PMI Manufaktur Kontraksi Lagi Gara-gara Permintaan Baru Merosot
JAKARTA, investortrust.id - Sektor manufaktur Indonesia masih mengalami kontraksi. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Standard and Poor's Global Ratings (S&P Global), Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia pada Mei 2025 masih di bawah 50, yakni 47,4.
Berdasarkan data yang dikeluarkan tersebut, industri pengolahan nonmigas Indonesia mengalami kontraksi atau tetap berada di bawah 50 selama dua bulan berturut-turut. Pasalnya, pada April 2025, PMI Manufaktur Indonesia adalah 46,7.
Dalam survei yang dilakukan juga ditemukan bahwa output dan permintaan baru terus turun dengan penurunan Mei yang semakin cepat dibandingkan bulan April. Ekspor juga terus turun pada Mei, sementara kondisi permintaan yang tidak bergerak mendorong perusahaan menahan pembelian dan menyesuaikan inventaris.
"Ekonomi sektor manufaktur Indonesia menurun pada tingkat sedang pada bulan Mei. Penurunan terkuat pada permintaan baru dalam waktu hampir empat tahun menyebabkan penurunan solid pada volume produksi," ucap Ekonom S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/6/2025).
Baca Juga
PMI Manufaktur RI Kontraksi ke Level 46,7, Pelaku Usaha Ingin Kebijakan Pro-Industri
Kendati demikian, ia mengungkapkan, perusahaan yakin periode penurunan ini akan berlalu, sementara kepercayaan diri terkait perkiraan 12 bulan output juga menguat.
"Sementara itu, beberapa produsen berupaya menawarkan diskon untuk menaikkan penjualan, menyebabkan kenaikan kecil pada biaya," terangnya.
Dari segi harga, inflasi biaya naik tajam pada bulan Mei, dan menguat untuk pertama kali dalam tiga bulan. Panelis mencatat kenaikan harga bahan baku menyeluruh menyebabkan kenaikan beban biaya. Akan tetapi, perusahaan berupaya menyerap biaya-biaya ini dan bahkan menawarkan diskon sebagai upaya merangsang permintaan.
"Akibatnya, harga output naik pada tingkat rendah, yang merupakan tingkat inflasi biaya terendah dalam delapan bulan ekspansi," paparnya.

