Tampil di Fox News serta Bloomberg NEF Summit 2025, Ini Pesan Ketum Kadin Anindya Bakrie
NEW YORK, Investortrust.id - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Novyan Bakrie melakukan lawatan ke sejumlah kota di Amerika Serikat selama sepekan. Ia hadir di sejumlah forum dan program wawancara televisi di AS, dengan sejumlah pesan disampaikan Anindya Bakrie dalam forum tersebut. Utamanya mengenai pentingnya kolaborasi ekonomi kedua negara untuk bisa tumbuh secara berkelanjutan.
Pada kesempatan pertama, Anindya tampil sebagai pembicara dalam Bloomberg New Energy Forum Summit 2025 di New York, Amerika Serikat (AS) yang berlangsung pada 29-30 April 2025. Dalam forum yang menjadi ajang penting bagi Indonesia untuk menyampaikan komitmen dan peluang investasi di sektor energi bersih tersebut, disampaikan Anin, demikian sapaan akrabnya, banyak pihak yang ongin mengetahui posisi Indonesia selaku negara produsen batu bara dan migas, di tengah tren global yang mulai meninggalkan Paris Agreement.
"Setelah berdiskusi, kita lanjut kepada Indonesia Roundtable. Banyak pihak ingin mengetahui bagaimana Indonesia memposisikan diri di tengah tren global yang mulai meninggalkan Paris Agreement, sementara kita masih menjadi produsen batu bara dan migas," kata Anin.
Pada hari yang sama Anin berkesempatan bertemu dengan Chairman dan pemilik Bloomberg, Michael Bloomberg, termasuk Jon Moore selaku Bloomberg New Energy Forum.
Terkait pertanyaan mengenai keseriusan Indonesia dan para pelaku usaha di dalamnya pada transisi energi bersih dan terbarukan, Anin menekankan Indonesia adalah negara yang serius dalam transisi energi, yang penerapannya tetap mengedepankan keseimbangan kepentingan nasional dan keberlanjutan sosial.
Ia berharap, penjelasan mengenai komitmen Indonesia dalam penerapan energi baru dan terbarukan akan menjadi poin penting yang menjadi daya tarik investor asing untuk membenamkan dananya di Tanah Air
"Jadi mudah-mudahan ini semua bisa mempromosikan bahwa Indonesia adalah negara yang bagus buat investasi, sangat serius mengenai energi transisi, tapi yang paling penting adalah bisa membawa manfaat kepada orang banyak. Karena transisi yang paling baik adalah transisi yang adjust," ujar Anin.
Bicara lebih dalam soal energi baru dan terbarukan, Anin mengutip rencana pemerintah yang pernah disampaikan oleh Utusan Khusus Presiden bidang Iklim dan Energi Hashim SDjojohadikusumo beberapa waktu lalu, yang menyebut bahwa pemerintah melalui PT PLN (Persero) berencana membangun pusat-pusat listrik dengan kapasitas mencapai sekitar 103 Giga Watt (GW) dalam jangka panjang,s etidaknya dalam kurun waktu 15 tahun. “Dari rencana 103 gigawatt itu 75 persen di antaranya merupakan energi terbarukan, dan sisanya, bahkan ada 10 persen berasal dari nuklir," kata Anin.
Pada kesempatan yang sama, Hashim ikut hadir di New York bersama Anin, dalam kapasitasnya sebagai Utusan Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi sekaligus Ketua Dewan Penasihat Kadin Indonesia.
Masih pada forum yang sama, Anin juga menyampaikan bahwa jika energi terbarukan dikembangkan dalam skala besar, maka tarifnya akan kompetitif dibandingkan dengan energi berbasis fosil . Meski demikian, ujar Anin, Indonesia tetap mengedepankan pendekatan bertahap dan terukur dalam pengembangan energi terbarukan untuk dijadikan sumber bagi kebutuhan energi nasional.
Ia juga menyampaikan harapannya bahwa perekonomian nasional tetap bisa terus bertumbuh secara berkesinambungan, tanpa harus meninggalkan visi awal untuk melakukan transisi energi. Indonesia dengan dilengkapi teknologi yang mumpuni, sejatinya akan mampu menjadi pelaku utama dalam penerapan energi baru dan terbarukan. “Indonesia dengan (kelengkapan) teknologi, menjadi sangat prospektif karena begitu banyak teknologi dari geothermal, atau (pemanfaatan energi) matahari sampai kepada angin, menjadi sangat sangat accesible,” ujarnya.
Tak lupa Anin juga menyampaikan potensi Indonesia sebagai negara pemilik kawasan hutan yang cukup besar di dunia, akan mampu menikmati karbon kredit lewat langkah pelestarian alam sekaligus dibarengi oleh upaya carbon capture sebagai bagian dari visi net zero emission.
“Di Bloomberg New Energy Forum, banyak sekali animo orang ingin investasi, ingin menyediakan teknologi dan kayaknya semua merasa bahwa Indonesia bisa menjadi Makkah-nya dekarbonisasi,” tuturnya.
Hadir di Program Fox News Media
Masih di kota yang sama, di New York, Anindya juga menyempatkan diri untuk memenuhi wawancara dengan Stasiun Televisi Fox News, dengan host Stuart Varney.
Dalam kesempatan wawancara tersebut, Anin kembali mendapatkan pertanyaan soal keseriusan Indonesia dan para pelaku usaha dalam mendorong energi baru dan terbarukan, di tengah kecenderungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang justru mulai mengabaikan kesepakatan Paris Agreement untuk mencegah peningkatan emisi karbon, dan mendorong eksplorasi sumber energi berbasis fosil.
Dikatakan Anin, sejatinya Indonesia juga memiliki kekayaan dengan sumber daya alam berupa minyak dan gas. Termasuk pula kekayaan sumber daya mineral seperti nikel, bauksit, tembaga dan timah, serta mineral tanah jarang juga dimiliki Indonesia. Namun demikian, kata Anin, di atas permukaan tanah Indonesia merupakan negara dengan potensi energi baru dan terbarukan yang cukup besar. “Apakah itu sinar matahari, angin, hidro, dan sebagainya,” ujarnya.
Ia juga sempat mendapatkan pertanyaan soal progres negosiasi tarif antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat. Kendati menyebut bahwa pertanyaan itu sejatinya bukan ranah dirinya sebagai Ketum Kadin untuk menjawab, namun Anin sempat memberikan penjelasan bahwa surplus perdagangan Indonesia atas Amerika Serikat adalah sebesar US$ 18 miliar, yang nantinya akan dikompensasikan dengan realokasi impor produk gas derivatif ke Amerika Serikat, dari yang sebelumnya diimpor dari negara lain yang besarnya bisa mencapai US$ 40 miliar.
“Jadi, apa yang dipikirkan oleh pemerintah adalah untuk merealokasikan (impor) US$ 40 miliar dolar (ke Amerika Serikat) agar kami bisa memiliki neraca perdagangan yang seimbang dengan AS. Dengan neraca perdagangan yang seimbang, maka masalahnya bukan lagi bagaimana kita bisa menyeimbangkan, tapi bagaimana kita meningkatkan perdaganganantara dua negara,” ujar Anin dalam wawancara tersebut.
Dalam kesempatan tersebut ia juga menyampaikan optimismenya bahwa dialog antara pemerintah Indonesia dan AS terkait tarif, dipastikan akan menghasilkan poin-poin kesepakatan yang positif bagi dua pihak. “Kami sangat yakin dengan hal itu,” ujarnya.
Terkait negosiasi tarif ini pula, ujar Anin, ia akan mengunjungi kota Washington DC untuk bertemu dengan US Chamber of Commerce guna membahas kemitraan dagang dan investasi kedua negara. Berikutnya kota Los Angeles akan menjadi kota berikutnya yang akan ia kunjungi.
Di Los Angeles, Anindya akan menghadiri ajang Milken Conference bersama para pengurus BPI Daya Agata Nusantara (Danantara). Di Milken Conference, Anin berharap Kadin Indonesia bisa mendapatkan insight mengenai industri finansial global lewat sejumlah pertemuan dengan perusahaan finansial global, seperti Accenture.
“Di Milken Conference nanti bertemu dengan berbagai macam perusahaan yang bisa menjadi knowledge partners Kadin. Karena Kadin ingin memperkuat Kadin Institute termasuk Global Engagement.
Sekadar informasi, Milken Conference (Milken Institute Global Conference) adalah sebuah konferensi tahunan bergengsi yang diselenggarakan oleh Milken Institute, sebuah think tank yang berbasis di Amerika Serikat. Konferensi ini pertama kali diadakan pada tahun 1998 dan biasanya berlangsung di Los Angeles, California.
Tujuan utama konferensi ini adalah untuk menyatukan para pemimpin dunia dari berbagai sektor—termasuk keuangan, pemerintahan, teknologi, kesehatan, filantropi, dan hiburan—untuk membahas solusi atas tantangan global dan mendorong kebijakan publik serta investasi berdampak sosial.

