Moody’s Turunkan Peringkat Kredit AS, Soroti Beban Utang Pemerintah yang Membengkak
NEW YORK, investortrust.id - Moody’s Ratings menurunkan peringkat kredit pemerintah Amerika Serikat satu tingkat dari Aaa menjadi Aa1, peringkat tertinggi kedua, dengan alasan beban pembiayaan defisit anggaran federal yang semakin besar serta biaya pelunasan utang yang meningkat akibat suku bunga tinggi.
Baca Juga
Moody's Turunkan Prospek Peringkat AS Jadi Negatif, Mengapa?
“Penurunan satu tingkat dalam skala 21 tingkat kami mencerminkan peningkatan selama lebih dari satu dekade dalam rasio utang dan pembayaran bunga pemerintah ke level yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan negara-negara berdaulat dengan peringkat serupa,” tulis lembaga pemeringkat tersebut dalam pernyataannya.
Langkah Moody’s ini diperkirakan akan mendorong imbal hasil surat utang pemerintah AS karena investor menuntut premi risiko lebih tinggi. Hal ini juga dapat menekan minat terhadap aset-aset berbasis AS, termasuk saham. Namun demikian, semua lembaga pemeringkat utama masih memberi AS peringkat tertinggi kedua.
Imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun naik 3 basis poin dalam perdagangan setelah jam bursa menjadi 4,48%. ETF iShares 20+ Year Treasury Bond — yang menjadi proksi harga obligasi jangka panjang — turun sekitar 1%, sementara ETF SPDR S&P 500 yang melacak indeks saham utama AS melemah 0,4%.
Moody’s sebelumnya merupakan satu-satunya lembaga yang mempertahankan peringkat tertinggi untuk utang AS. Kini, mereka mengikuti langkah rivalnya. Standard & Poor’s menurunkan peringkat AS menjadi AA+ dari AAA pada Agustus 2011, sementara Fitch Ratings juga menurunkan ke AA+ pada Agustus 2023.
“Pemerintahan AS yang berganti-ganti serta Kongres gagal menyepakati langkah-langkah untuk membalikkan tren defisit fiskal tahunan yang besar dan meningkatnya biaya bunga,” tulis analis Moody’s. “Kami tidak melihat adanya pengurangan pengeluaran wajib dan defisit secara material selama bertahun-tahun dari proposal fiskal yang saat ini sedang dipertimbangkan.”
Defisit Membengkak
AS saat ini mengalami defisit anggaran yang besar, diperburuk oleh naiknya biaya bunga utang akibat kenaikan suku bunga serta penambahan utang pokok. Dalam tahun fiskal yang dimulai 1 Oktober, defisit sudah mencapai 1,05 triliun dolar, naik 13% dibanding tahun sebelumnya. Pendapatan dari tarif impor sempat membantu memangkas ketimpangan tersebut bulan lalu.
Dalam pernyataannya, Moody’s menyebutkan bahwa jika Undang-Undang Pemotongan Pajak dan Pekerjaan 2017 diperpanjang — yang mereka anggap sebagai skenario dasar — maka defisit fiskal primer (di luar pembayaran bunga) federal akan bertambah sekitar 4 triliun dolar dalam dekade mendatang.
“Sebagai hasilnya, kami memperkirakan defisit federal akan melebar, mendekati 9% dari PDB pada 2035, naik dari 6,4% pada 2024, didorong oleh meningkatnya pembayaran bunga utang, belanja jaminan sosial, serta penerimaan negara yang relatif rendah,” tulis Moody’s. “Kami juga memperkirakan beban utang federal akan naik menjadi sekitar 134% dari PDB pada 2035, dari 98% pada 2024.”
Penurunan peringkat ini datang di saat Komite Anggaran DPR yang dipimpin Partai Republik pada Jumat menolak paket pemotongan pajak besar yang merupakan bagian dari agenda ekonomi Presiden Donald Trump, termasuk perpanjangan pemotongan pajak 2017.
Permintaan Menurun
“Treasury AS masih menghadapi faktor fundamental berupa turunnya permintaan asing serta tumpukan utang yang harus terus dibiayai ulang. Itu tidak akan berubah. Tapi langkah Moody’s bersifat simbolis, karena ini menunjukkan bahwa ada lembaga pemeringkat utama yang secara terbuka menyebut utang dan defisit AS sebagai tekanan serius,” urai Peter Boockvar, Chief Investment Officer di Bleakley Financial Group, seperti dikutip CNBC.
Baca Juga
Inflasi PPI Lebih Rendah dari Perkiraan, Yield USTreasury Anjlok
Awal April lalu, imbal hasil Treasury naik dan dolar melemah terhadap mata uang global setelah Trump memberlakukan tarif tinggi atas barang impor. Ini menjadi sinyal awal bahwa investor mulai mempertimbangkan untuk menjauh dari AS sebagai tempat paling aman untuk berinvestasi.
“Ini akan membuat minggu depan menjadi menarik,” tulis Fred Hickey, pengamat saham teknologi dan editor The High-Tech Strategist dari Nashua, New Hampshire, di X. Ia menyebut penurunan Moody’s sebagai “bom Jumat sore setelah pasar tutup.” Ia memperkirakan nilai obligasi dan dolar akan turun, sementara harga emas akan naik sebagai respons pasar.

