melambat jika dibanding kuartal I-2024 yang sebesar 4,91% secara tahunan.
Baca Juga
IMF Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 4,7%, Istana: Tidak Masalah, Kita Percaya Diri
Meski terjadi optimisme dari sisi konsumen, data lain menunjukkan terjadinya pelemahan pada indeks pendapatan dan pembelian barang tahan lama. Terutama terjadi pada kelompok pendapatan menengah bawah. “Mengindikasikan tekanan daya beli tetap ada,” ujar dia.
Josua melihat Pembentuk Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi terkontraksi pada kuartal pertama ini. Faktor perang tarif dan konflik geopolitik menjadi risiko penahan ekspansi lebih lanjut. Meski, proyeksi tumbuh 3,11% secara tahunan.
“Pertumbuhan investasi diperkirakan terkontraksi -6,5% secara kuartal, mengindikasikan kehati-hatian investor terutama asing,” kata dia.
Ekspor barang dan jasa diproyeksikan tumbuh kuat 9,52% secara tahunan. Namun, impor juga naik 5,07% secara tahunan, yang mencerminkan permintaan domestik yang belum pulih sepenuhnya.
Tim Ekonomi Bank Mandiri menyoroti perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2025 ini. Berdasarkan analisis, kelompok rumah tangga menahan belanjanya. “Mengalokasikan sebagian pendapatan mereka untuk ditabung,” tulis laporan itu.
Sementara itu, dengan proyeksi kisaran 3,3% secara tahunan, belanja pemerintah yang lambat terdorong kebijakan pencairan yang lambat pada awal tahun. Kondisi ini membebani investasi yang diperkirakan hanya 3,2% atau turun 1,7% dari 4,9% pada kuartal IV 2025.
Pencairan fiskal yang tertunda, khususnya untuk proyek infrastruktur dan investasi yang didukung pemerintah, telah menyebabkan laju pembentukan modal lebih lambat pada periode tersebut.
Sementara itu, ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 hanya berada pada kisaran 4,93% hingga 4,95%. Jarak ini turun jika dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2024 yang berada pada kisaran 4,9% hingga 5%.
Riefky menyebut terjadinya anomali pada faktor musiman Indonesia. Biasanya, kenaikan aktivitas ekonomi secara musiman di kuartal tiap tahunnya memiliki karakterisik naiknya pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan, serta akomodasi dan makanan minuman.
Tapi, sejak 2024, sektor tersebut justru mengalami perlambatan. Data Mandiri Spending Index menunjukkan masyarakat cenderung belanja untuk destinasi wisaya yang lebih dekat.
Baca Juga
IMF Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Turun, Pemerintah Optimistis Capai Target
Selain dampak musiman yang tak berarti, laporan yang dibuat LPEM FEB UI menyoroti belum pulihnya produktivitas ekonomi domestik secara signifikan. Menarik data ke masa sebelumnya, LPEM FEB UI menjelaskan data 2024 menunjukkan terjadinya kerentanan masyarakat, di tengah data penduduk miskin yang menurun menjadi 9%.
LIhat saja, kelompok rentan justru meningkat menjadi 24,2%. Sementara, kelas menengah pun menyusut dengan jumlah setara pada 2017 yaitu 17,1%. “Pelemahan ini bukan semata-mata akibat disrupi struktural dari pandemi Covid-19 karena kontraksi sudah mulai terjadi sejak 2018,” ujar laporan tersebut.
Dalam lima tahun terakhir, Indonesia mulai kehabisan sumber pertumbuhan. Model pertumbuhan yang ada, dianggap mampu menahan banyak orang jatuh miskin. “Namun belum cukup kuat untuk menghindarkan mereka dari kerentanan,” ujar dia.
Melihat tren yang ada, fundamental ekonomi Indonesia yang berbasis konsumsi di Indonesia menunjukkan tanda-tanda kemunduran.

