Eropa Kembali Melirik Energi Nuklir, Ini Alasannya
LONDON, investortrust.id – Minat negara-negara Eropa terhadap energi nuklir kembali mencuat, seiring lonjakan kebutuhan terhadap ketahanan energi dan pembatasan biaya dari sistem berbasis energi terbarukan.
Peralihan besar-besaran di Eropa ke energi nuklir tampaknya semakin mendapatkan momentum. Negara-negara itu mencoba mengamankan kemandirian energi mereka.
Baca Juga
Era Baru Energi Nuklir antara Barat dan China, Bagaimana di Indonesia?
Dalam beberapa pekan terakhir saja, Denmark mengumumkan rencana untuk mempertimbangkan kembali larangan nuklir selama 40 tahun sebagai bagian dari pergeseran kebijakan besar, Spanyol dikabarkan membuka diri untuk meninjau kembali rencana penghentian reaktor nuklir, dan Jerman mencabut penolakan lama terhadap tenaga atom.
Kebangkitan minat Eropa terhadap energi nuklir sebagian dipicu oleh biaya tersembunyi dari energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.
“Tenaga surya dan angin tetap menjadi cara termurah dan tercepat untuk mendorong transisi hijau, dan itu tetap fokus kami. Namun kita juga perlu memahami apakah teknologi nuklir baru dapat berperan sebagai pelengkap,” ujar Lars Aagaard, Menteri Iklim, Energi, dan Utilitas Denmark, dalam pernyataan tertulis kepada CNBC.
Pemerintah Denmark, yang sejak 1985 melarang penggunaan tenaga nuklir, menyatakan akan mengkaji potensi manfaat dan risikonya, terutama teknologi reaktor modular kecil. Aagaard menambahkan bahwa pemerintah tidak berencana membangun reaktor nuklir tradisional.
“Kami tidak memiliki pengalaman terbaru dengan tenaga nuklir, dan kami juga kekurangan pengetahuan terkait keselamatan dan pengelolaan limbah. Itu sebabnya kami harus memulai analisis serius — bukan untuk menggantikan tenaga surya dan angin, tetapi untuk melihat apakah nuklir baru bisa melengkapi sistem energi kami di masa depan,” tambahnya.
Georg Zachmann, peneliti senior di Bruegel, lembaga think tank yang berbasis di Brussel, menyebut energi nuklir masih menjadi teknologi pembangkit listrik paling kontroversial di Eropa.
“Kebangkitan nuklir dalam wacana politik cukup mengejutkan, mengingat biaya teknologi pesaing utama seperti angin dan surya telah turun lebih dari 80 persen, sementara biaya energi nuklir justru meningkat,” kata Zachmann.
Biaya tersembunyi untuk menyeimbangkan dan mentransmisikan listrik dari energi terbarukan terus meningkat seiring naiknya porsi tenaga surya dan angin dalam bauran energi. Menurut Zachmann, isu ini kini makin mencuat ke permukaan.
Baca Juga
Indonesia Ingin Bangun PLTN, Bill Gates Cerita soal Energi Nuklir Murah
Minat Baru
Spanyol menunjukkan keterbukaan terhadap energi nuklir akhir bulan lalu. Dalam wawancara yang dilaporkan Bloomberg, Menteri Transisi Ekologi Sara Aagesen mengatakan bahwa meskipun pemerintah masih berencana mempensiunkan reaktor nuklir dalam dekade mendatang, perpanjangan setelah 2035 tidak dapat dikesampingkan. Aagesen menegaskan bahwa belum ada proposal spesifik yang diajukan.
Selama beberapa pekan terakhir, Spanyol dilanda perdebatan pasca pemadaman listrik besar yang melumpuhkan sebagian besar wilayah Spanyol, Portugal, dan selatan Prancis.
Beberapa pihak menyoroti ketergantungan tinggi terhadap tenaga surya dan angin sebagai pemicu gangguan jaringan. Namun, Perdana Menteri Pedro Sanchez dan operator jaringan listrik nasional Red Electrica de Espana menepis tuduhan tersebut dan menyebut rekor energi terbarukan tidak menjadi penyebab utama.
Di Jerman, pemerintah baru yang dipimpin Kanselir Friedrich Merz juga mencabut penolakan terhadap energi nuklir dan mendukung upaya Prancis menjadikan nuklir setara dengan energi terbarukan dalam regulasi Uni Eropa, menurut laporan Financial Times. Tidak ada komentar resmi dari pihak pemerintah kedua negara.
Gas Alam Jadi Pengimbang
Sebagai energi rendah karbon, para pendukung menyebut nuklir berpotensi besar membantu negara mengurangi emisi dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Namun kelompok lingkungan menyatakan nuklir adalah pengalih perhatian yang mahal dari solusi yang lebih bersih dan murah.
“Harapan bahwa reaktor modular generasi baru bisa dibangun dengan murah masih sangat tidak pasti, tapi cukup untuk menarik imajinasi pelaku industri dan pembuat kebijakan,” kata Zachmann. “Namun, pembangkit nuklir baru tetap sulit dibiayai dan kemungkinan baru memberikan hasil dalam puluhan tahun. Sementara itu, perdebatan nuklir versus energi terbarukan justru menguntungkan gas alam — yang akan terus digunakan selama investasi besar-besaran pada energi bersih belum terjadi.”
Laporan dari think tank energi Ember menunjukkan sistem kelistrikan Uni Eropa terus bergeser ke energi terbarukan pada paruh pertama tahun lalu, dengan porsi gabungan tenaga surya dan angin mencapai rekor 30%, untuk pertama kalinya melampaui bahan bakar fosil. Secara paralel, pembangkitan listrik dari nuklir juga meningkat 3,1%.

